Sebuah Pernikahan (14)

131 4 0
                                    

Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh semua orang. Namun, tidak bagi Dimas dan Dinar. Ketika semua orang sibuk mempersiapkan pernikahan mereka, justru bagi keduanya, ini merupakan awal dari kerungsingan hidup. Dinar merasa, setiap hal dalam hidupnya berjalan lambat, setelah kepergian Dwi Shandoro, kekasihnya. Lah, malah ditambah dengan persoalan ini. "Takdir terkadang memainkan hidup manusia sesuka-sukanya sendiri."

Dinar nampak cantik, terbalut busana pengantin Solo Basahan Keprabon, dengan 7 buah cundhuk metul terselip dikondenya, sebagai penanda pertolongan dari yang Kuasa. Tujuh dalam bahasa jawa di sebut "pitu" dapat diartikan sebagai pitulungan atau pertolongan. Selain itu, dikeningnya juga terlukis paes hitam pekat. Melati tibo dodo yang dironce hingga menjuntai sampai ke dada serta racik melati miji timun atau rajutan daun pandan dan melati yang menutupi konde bokor tengkurap, menimbulkan aroma khas dari semerbaknya bunga lambang kesucian itu. Dinar duduk di pelaminan dengan anggunnya, gending Ldr Sekartejo berkumandang memenuhi ruangan yang penuh sesak oleh tamu undangan. Tentu saja, karena kedua pengantin ini bukan dari keluarga sembarangan.

Dinar diminta berdiri oleh protokol pengantin yang usianya hampir setengah abad, ketika gending berganti dengan Ldr Wilujeng. Itu artinya, pengantin laki-laki sudah berada di depan gapura. Mereka harus melakukan temu pengantin. Perempuan itu nampak meremas ujung baju pengantinnya.

"Mas Dwi... maafkan aku. Lihat! apa yang dilakukan kekasihmu ini."

Dimas Anggoro nampak tampan. Laki-laki itu berdiri di hadapan Dinar. Sekelebat saja, terselip rasa takjub dalam hati Dimas Anggoro. Bukankah Dinar nampak cantik dalam balutan baju pengantinnya? Bahkan, Dimas hampir-hampir tidak mengenali, bahwa yang berdiri di hadapannya adalah perempuan yang mencak-mencak di depan pohon jeruk bali, sambil berkata bahwa laki-laki seperti Dimas, tidak pantas di kasih hati.

Dimas dan Dinar berjalan saling mendekat, untuk mengikuti ritual temu pengantin yang cukup panjang, dengan diiringi gending Ketawang Kodok Ngorek, mereka saling melempar gantal (daun sirih yang dilinting atau ditekuk, lalu diikat dengan benang putih). Tujuan dari prosesi lempar gantal ini agar rumah tangga mereka terhindar dari berbagai macam godaan. Selain itu, ada prosesi injak telur, yaitu ketika pemelai laki-laki harus menginjak telur dan tugas pemelai perempuan adalah membersihkan kaki sang pemelai laki-laki.

"Seharusnya aku melakukan ini dengan Mas Dwi. Bukan dengan laki-laki ini."

Tangan Dinar gemetar saat ia membersihkan kaki Dimas Anggoro. Ada rasa sakit dalam relung hatinya.

Setelah semua prosesi temu pengantin dan ritualnya, gending pun berubah menjadi Ketawang Larasmoyo. Itu tandanya, kedua orang tua pengantin mengantarkan kedua pemelai menuju kursi pengantinnya. Prosesi itu pun terasa begitu panjang, dari prosesi saling menyuap dan seterusnya. Beberapa gending pun berganti-ganti. Dimas Anggoro nampak tenang di kursinya. Ia terlihat tampan dengan beskap hitam dan kuluk mathak. Dinar Ayu sebentar melirik ke arah laki-laki yang hampir menjadi suaminya itu. Dimas nampak tenang di tempatnya.

"Dan, ternyata, dia memang cukup tampan. Bagaimana bisa dia terlihat begitu tenang," gumam Dinar. "Laki-laki ini menyebalkan." kembali Dinar Ayu berujar dalam hati, dihapusnya pernyataan 'tampan' dari otaknya secepat yang ia bisa.

Dinar coba mengalihkan pandangannya dari Dimas. Disapunya seluruh tamu undangan dengan netranya. Dan, tatapannya terhenti pada seorang tamu perempuan. Dia adalah Yulis. Ya, gadis itu ada di sana. Adik Dwi Shandoro itu tengah menatap tajam ke arahnya. Mata sahabat baiknya itu nampak memerah, menahan air mata dan amarah.

Dinar Ayu menggigit bibir. "Duh Gusti," ia menunduk.

Dimas Anggoro mendengar desahan Dinar Ayu. Laki-laki itu pun menoleh ke arah perempuan yang tengah duduk di sampingnya itu. Ia melihat jari jemari Dinar meremas jarik hijau yang digunakannya. Tangan itu nampak gemetar. Dimas pun menatap ke arah para tamu. Berharap dari sana, ia akan menemukan petunjuk. Siapa di antara tamu-tamu itu yang membuat Dinar merasa tidak nyaman, khawatir, atau takut? Namun, ia tak menemukan apa-apa.

Kaum BendoroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang