Terkuaknya Satu Rahasia (26)

192 8 10
                                    

Di meja makan, Dinar dan Dimas Anggoro bertemu. Dinar mencuri tatap ke arah lelaki yang tengah menikmati sarapannya nyaris tanpa selera itu.

"Raden, apa Raden baik-baik saja?" tanya Dinar. Perempuan itu memberanikan diri untuk membuka suara. Dimas Anggoro tersenyum, lalu mengangguk.

"Din. Ada sesuatu yang aku ingin diskusikan denganmu."

Dinar mengangguk. "Baik."

"Setelah sarapan, aku tunggu kamu di ruang kerjaku, ya."

Dinar mengangguk. Setelah itu laki-laki di hadapannya tidak lagi bicara. Ia bungkam seribu bahasa.

***

Setelah menyelesaikan sarapannya, Dinar menemui suaminya di ruang kerjanya. Ia mendapati suaminya tengah berdiri di samping jendela, menatap kosong ke arah langit  berwarna biru cerahnya. Nampak kapas-kapas putih seperti salju membentuk gerombolan-gerombolan yang berjalan, lalu memecah.

"Raden, apa yang akan raden bicarakan?" tanya Dinar. Sepertinya, suaminya terlalu khidmat memandangi langit, hingga tidak menyadari kehadirannya.

"Dinar. Maafkan aku. Tapi, sesuatu telah terjadi," ujar Dimas Anggoro sambil menatap sendu ke arah Dinar.

"Sesuatu? Sesuatu apa, Raden?" tanya Dinar bingung.

Walau demikian, entah mengapa jauh dalam palung hatinya, Dinar merasa ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Ada rasa sakit dan takut yang tidak mampu dia pahami maknanya.

"Aku melakukan kesalahan."

Dinar semakin bingung. "Ke-kesalahan apa, Raden?"

"Aku... aku meniduri Rum," ujar Dimas Anggoro parau.

Dinar Ayu tercengang. "Apa!" Perempuan itu terhuyung, tapi dengan cepat tangannya memegang sandaran kursi.

"Dinar, aku tak tahu apa yang terjadi, semua begitu cepat," wajah Dimas nampak menunjukan kebingungan. "Ndak! Kurasa bukan begitu. Semua terasa membingungkan, bagiku," sambung laki-laki itu kemudian.

Dimas Anggoro nampak  seperti hilang ingatan, bingung, dan tidak terkendali. Ia seperti tidak berada di sana.

Dinar yang tidak percaya dengan apa yang didengarnya merasa sama kacaunya. Rasa lelahnya raib. Perempuan itu seolah tidak lagi mampu mendengar semua ucapan suaminya, ia berbalik pergi ke luar, meninggalkan ruang kerja Dimas Anggoro.

Dimas menatap kepergian istrinya dengan wajah sedih. Dihempasnya semua yang ada di atas meja, oleh tangannya. Kertas, pulpen, dan buku-buku berserak di lantai. Dimas tidak pernah semarah dan merasa sesakit ini dalam hidupnya.

Di tengah koridor rumah menuju dapur, Dinar melihat Rum tengah berjalan ke arahnya. Dengan cepat, Dinar menarik pergelangan tangan Rum dan menyeretnya masuk ke kamar abdi dalemnya itu. Mbok Nah yang kebetulan menyaksikan itu  serta merta mengikuti.

"Ndoro, sakit," Rum sedikit memekik ketika mereka sampai di kamarnya.

"Katakan! Apa yang telah kamu lakukan pada suamiku, Rum?"

Rum menggeleng. "Ndoro ini bicara apa?"

"Rum! Kamu ndak usah berkelit. Aku sudah tahu semuanya. Teganya kamu Rum. Bisa-bisanya kamu mengkhianati aku!"

"Melakukan apa?" Rum bingung.

"Rum. Kamu tidur dengan suamiku, kan?" tanya Dinar Ayu sambil mencengkeram kedua bahu Rum. Mbok Nah yang sedari tadi berada di luar kamar, seperti di sambar petir.

"Ndoro... saya."

"Ruuum! Kenapa kamu tega mengkhianati aku, Rum. Kenapaaa!" Dinar menangis. Begitu pula Rum.

Kaum BendoroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang