Satu Kekhilafan (25)

234 7 2
                                    

Dinar dan suaminya secara bergantian mengurus Yuan yang mulai dipindahkan ke ruangan biasa. Pasangan suami istri itu, pada akhirnya  belajar menguatkan, saling mendukung ketika mulai lelah, serta menghibur. Sakitnya Yuan, membuat cara pandang Dimas pada Dinar berubah. Perempuan itu menjadi dewasa dengan sendirinya. Dinarlah yang  lebih sering menenangkannya, saat Dimas berada di ambang kegalauannya. Padahal, Dinar yang nampak lebih lelah.

Jujur saja, selama ini, Dimas  memandang sosok istri keduanya adalah anak manja yang hanya mampu melakukan apa pun karena bantuan Rum, abdi dalemnya. Namun, dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat cara Dinar mengurus Yuan, persepsi buruknya tentang perempuan berkulit bersih itu menguap, berganti dengan rasa kagum yang luar biasa.

"Raden, hari ini, apa aku bisa keluar sebentar," Dinar meminta izin di satu pagi, saat keduanya berada di ruangan rawat inap.

"Iya. Pergilah, Din. Sebaiknya, kamu istirahat dulu barang beberapa hari," ujar Dimas Anggoro.

Dinar tersenyum. "Setelah urusanku selesai, aku akan ke sini lagi, Raden. Di sini pun Dinar bisa istirahat, kok," ujar Dinar.

"Minta Pak Triman antar kamu, ya," ujar suaminya.

"Iya." Dinar berjalan ke pintu, tapi langkah kakinya urung, lalu menatap Dimas Anggoro yang tengah khidmad menatap wajah Yuan yang terlihat tenang di antara peralatan medis yang tertanan di tubuhnya.

"Raden."

Dimas Anggoro menoleh, menatap Dinar sendu.

"Jangan lupa makan, ya? Saya ndak akan lama," ujar Dinar sembari tersenyum. Dimas Anggoro pun membalas senyuman Dinar.

Lalu, perempuan itu menghilang dari balik pintu. Dimas kembali menatap Yuan. Mengambil jemari-jemari tangan istrinya, lalu mengecupnya. Dimas kembali menyeka air matanya, yang bergulir tanpa di minta.

***

Sesampainya Dinar di pekarangan rumah, ia melihat Rum tengah berlari ke arahnya.

"Ndoro Ayu," ujar Rum ketika jarak mereka telah dekat dan Dinar sudah turun dari mobil.

"Ada apa, Rum?"

"Ndoro kakung sakit. Semalam masuk  rumah sakit," ujarnya.

"Apa!" Dinar tak percaya. Mengapa dalam kondisi seperti ini, ayahnya pun harus masuk rumah sakit.

"Sakit apa, Rum?"

"Perutnya sakit, itu saja yang saya tahu. Harus operasi katanya, Ndoro. Dan, rencana operasinya hari ini."

"Iya, Rum. Aku ke rumah sakit sekarang," ujar Dinar Ayu sambil kembali masuk ke dalam mobil. Pak Triman pun mengantarkannya ke Rumah Sakit langgananan keluarga Dinar.

***

Malam itu cuaca benar-benar tidak bersahabat. Sebuah taksi membawa Dimas Anggoro pulang, setelah Liu San memaksanya untuk beristirahat. Dokter muda itu tak sampai hati melihat Dimas Anggoro yang nampak pucat, dengan mata sembab. Oleh karena itu, ia berjanji, akan menjaga Yuan dan meminta suami sahabatnya itu untuk pulang; beristirahat di rumah. Karena hari sangat larut. Seluruh lampu telah padam. Dimas masuk, ia heran rumah dibiarkan dalam kondisi tidak terkunci. Ia memanggil Mbok Nah dan Dinar. Namun, tidak ada satu jawaban pun. Dimas coba memainkan saklar lampu, ternyata, lampu memang padam. Setelah beberapa kali dia coba menekannya.

Perlahan, Dimas Anggoro menaiki tangga pelan-pelan, di bantu oleh cahaya kilat yang masuk dari celah-celah jendela. Nampaknya, kelelahan membuatnya tak peduli dengan kondisi udara yang mulai lembab. Langkahnya terhenti, ketika berada tepat di depan kamar Dinar. Pintu kamar istri mudanya itu sedikit terbuka.

Kaum BendoroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang