Part 1

703 49 9
                                    

Aku melihat Yuqi sedang menyiram bunga di taman depan saat aku hendak memasuki rumah. Di seberang sanadi samping kanan rumahku aku melihat nenek tengah sibuk dengan bunga Matahari kesayangannya. Masih seperti orang kolot di pedesaan, nenekku masih mempercayai kepercayaan jika bunga Matahari adalah bunga pembawa ketenteraman, kebahagiaan dan keharmonisan. Sama seperti hal-hal kuno seperti perjodohan yang aku alami misalnya.

“Hai,” sapa Yuqi.

Aku tersenyum tipis dan berjalan ke arahnya. Meletakkan tas tanganku sejenak ke atas kursi.

“Bagaimana dia?” tanya Yuqi penasaran.

Aku mengernyit sejenak, namun segera paham. “Alex masih jauh lebih baik,” jawabku jujur. Yuqi tersenyum tipis, tidak kaget dengan jawaban yang aku berikan.

“Kau masih tidak bisa melupakan Alex?” tanyanya.

Aku menghela nafas jengah. “Kau tahu sendiri kan bagaimana keadaanku beberapa hari ini? mungkin untuk sekarang akan lebih mudah melupakannya karena aku akan punya kesibukan baru. Sepertinya Dokyeom akan cukup menyita waktuku.”

“Jadi, kau berencana untuk bertunangan dengan dia? Apa kau yakin?”

“Yakin tidak yakin aku memang harus menjalaninya. Memangnya aku punya pilihan lain?” balasku sarkatis.

“Miyeon eonnie…”

“Aku tidak ingin membicarakan ini sekarang, oke?”

Aku pun mengakhiri percakapan kami. Kemudian jeda lama, kami sama-sama diam dalam aktivitas masing-masing. Yuqi tengah menyiram bunga, sedangkan aku menghitung jumlah kelopak bunga mawar.

“Nenek memanggilmu,” kata Yuqi sambil menyikut tanganku.

Aku bahkan tidak sadar jika sedari tadi aku melamun. Tanpa membuang waktu aku berjalan mendekat ke arah nenek. Aku melihat wanita tua yang membesarkanku itu dengan teliti. Rambutnya sudah tampak memutih. Kacamata yang selalu bertengger di hidungnya tampak begitu kuno. Pernah, aku menawarkan untuk membelikannya yang baru tapi dia menolaknya. Ya sudahlah, pikirku.

“Kau kemana saja hari ini?”

“Aku bertemu Dokyeom.”

“Bagaimana dia? Apa dia baik padamu?” tanyanya bersemangat.

“Ya, dia baik dan…tampan,” jawabku. Entah bagaimana caranya sehingga kalimat pujian itu lolos dari bibirku.

Tapi aku tidak menyesal mengatakannya. Aku bisa melihat raut kelegaan terpancar dari wajah nenek. Setelah sekian lama aku hidup bersamanya, aku bahkan nyaris tidak pernah membuatnya tersenyum.

Dia menyayangiku seperti dia menyayangi Yuqi, sekalipun dia tidak menyukai ibuku. Kasih sayang yang diberikannya untukku, tak kan sebanding dengan pengorbanan apapun yang aku lakukan.

“Kemarilah! Sekali-sekali bantulah aku merawat bunga ini. Sewaktu kecil kau kan sangat menyukai bunga Matahari, kenapa sekarang kau bahkan tak peduli?”

Aku mengikutinya dari belakang. Dia membawaku ke padang bunga Matahari di samping rumahku. Entah sudah berapa lama aku tidak mengunjungi padang bunga ini, terakhir sekitar enam tahun yang lalu seingatku.

“Aku tidak ingat pernah menyukai bunga Matahari,” jawabku menerawang.

“Ya, kau terlalu sibuk dengan urusanmu sendiri sampai-sampai kau melupakan hidupmu. Lihatlah dirimu! Agak terlihat kusut. Pergilah ke salon dan rawatlah dirimu. Apa perlu aku yang menyeretmu ke sana?”

“Nenek…,” rengekku. Aku pun tertawa kecil mendengar celotehannya. Aku selalu menyukai disaat-saat seperti ini. Seolah semuanya masih belum terjadi.

LIAR [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang