Five days later…
Angin berhembus kencang dari jendela kantor yang terbuka. Angin musim dingin Seoul benar-benar tidak sehat untukku. Mataku menerawang menatap jalanan. Otakku masih tidak bisa berkompromi, dan lagi harus memikirkan kejadian beberapa hari yang lalu.
Menjijikkan sekali rasanya saat sesuatu mengubahku menjadi seperti ini. Soyeon bahkan mengatakan jika sekarang aku berubah menjadi gadis menye-menye. Oh well, bisakah aku mencekiknya? Tentu bisa jika saja suami tersayangnya itu murah senyum dan rela istrinya menderita.
Kuhirup napas dalam-dalam. Kembali duduk di bangku kerja. Akhir-akhir ini aku suka sekali dengan ruangan ini. Wangi pengharum ruangan yang menyeruak mengisi indra penciumanku setiap pagi, warna cat dinding yang mendamaikan hati dan lain semacamnya; yang dulu tak pernah aku perhatikan ternyata begitu menarik.
Tok tok…
“Masuk,” kataku.
Hari ini ada meeting mendadak dengan seluruh pemegang saham. Pagi tadi Jisoo meneleponku dan mengabarkan berita buruk ini. Aku masih tidak terlalu mengerti apa penyebab pastinya. Yang aku tangkap hanya; perusahan sedang mengalami kesulitan.
“Oh Choi Yuju….”
Yuju tersenyum tipis ke arahku. Meletakkan sebuah map coklat di samping komputerku. Aku mengernyit, tidak biasanya Yuju secara istimewa mendatangi ruanganku seperti ini. Seringkali kami bertemu di luar kantor, menikmati secangkir vanilla latte bersama.
“Akhir-akhir ini kau tampak sangat menikmati pekerjaanmu,” komentarnya.
Aku tersenyum tipis. kubuka map yang diberikannya, isinya dua lembar kertas berupa data perusahaan. “Apa ini?” tanyaku tak mengerti.
Wanita muda itu mendesah sesaat, “Direktur memintaku memberikannya padamu. Rapat kali ini bukan rapat biasa, Presiden Direktur beserta wakilnya akan turut hadir….”
“Apa ini laporan palsu?” Aku menatap Yuju tajam. Tanganku terkepal tak percaya. “Kutanya sekali lagi, apa ini laporan palsu?”
Yuju tampak terkejut, tapi sesaat kemudian dia tersenyum. “Kau memang cerdas Miyeon,” gumamnya. Aku mengabaikan pujian yang dilontarkannya. Seketika kekecewaan itu menelusup hatiku.
Demi Tuhan, kenapa Dokyeom harus memperlakukanku seperti ini? Setiap malam aku berdoa pada Tuhan, pada bintang di langit lepas agar aku bisa membencinya. Dan hingga saat ini tampaknya itu adalah hal sia-sia. Aku harus menahan diri untuk tidak menatap dan menghambur memeluknya setiap kali melihatnya.
Saat itu, pertengkaran kami. Aku bersikap kekanak-kanakan dan pergi begitu saja meninggalkannya. Aku berharap dia berlari mengejarku dan membantah semua apa yang kukatakan. Tapi hingga keesokan paginya, aku bahkan tak mendapati kabar apapun darinya. Apa yang aku harapkan darinya? Cinta? Bahkan Dokyeom tak mempercayai kemampuanku.
Apa-apaan ini? Kepalaku pening seketika. Tanganku segera berpegang pada meja kerjaku. Sebenarnya apa yang sedang terjadi, hingga Dokyeom bahkan menyiapkan laporan palsu seperti ini?
“Miyeon…are you okay?”
Aku mengangguk sekilas. Yuju menawarkan diri untuk menyiapkan teh dan obat sakit kepala yang segera kutolak. Aku hanya butuh berpikir seorang diri. Mencerna segala sesuatu yang aku lewatkan demi perasaan konyol yang bahkan tak terlupakan.
–
Kantung mata yang tercipta di bawah mataku (efek tidur yang tak teratur) berakibat menghalangi pandanganku. Terkadang, aku merasa bahwa yang aku lihat hanya sebuah ilusi. Tapi untuk dikatakan sebagai ilusi, hal itu terlalu nyata. Bagaimana bisa bayang-bayang bisa berbicara?
KAMU SEDANG MEMBACA
LIAR [✔]
FanfictionI lie to myself all the time. And I'm wondering, what the sh*t exactly are we looking for?