"Help me!"
Suara itu kian jelas terdengar, membuat seluruh sel saraf di tubuh William memantik dirinya untuk berlari menemui siapa pun petugas di rumah sakit dan urung membuka lemari. Pria berambut putih itu tak bisa berpikir jernih ketika bayangan suhu dingin di dalam lemari jenazah bisa menyebabkan henti jantung pada manusia. Dirinya berpacu dengan waktu, terlalu takut jika dalam waktu kurang dari empat menit terjadi kematian batang otak pada manusia ajaib yang bangkit dari kematian.
"Tolong, ada suara perempuan di kamar jenazah!" seru William dengan muka pucat pasi saat berpapasan dengan seorang perawat laki-laki berambut blonde berbaju ungu.
"What the hell!" seru perawat seraya menekan alarm code blue di pintu masuk ruang jenazah kemudian berlari mendekati almari penyimpanan nomor 1025. "Mengapa bisa terjadi?"
"Aku tidak tahu. Kau harus menyelamatkannya sebelum dia kembali mati!" tandas William dengan intonasi tinggi.
Dengan gerakan cepat, perawat segera membuka kunci peti pendingin 1025 tanpa berpikir panjang bahwa di dalam berisikan tubuh mayat yang baru diautopsi hari ini. Dalam hitungan sepersekian detik, pintu peti berbahan besi itu terbuka cepat menampakkan tubuh perempuan yang diselimuti kain putih tipis. Perempuan berambut ginger bangkit dengan kedua iris mata menyala yang berbeda warna. Iris mata kanan berwarna keemasan, sedangkan iris mata kiri berwarna hijau zamrud yang begitu mencolok. Dia mengaum lalu melompat dari lemari sambil berkata,
"Ular! Ular! Ular!"
Tubuh perempuan itu tidak tertutupi sehelai benang pun. Dia seperti kehilangan akal ketika memorak-porandakan beberapa alat medis di ruang jenazah. Bahkan ketika dirinya melihat jasad istri dan anak William yang tertutupi kain, kedua matanya semakin menyala dengan menampakkan gigi taring.
Kedua lelaki itu tercengang dengan apa yang dilihat, perempuan yang lebih mirip seperti monster dalam cerita anak-anak kini memandang nyalang lalu mendesis seraya menjulurkan lidah seperti ular. Perawat berusaha kabur untuk memanggil bala bantuan, namun tidak berhasil ketika bahunya dicabik tanpa ampun.
Teriakkan tak terelakkan hingga tubuh besar perawat ambruk ke lantai dengan darah yang mengucur deras. Pupil biru William melebar dan tidak sengaja dia tersandung kakinya sendiri. Pantatnya mendarat di lantai mengenai darah yang masih mengalir dari tubuh perawat. William tidak yakin apakah lelaki itu masih hidup atau pingsan melihat luka robek yang cukup besar dan bisa saja memutus karotisnya.
"Ka-kau boleh me-membunuhku," ucap William terbata-bata, memejamkan kedua mata melihat tubuh molek perempuan itu. "Ja-jangan tubuh istri dan anakku di sana." Dia menunjuk dua brankar di belakang si manusia aneh.
Tidak ada respons. William mencoba mengintip dari balik bulu matanya. Si monster meringkuk sembari melihat tubuhnya sendiri dengan bingung. Sejenak, perempuan berkulit pucat seperti batu pualam menangis membuat William tertegun. Antara takut dan ragu, diraihnya kain putih yang tergeletak di lantai lalu memberikannya pada perempuan yang baru saja bangkit dari kematian.
Sedetik kemudian, beberapa perawat dan dokter datang. Mereka menjerit histeris melihat tubuh perawat berambut blonde terkapar tak berdaya dengan genangan darah segar di lantai. Mereka memandang perempuan berselimut kain putih dengan mulut yang berlumuran darah, mayat yang sudah diautopsi mendadak hidup dengan tanpa luka sedikit pun.
"Matt! Matt!" pekik perawat berkulit hitam menghampiri jasad Matt. "Dia tewas! Matt tewas!"
"Apa yang terjadi di sini! Ya Tuhan, kenapa dia bisa hidup!" seru dokter berkacamata meraih gunting dari atas meja petugas kamar jenazah.
"Bagaimana dia bisa hidup lagi setelah pihak dokter forensik sudah menyatakan bahwa dia meninggal karena bisa ular mematikan?" sahut perawat lain yang berusaha memindahkan jasad Matt.

KAMU SEDANG MEMBACA
Half Blood Queen (END)
Fantasía#PEMENANG WATTYS 2020 KATEGORI PARANORMAL🎉 Bangkitnya Stella Rogers sebagai klan terakhir rubah merah berdarah campuran membuat para vampir berlomba-lomba memiliki darah Sang Half Blood. Meski telah mengganti nama, mengubah warna iris mata, hing...