Kapal pesiar bercat hitam metalik melaju dengan santai melintasi sepanjang sungai Gordon yang membelah hutan belantara Taman Nasional Franklin. Udara yang bersahabat dan cuaca cerah di bulan Februari tahun ini memang cocok untuk melakukan perjalanan. Termasuk beberapa turis yang terlihat asyik memotret dengan latar belakang deretan hutan yang menjulang tinggi dari jenis pinus huon dan eukaliptus.
Arus sungai yang begitu tenang dihiasi kicauan burung-burung endemik Pulau Tasmania yang beraneka ragam; Burung Sariawan, Burung Periwrens yang memiliki dahi berwarna biru cerah mencolok, hingga Tasmania Rosella atau Burung Beo khas Tasmania. Selain itu, gesekan dedaunan di antara pohon-pohon itu seakan menambah rasa nyaman para turis, hingga tiba-tiba salah satu di antara mereka berteriak histeris membuat semua orang terperanjat kaget.
"What's wrong, Marry?" Lelaki bertubuh gembul menatap wanita di sampingnya. "I'm so sorry, mungkin dia terlalu banyak melamun, Tuan dan Nyonya," lanjutnya merasa kikuk melihat istrinya bertingkah tidak sopan di depan umum.
"Bukankah batu itu terlihat seperti manusia, Freddy?" Marry—wanita berambut blonde yang wajahnya terlihat pucat menunjuk ke arah kanan sungai dengan gemetaran. "Mengapa bentuknya aneh?"
Freddy menyipitkan kedua mata. "Hei, Man. Bisakah kita mendekati benda itu?" teriaknya pada kru kapal.
"Tidak bisa, Tuan. Kita memiliki waktu tur yang terbatas," kata kru kapal berseragam hitam dan putih.
"Kupikir itu tidak sekadar batu," sahut penumpang lain yang berdiri tak jauh dari Marry. "Bagaimana jika itu mayat yang mengapung dari dasar sungai?"
Semua orang bergidik ngeri sambil berbisik. Kedua mata dan pikiran mereka memang tidak bisa menyangkal pada keanehan batu berwarna coklat kehitaman yang sangat mirip dengan seorang manusia dalam posisi menungging. Bahkan salah satu penumpang lain berkata bahwa batu itu mirip batu yang berada di Indonesia di mana ada mitos batu Malin Kundang yang sangat populer.
"Sebaiknya kau menelepon polisi. Aku yakin batu itu bukan sekadar batu," ujar Freddy pada kru kapal.
####
Penemuan bongkahan mirip dengan manusia pun menggegerkan warga di kota Strahan, Tasmania. Pihak kepolisian dibantu dengan tim arkeologi forensik berhasil memindahkan batu seberat 55 kilogram untuk diteliti di pusat kota Hobart. Sedangkan lokasi kejadian diberi pembatas kuning untuk penelitian lebih lanjut yang memungkinkan ditemukannya situs sejarah, termasuk sisa tengkorak makhluk hidup di jaman purba maupun jaman es.
Awalnya banyak yang mengira bahwa bongkahan itu berisi korban pembunuhan, hingga muncul spekulasi adanya pembunuhan berantai. Mengingat beberapa minggu ini banyak orang-orang yang mendadak menghilang. Namun, melihat kondisi kerakal besar dan mayat yang ditemukan pada umumnya, membuat sebagian orang menebak mungkin dia bukan korban pembunuhan. Melainkan mumi jasad seorang wanita suku Aborigin yang tewas tenggelam di sungai selama ratusan tahun lamanya hingga endapan lumpur serta arus sungai membawanya muncul ke permukaan.
"Sungai Gordon tidak memiliki arus sungai yang deras, mana mungkin jika batu itu mengapung dengan sendirinya?" tanya salah satu polisi yang bertubuh kurus ketika melihat penampakan batu di ruang forensik. "Kecuali dia adalah batu apung yang berukuran sangat besar, tapi aku masih tidak yakin. Ini mustahil bukan?"
"Kalaupun mayat, harusnya tidak seperti ini. Bahkan hewan yang tenggelam di sungai pun akan mengalami edema di seluruh tubuhnya dan tidak serta merta menjadi batu. Ini aneh." polisi lainnya berpendapat. "Jika dia adalah salah satu daftar korban hilang, maka ini menjadi sebuah pertanda baik. Kita bisa menangkap pelakunya."
"Benar, kuharap begitu."
Kemudian, seorang lelaki memakai kemeja kotak-kotak dan berkacamata tebal dengan sebuah kartu tanda pengenal bertuliskan 'Nicholas Houston' datang. Dia mendekati batu itu dan menyentuhnya dengan tangan terbalut sarung tangan berwarna putih. Kedua alisnya bertaut merasakan tekstur lembut bongkahan berbentuk wujud manusia, setelah dibersihkan oleh tim arkeolog dengan air tekanan tinggi. Ragu-ragu, dia menekan sisi bongkahan dengan sedikit dorongan.
Alangkah terkejutnya ketika hasil gencetan tangan Nicholas membuat sebuah cekungan dalam. Dia mengernyit semakin penasaran lalu mencoba memasukkan jarinya untuk menemukan sesuatu di balik benda aneh di depannya ini. Sembari mencoba meraba, dia merasakan sesuatu yang lebih kenyal daripada tekstur batu yang keras. Nicholas mencungkil lapisan endapan lumpur yang mulai melunak dan tampaklah sesuatu berwarna putih pucat menyerupai kulit manusia.
"Jack! Jack!" teriaknya dengan mata melotot. "Ini bukan batu! Ini mayat!"
Kedua polisi itu terkejut bukan main saat Nicholas mengeruk lapisan endapan lumpur yang membungkus mayat itu. Mereka semakin dibuat penasaran saat Nicholas memberanikan diri membongkar lapisan lumpur yang melapisi tubuh mayat. Dan semakin tercengang kala tahu di balik bongkahan besar itu ada seorang perempuan telanjang berambut ginger dengan banyak bekas luka cakaran yang terlihat masih sangat baru.
"Bagaimana mungkin?" tanya polisi bertubuh kurus yang dipanggil dengan sebutan Jack. "Ketika kami di lokasi, batu itu bukan sebuah endapan lumpur yang bilamana terkena air akan menjadi lembek. Bahkan seperempat dari batu itu terendam air sungai, bukankah harusnya dia lembek sejak awal?"
"Oke, sekarang aku yakin dia salah satu korban hilang, Jack," ucap teman polisi Jack dengan wajah pucat. "Psikopat atau sosiopat, aku yakin dia akan mendapat hukuman setimpal atas pembunuhannya."
Jack membisu dengan iris mata yang masih memandangi luka-luka yang berada di sekujur mayat itu. Keningnya berkerut, banyak pertanyaan yang menggerayangi benaknya namun seperti tidak ada benang merah. Tapi, dia pun setuju dengan pernyataan teman polisinya itu, mungkin saja ini adalah kasus pembunuhan berantai yang melibatkan seorang psikopat atau sosiopat.
"Kasus menarik," gumam Jack menoleh kepada temannya. "Sebaiknya kita bawa ke Royal Hospital saja."
####
Kepolisian Hobart dibuat bingung dengan penemuan yang berawal dari sebuah batu asing dan berakhir menjadi penemuan mayat perempuan dengan kondisi yang tidak membusuk sama sekali seolah dia baru dibunuh beberapa jam lalu. Tim dokter forensik meneliti jejak kematian pada mayat perempuan yang diperkirakan berusia enam belas tahun. Ajaibnya, tidak ada jejak identitas yang tertinggal di lokasi kejadian. Bahkan, di daftar pencarian orang hilang pun tidak ada ciri-ciri fisik yang sama dengan korban. Seolah-olah mayat perempuan itu orang baru di Hobart.
"Apa kau percaya teori konspirasi?" tanya Chloe—salah satu tim penyidik berambut pirang. Dia memijit keningnya sendiri, menatap deretan data-data di layar komputer bersama tiga rekannya. "Bagaimana mungkin dia bukanlah warga Hobart bahkan warga di negara ini? Sekalipun dia warga negara asing yang sengaja diselundupkan seseorang, harusnya para petugas imigrasi mempunyai datanya 'kan?"
"Ya, kau benar," jawab Oliver memandang serius foto-foto mayat perempuan yang diberi label Jane doe—mayat tanpa identitas di papan di sisi kiri Chloe. "Tapi, aku tidak percaya konspirasi atau apa pun itu, Chloe. Meski kita tahu bahwa mayat ini memang terbilang sangat dan sangat aneh." Lelaki plontos dengan mata biru terang menatap Chloe seraya mengatupkan bibir. "Aku bingung. Kepalaku rasanya ingin meledak mendapat kasus seperti ini."
Chloe menganggukkan kepala sambil mengusap tengkuk lehernya yang kaku. Dia tidak tidur beberapa hari demi memecahkan kasus misterius ini. "Bagaimana jika orang-orang yang hilang itu, bukan terbunuh karena serangan hewan, Oliver? Dan bagaimana jika tiba-tiba mereka akan muncul dengan pola yang sama?"
Oliver tertawa dengan suaranya yang terdengar seperti mengejek Chloe. "Oh ayolah, mana mungkin? Kita sudah menyusuri sungai Gordon, Chloe. Dan kita pun sudah memegang kasus itu hampir enam bulan. Hasilnya nol besar. Mereka hilang seperti asap dan menurutku tidak ada hubungannya dengan Jane doe."
Bibir tebal Chloe mengetat dengan rahang yang terkatup keras. Dia pun sama dengan Oliver, kepalanya hampir meledak mendapat dua kasus yang sama-sama membingungkan. Di sisi lain, para dokter menyimpulkan bahwa mayat itu bukan berasal dari Tasmania. Andaikan dia mumi terbaik, seharusnya kulit mumi tidak pucat seperti ciri fisik orang Eropa pada umumnya melainkan coklat kehitaman khas suku Aborigin. Mereka berpendapat kalau mayat itu juga memiliki kelainan genetik pada iris matanya yang memiliki perbedaan warna yang tidak dimiliki manusia.
Hasil dari ekstraksi hati ditemukan kandungan racun ular yang cukup banyak disertai luka bekas cakaran hewan sedalam kurang lebih lima senti. Tapi, tidak ditemukan retak baik di tulang dada maupun tulang tengkorak. Mereka menduga mayat itu tewas akibat serangan binatang buas serta gigitan ular besar, tapi belum bisa memecahkan masalah mengapa tubuhnya bisa terbungkus oleh endapan lumpur hingga menjadi batu di sungai. Seraya menunggu penyelidikan lebih lanjut oleh tim penyidik kota Hobart, akhirnya, tubuh Jane doe disimpan di lemari khusus dengan suhu empat derajat Celsius untuk dilakukan penelitian lebih dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Half Blood Queen (END)
Fantasy#PEMENANG WATTYS 2020 KATEGORI PARANORMAL🎉 Bangkitnya Stella Rogers sebagai klan terakhir rubah merah berdarah campuran membuat para vampir berlomba-lomba memiliki darah Sang Half Blood. Meski telah mengganti nama, mengubah warna iris mata, hing...