19

7.2K 436 58
                                    

Jimin sedang tiduran di kasir empuk miliknya. Tadi jimin sempat di ajak taehyung untuk pergi bermain dengan teman temannya. Namun jimin menolak, dengan alasan dia harus membuat tugas dan takut merepotkan. Padahal itu hanya kebohongan belaka, dia terlalu canggung dengan taehyung.

Ahh, jim kau sudah terlalu sering berbohong.

Hari ini seharusnya jadwal cek up jimin. Tapi jimin terlalu malas untuk pergi sendiri, biasanya dia akan di temani yoongi hyung.

Jimin jadi merindukan hyungnya.

Getaran dari ponselnya mengalihkan atensi jimin. Jimin membuka sebuah pesan yang masuk ke ponselnya dari yoongi hyung.

Chim, hari ini jadwalmu kan?. Pergi lah kerumah sakit, tak ada penolakan. Mian tak bisa menemanimu. Hyung akan pulang cepat. Hyung menyayangimu.

Jimin mendengus, dengan gontai jimin mengambil jaket dan pergi menuju rumah sakit.


Saat pengobatan jimin merasa lebih sakit dari pada biasanya, tapi sejin hyung ada di sampingnya dan menyemangatinya. Setelah selesai jimin merasa tubuhnya lemas.

"Jim, pasti kau lelah. Istirahatlah setelah kau baikan baru kau boleh pulang", ucap sejin. Jimin hanya mengangguk lemah.

16:00 KST

Jimin terbangun dari tidurnya. Tubuhnya mulai terasa segar. Perlahan jimin bangkit dan meminta izin kepada sejin untuk pulang. Setelah di berikan nasehat panjang barulah jimin di izinkan pulang.

Saat di jalan, jimin melihat jin hyung sedang memasuki supermarket yang tak jauh di depannya. Jimin mengikuti jin hyung.

"Hyung apa yang kau lakukan? ", tanya jimin setelah sampai di samping jin hyung. Jin hanya merotasi matanya malas.

"Hyung beli bahan makanan, kenapa tidak memintaku saja. Jadi hyung tak perlu repot keluar rumah", jimin masih mengoceh walau di abaikan jin hyung.

"Bisakah kau pergi saja. Kau sangat mengganggu", seru jin.

"Ya hyung, aku inikan adikmu. Aku ingin bersamamu",

"Huh, Adik? ", jin tersenyum meremehkan.

"Adikku hanya yoongi, hoseok, namjoon, taehyung dan jungkook. Kau siapa? Kau bukan adikku", ucapan jin begitu menusuk. Jimin tersenyum kecut.

"Aku juga lahir dari rahim eomma. Aku juga anak kandung appa. Berarti aku adikmu", jimin masih belum menyerah.

"Apakah ada anak yang membunuh orang tuanya? ", pertanyaan jin seperti pedang yang menikam tepat di jantung jimin. Jimin terdiam, sedangkan jin dia malah pergi meninggalkan jimin menuju kasir.

Jimin tersadar dari lamunannya. "Aku tak punya waktu banyak. Aku harus meluruskan ini semua", jimin berlari keluar mengejar jin hyung.

"Hyung tunggu aku", jimin berjalan di sampin jin.

"Hyung biar ku bawa ini", jimin merebut kantung belanjaan dari tangan jin. Jin menghela nafas kasar.

"Ya!, bisakah kau berhenti mengganggu hidupku dan dongsengku?. Kau terlihat seperti pengemis. Berhentilah mengemis kasih sayang dari kami!. Enyahlah jim! ", setelah jin mengucapkan kata kata itu dia pergi meninggalkan jimin.

"Hyu-", ucapan jimin terhenti saat ponselnya berbunyi. Jimin mengangkat telfonnya.

"Wae hyung? ", tanya jimin

"Chim kau di mana? ", tanya orang di seberang sana.

"Aku sedang di luar. Aku akan segera pulang",

"Eoh, hati hati chim",

"Ne kookie hyung", jimin menutup telfon dari jungkook.

"Aah hyung tunggu aku", jimin mengejar jin yang sudah di seberang jalan.

Dengan cepat jimin mengejar jin hyung sebelum dia benar-benar di tinggal.

Tiiinn
Tiiinnnn!

Jimin menoleh kearah kanan, matanya membulat. Sepersekian detik kemudian jimin merasa tubuhnya melayang dan terseret cukup jauh ke bahu jalan.

Jimin tidak merasakan apapun, dirinya seolah kaku dan beku. Bahkan menggerakkan satu jari pun jimin tak bisa. Jimin hanya mendengar banyak teriakan.

Matanya memberat, sebelum jimin menutup matanya, jimin dapat melihat seseorang berlari ke arahnya. Dengan senyuman perlahan mata sipit itu tertutup sempurna.

Jin pov

"Ya!, bisakah kau berhenti mengganggu hidupku dan dongsengku?. Kau terlihat seperti pengemis. Berhentilah mengemis kasih sayang dari kami!. Enyahlah jim! ", setelah mengucapkan kata kata itu ada rasa sesal timbul dihatiku kala melihat wajah murung jimin. Namun dengan cepat ku sangkal.

Aku pergi meninggalkannya, dia terlihat sedang mengangkat telfon entah dari siapa.

Saat aku sudah sampai di seberang jalan jimin memanggilku.

"Anak itu sangat merepotkan", dia terlihat mengejarku.

Tiiin
Tiiiinnn!

Bunyi klakson mobil yang memekakkan telinga mengejutkan ku. Setelahnya aku mendengar banyak teriakan. Aku tak tau apa yang sedang terjadi. Perasaanku berubah menjadi sangat buruk. Dimana jimin, bukankah dia sedang berlari ke arahku. Kemana anak itu.

Aku mendekat kearah kerumunan orang. Aku melemas, darah. Banyak darah di sana. Bukan, jin bukan takut darah. Jimin!

Jiminnya!

Jin berlari kearah orang yang tergeletak dan bersimbah darah.

Jin segera memangku jimin.

"Jim, hey bangun kumohon buka matamu", jin menatap nanar tangannya yang penuh darah.

"Ya!. Kau jangan seperti ini jebal! ", jin berteriak seperti orang gila.

"Jimin!. Bodoh buka matamu!. Aku ini hyungmu dengarkan perintahku! ", mata itu masih setia terpejam.

"Tuan, aku akan bawa adikmu ke rumah sakit", seseorang menawarkan bantuan.

Jin segera mengangkat tubuh jimin memasuki mobil orang tersebut.

Sesampainya di rumah sakit jimin segera di bawa ke ruang UGD.

Jin terduduk di depan ruangan. Meremas rambutnya frustasi.

Apa ini, bukankah jin membenci jimin. Bahkan tak menganggapnya adik. Lalu kenapa bersikap seperti orang gila saat semua ini terjadi.

Jin terisak keras, "aaaarrgghh", jin meninju dinding yang ada di sampingnya.

Kenapa penyesalan selalu datang di akhir. Tak bisa di sangkal, jin itu menyayangi jimin, hanya kabut egonya saja yang terlalu tebal. Jika waktu bisa di putar jin pasti akan memeluk erat jimin dari pada membentaknya. Jin pasti akan melindungi adiknya dari pada melukainya.

Tapi semuanya sudah terjadi. Waktu tak bisa di putar lagi. Hanya penyesalan yang tersisa.

Sekarang jin hanya bisa menangis keras. Menyesal, sungguh. Jika saja tadi dia tak membentak jimin, jika saja dia tak memaki jimin, jika saja dari awal jin tak menyalahkan jimin atas semua yang terjadi pada orang tua mereka, ini semua tak mungkin terjadi.

Tuduhan yang di lontarkan kepada jimin kecil itu sungguh tak logis. Jimin kecil tak mungkin menjadi penyebab kematian orang tuanya. Jimin kecil tak tau apa-apa. Yang dia tau dia hanya ingin bermain di taman.

Lalu kenapa kau baru sadar sekarang jin?

"Mian. Seharusnya aku bisa menjadi pengganti orang tua bagi jimin, menjaganya dan memberinya kasih sayang. Seharusnya aku bisa berpikir lebih dewasa",

Nikmati penyesalanmu jin

Gwaenchana || pjm ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang