Happy Reading
.
.
.
.Aku saranin play musik di multimedia / lagu sedih versi kalian
"Aku tidak membencimu Kim So Eun"
So Eun langsung menghentikan langkah dan menolehkan sedikit, ia tersenyum samar, "gomawo" balasnya dan berlalu pergi meninggalkan Kim Bum di taman belakang rumahnya.
"Aku hanya takut saat aku peduli, kau malah pergi" lirih Kim Bum yang masih setia menatap punggung mungil yang kian menjauh entah So Eun mendengar ucapannya atau tidak.
Kim Bum mendudukkan dirinya di bangku dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ingatannya kembali berputar dimana ibunya meninggal dihadapannya dan saat ia sentuh tangan ringkih ibunya.
Karena itu ia tidak pernah mau peduli lagi pada siapapun walaupun itu adiknya sendiri,Kim Bum tidak pernah peduli. Persetan dengan sikap peduli tapi berakhir ditinggalkan.
BLAM
So Eun menyandarkan tubuhnya di pintu kamar yang baru saja ia tutup.
"Hiks... hiks.. hiks.." ia butuh pelukan, pelukan seorang Kim Sang Bum yang mengutkannya tapi itu tidak akan pernah ia dapatkan selamanya.
"Hiks... hiks"
Untuk pertama kalinya setelah kematian ibunya 10 tahun silam Kim Bum kembali meneteskan air matanya.
Tes
Tetesan air matanya jatuh tepat di ujung sepatu putih yang dipakai olehnya.
"Gwaenchana?" Kim Bum cepat-cepat mengelap matanya menggunakan punggung tangan dan menoleh kesamping dimana ada pria paruh baya yang sangat ia kenal.
"Paman" pria paruh baya itu tersenyum kecil ke arah Kim Bum.
"Ehm. Kalian bertengkar?" Tanya ayah So Eun dengan wibawanya.
Bungkam
Itulah yang dilakukan pria muda bermarga Kim.
"So Eun... huft uri So Eun sudah kehilangan ibunya sejak usia 3 tahun. Di tahun itu juga So Eun di vonis memiliki penyakit jantung. Jantungnya sangat lemah, Paman merahasiakan penyakit itu darinya sampai ia sadar dan So Eun ceria berganti begitu cepat menjadi So Eun pendiam. Suatu hari semangatnya tumbuh lagi, kau tahu karena apa?" Kim Bum menggelengkan kepalanya tak tahu.
"Seorang anak laki-laki yang tidak dikenal menghapus air matanya" ujar ayah So Eun menerawang jauh ke masa lalu.
"Dan anak itu.. kau nak, kau anak laki-laki yang menghapus air mata So Eun, saat kalian berumur 6 tahun" Kim Bum menoleh kaget, benarkah? Kenapa ia tidak ingat.
"Sejak saat itulah Paman selalu ingin kau berada disisinya karena kau semangatnya. Hidupnya hanya berputar padamu dan Paman minta maaf soal itu, jangan salahkan So Eun. Maaf jika Paman buta dengan perasaan mu yang tak nyaman di sisinya"
Tidak, Kim Bum benar-benar ingin membantah pemikiran pria paruh baya itu tapi mulutnya seakan terkunci rapat.
"So Eun sudah menceritakan segalanya, dan mulai hari ini pertunangan kalian batal. Kau bebas nak, melakukan apapun yang selama ini kau impikan terutama memiliki kekasih"
Kim Bum ingin marah ini tidak adil kenapa tapi lagi-lagi tubuhnya seakan tidak mau mematahui perintahnya.
Ayah So Eun tersenyum, ia menepuk pelan pundak Kim Bum, "jadilah laki-laki yang baik arra. Terimakasih sudah bertahan nak" setelah mengucapkan itu ayah So Eun beranjak pergi meninggalkan Kim Bum.