Chapter 8

984 192 48
                                    

Ada berjuta kebahagiaan yang bisa didapat dalam hidup, tapi ada juga berjuta kedukaan yang datang secara bersamaan. Yuki merasa ada pergolakan batin, nyaris membuatnya gila. Satu masalahnya belum usai, tetapi masalah serupa datang lagi. Kini, ia harus berbesar hati menuruti keinginan kedua orangtuanya. Perjodohan dengan laki-laki bujang berusia tiga puluh satu tahun, Orion Dirgantara kelihatan tampan dan mapan bagi dirinya. Yuki butuh laki-laki seperti itu untuk membesarkan Lovely. Tapi, apa ia harus mengorbankan perasaannya? Dan juga, bagaimana reaksi Stefan nanti? Yuki yakin remaja itu tidak akan diam saja. Dia, bisa melakukan hal yang tidak pernah Yuki duga atau pikirkan, selalu abu-abu.

"Jadi, kamu nikah di usia dua puluh lima?"

Ini sesuatu yang berat dikatakan. "Iya."

Rion tersenyum singkat, ia melihat mata jernih Yuki begitu meneduhkan. Jika dipikir-pikir lagi, Yuki yang asli sangat berbeda dengan yang ada di foto. Tidak salah Ayah dan Ibunya ngotot menjodohkannya dengan Yuki, meskipun mereka tahu jika wanita itu pernah menikah dan bahkan punya bayi. Rion menghembuskan napas pelan, kembali menatap ke depan di mana jalanan penuh kemacetan menjadi santapan setiap hari. Ini karena mereka baru saja menghabiskan waktu berdua, orangtua Yuki menyebutnya sebagai upaya pendekatan diri agar semakin dekat. Mau menolak pun, Yuki tidak bisa.

"Yuki, maaf sebelumnya karena aku lancang bertanya." Apa maksudnya? "Sepeninggal mendiang suamimu, kamu punya hubungan sama laki-laki lain nggak?"

Dada Yuki berdebar. "Kenapa?"

"Aku cuma mau mastiin aja." Rion berujar dengan diiringi senyum ringan. "Kalau memang kamu ada hubungan sama laki-laki lain, mungkin aku nggak bakal bikin kamu terikat perjodohan ini."

Masalahnya hanya satu, sadar atau tidak sadar dirinya, Yuki merasakan sebuah getaran aneh setiap kali Stefan berada di dekatnya, mengacau fungsi otaknya. Ia tahu, ini adalah hal tergila karena harus tertarik dengan bocah ingusan itu. Yuki pikir ia telah melakukan kesalahan besar, ia berdosa.

"Kita udah sama-sama dewasa, aku yakin kamu bisa mengambil keputusan dengan matang mengenai perjodohan kita."

Ada banyak sekali perbedaan Rion dan Stefan, mereka berdua seperti dua sisi mata uang. Pembawaan Rion kalem, sedangkan Stefan seringkali meluap-luap. Yuki memang tahu Stefan termasuk siswa pintar di sekolahnya, tapi dia tidak terlalu pandai mengontrol diri. Setiap waktu bergulir, Yuki semakin tidak mengenali Stefan yang dulunya begitu sopan dan ramah. Oedipus complex, dia tertarik dengan wanita yang usianya jauh lebih tua, yang mana efeknya berimbas pada Yuki.

"Ah, udah sampai." Yuki terlalu sibuk dengan pemikirannya, sampai-sampai tidak menyadari mobil Rion yang telah berhenti di depan rumah. Laki-laki itu keluar dari mobil dan turun mengajak serta Yuki. Sampai di tahap ini, baik Rion maupun Yuki sebenarnya masih canggung. Mereka berdiri cukup lama di depan pagar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian, berakhir pada Rion yang mengawali. "Mengenai perjodohan kita. Aku harap kamu bisa memikirkannya matang-matang, Yuki."

Yuki tidak tahu harus membalas apa.

"Salam ke orangtuamu, aku pergi dulu."

Sungguh, ini sama seperti menyuruh Rion pergi jauh. Yuki salah memperlakukannya, sejak tadi Rion terus mengatakan banyak hal sedangkan ia sendiri hanya membalas sekenanya. "Hati-hati."

Ya ampun, harinya benar-benar buruk.

Yuki mengamati mobil hitam milik Rion yang mulai menjauh pergi, kemudian hilang di belokan. Baru seperti ini saja, Yuki dilanda perasaan takut memikirkan bagaimana reaksi Stefan jika ia akan segera dinikahkan. Seperti itulah, lalu perasaan takutnya itu mendadak menghantam saat mendapati kebaradaan Stefan yang baru muncul dari sisi pagar, masih mengenakan seragam sekolah lengkap dan wajahnya kelihatan muram. Mungkin dia sedang lelah, pikirnya. Tetapi jelas bukan itu yang mendasarinya muncul dalam keadaan seperti ini.

Last FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang