Pergi

197 52 0
                                    

"Fa.. kamu nggak pernah cerita soal ini sebelumnya. Ini mendadak banget loh" april menatap ku tak percaya

"Nggak lucu ah!" Santi melempar bantal guling ke wajahku

Pergi..ya itu keputusan paling tepat yang harus aku ambil. Banyak hal yang aku pertimbangkan. Aku tak ingin membuat april terluka karna menghadapi kenyataan, sang pujaan mencintai orang lain.

"aku sebenarnya sudah lama merencanakan untuk kuliah di Tangerang. Aku cuma belum sempet kasih tau kalian" jawabku sekenanya

"Iya, besok udah mau pergi, sekarang baru bilang. Nggak asyik..sumpah deh fa, kamu nggak asyik banget!"  baru kali ini aku melihat santi sekesal ini.

Aku hanya tersenyum..berusaha menyembunyikan sedih yang ku rasa. Aku tak ingin pergi membawa air mata dan lara.

"Apaan sih ah. Tangerang bengkulu bisa di tempuh 45 menit doang. Lebay banget deh kalian ini"  ujarku sembari berusaha terus tersenyum.

"Nggak asyik..pokoknya kamu nggak asyik!"  Santi keluar kamar dengan wajah kesalnya.

"Fa..kamu nggak harus melakukan semua ini untuk ku" April menatapku sedih

Aku tersenyum semanis mungkin. Aku tak ingin april melihat di kedalaman mataku bahwa aku pergi demi dia.

"Apa sih, GR banget. Aku emang udah lama mau kuliah di Tangerang. Di sini nggak ada jurusan sastra"

April memeluk ku erat

"Apa nggak bisa di rubah?" Air mata april jatuh

Ya Allah..berat sekali rasanya meninggalkan dua sahabat yang sudah ku anggap saudara.

Aku menggeleng

"Its final pril. Mohon doakan aku. Supaya aku bisa kuat menjalani hari hari aku tanpa kalian. Aku bakal sering telpon kok. Insya Allah"

Ku peluk april erat.

"Jaga kesehatan disana ya fa. Jaga diri juga baik baik. Jangan sembarangan pilih teman ya" suaranya semakin serak

"Insya Allah. Kamu juga baik baik di sini ya. Sibuk sama kuliah boleh. Tapi makan jangan telat terus"

Ku tahan tangis sekuat tenaga. Aku harus kuat .

                        @@@ 

Setelah berpamitan ke pimpinan pondok dan dewan guru, serta para santri, aku akhirnya harus segera pergi.

Aku lebih memilih pergi sendiri ke terminal bus simpang nangka. Aku tak mengizinkan april dan santi turut mengantar. Aku takut air mataku tumpah di hadapan mereka.

Selamat tinggal sahabat, selamat tinggal pondok, selamat tinggal semua kenangan.

Saat angkot yang akan membawaku ke terminal simpang nangka mulai melaju meninggalkan pondok, air mata yang sedari kemarin ku coba tahan akhirnya tumpah ruah membanjiri wajahku.

Ya Allah..sungguh sejujurnya berat sekali untuk ku meninggalkan semua ini. Tapi aku harus pergi. Semoga dengan kepergianku, kebahagiaan akan menjemput april.

Tiba di terminal, aku langsung mencari mobil angkutan yang akan masuk ke desaku.  Setiap hari hanya ada dua angkutan saja yang masuk ke desaku.

Setelah pesan tiket, aku mencari tempat duduk untuk beristirahat. Penumpang belum penuh, hingga harus menunggu beberapa saat.

"Sya!" Sebuah suara yang tiba tiba terdengar membuatku sangat kaget .

Saat aku mengangkat wajah, ternyata ustadz rizky sudah berdiri di dekatku. Ya Tuhan! Mengapa dia harus datang?

"Boleh duduk di sini?" Beliau menunjuk bangku kosong di dekatku

"Tafaddol ustadz" aku mempersilahkan

"Sya.. kenapa kamu harus pergi secepat ini?" Nada suara penuh kesedihan ku dengar jelas

"Afwan ustadz, sebenarnya ana sudah lama merencanakan ini. Hanya saja, baru sekarang waktu yang tepat"

"Tidak bisa kah kamu mempertimbangkan jawaban dari surat ana"

Ustadz rizky menatapku..segera ku tundukkan kepalaku dalam dalam.

"Tolong jangan tatap ana seperti itu ustadz. Ana mau minta maaf, jika selama ini ada kata atau prilaku ana yang mungkin menyakitkan antum.  Antum mungkin selama ini tak menyadari bahwa ada wanita lain yang sangat mencintai antum. Bahkan cinta itu terbawa ke alam bawah sadarnya"

"Sya, tolong jangan berkilah. Ana hanya butuh jawaban kamu atas perasaan ana. Bukan membahas wanita lain"

Aku menarik nafas panjang. Aku ingin segera berlalu dari situasi ini.

"Baiklah ustadz, ana minta maaf. Cinta adalah anugrah yang hadirnya tidak bisa di paksa. Ana harus jujur bahwa di hati ana sudah ada orang lain ustadz. Dia yang ana nantikan dan ana rindukan" 

ya Allah..berat sekali rasanya harus jujur tentang semua ini.

"Ohya?? Siapa laki laki itu?"

"Dia yang menelpon ana ketika kita berada di sungai"

Ku lihat ustadz rizky tertunduk.

"Ustadz, ustadzah april mengagumi antum. Namun kagumnya berujung cinta"

Ustadz rizky seketika mengangkat wajah dan kembali menatapku. Aku merasa risih dan ingin segera berlalu dari situasi ini.

Seorang laki laki paruh baya menghampiri kami

"Talang belitar dek?" Tanya padaku

Aku mengangguk cepat

"Iya pak"

"Ayo naik. Mobil sudah penuh. Kita berangkat sekarang"

Alhamdulillah..situasi ini betul betul menyelamatkanku.  Aku berdiri dan membawa tas ransel milikku

"Ustadz ana pamit. Maaf kalau selama ini banyak menyakiti. Asalamualaikum"

Aku tak ingin memberinya kesempatan berbicara. Tanpa menunggu beliau menjawab, aku segera berlalu menuju mobil.

Ustadz rizky menatap kepergianku dengan raut muka penuh kesedihan. Maafkan aku ustadz, sungguh hati ini penuh luka dan kesedihan saat sahabat terbaik merasakan sakit karna cinta yang tak terbalas.

Mobil melaju meninggalkan terminal bus simpang nangka. Meninggalkan semua kenangan. I'll be miss you so much.

Aku mengusap air mata yang tanpa terasa sudah mebanjiri wajahku. Ahhh...aku kuat menghadapi ini,insya Allah.

syaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang