Listen before i go

4.7K 644 64
                                    


.

.

"Apa Jadwal penerbangan ku sudah kau atur?"

"Ya Tuan. Anda melakukan penerbangan pukul 10.30 a.m , tepatnya 30 menit setelah pertemuan anda di Okinawa. "

"Baiklah tolong siapkan semuanya"

.

.

.

.

Pukul 10.06

"Hiks* hehehehe... Hiks* yakk Na Jaemin! Kau menangis? Buahahaha! Kenapa menangis?! Hiks* tak ada yang perlu ditangisi disini!! Hiks* kau menangisi pria keparat itu? Hahaha! Kau pasti sudah gila Na!!"

Disana, tepat didepan cermin kamar mandi yang sudah retak nyaris hancur. Jaemin menatap tubuhnya dengan tatapan miris, mata penuh binar tersebut kini sudah berubah menjadi mata merah dan sembab.

Tak ada yang dapat Jaemin lakukan setelah pulang dari rumah Jeno selain menangis dan menghancurkan tubuhnya sendiri.

Darah mengalir dari bibir dan ujung jemarinya, Jaemin menggigiti kesepuluh ujung  jarinya bergantian hingga mengeluarkan darah yang lumayan banyak.

Baru semalam rasanya Jaemin bermimpi tentang ia yang mendapatkan kata kebahagiaan dan kebebasan dalam kamus kehidupannya. Tapi ketika ia terbangun, segala kata-kata itu seketika lenyap. Tergantikan dengan Kata kecewa, tercerai-berai, dan sakit tak tertahankan.

Kalian berkata Jaemin berlebihan? Ya ia memang berlebihan. Tapi itu sebanding dengan rasa sakit yang ia rasakan.

Bayangkan saja setelah bertahun-tahun dalam kesendirian penuh rasa takut dan rasa keingintahuan besar pada dunia luar yang hanya dapat kau pendam dalam-dalam, ada seseorang yang dengan suka rela menawarkan kebahagian dan kebebasan padamu yang saat itu tengah berada pada ujung tanduk keputusan asaan.

Setelah kau menerima ajakannya dan mulai mempercayai orang tersebut bahkan hingga menyerahkan dirimu sepenuhnya padanya, ternyata ia hanya ingin merebut sesuatu yang selama ini melindungi mu. Dan setelahnya ia akan dengan terang-terangan mencampakkan mu.

Jaemin memang bodoh karena sempat mempercayai orang itu.

"Kenapa tak hilang juga hiks* harusnya sudah hilang"

Berkali-kali Jaemin menggunakan semua jenis sabun ataupun alat pembersih pada tanda keunguan hasil karya Jeno untuk menghilangkan tanda tersebut. Ia menggosokkan kuat, namun nihil. Bukannya hilang kulitnya justru memerah bahkan mulai mengelupas.

Putus asa dengan bekas itu, jemari Jaemin beralih merapikan beberapa kertas dengan tulisan tangannya di atas wastafel, lalu melangkah gontai menuju Bathtub sambil memanggil salah satu nomor dari 3 nomer yang ia miliki.

"Jisung-ah..." Panggilnya lirih. Tenggorokannya terasa seperti tercekat dan tak mampu berbicara dengan volume keras lagi.

"Oh Hyung! Kenapa menelpon ku? Jarang sekali kau seperti ini"

"Maaf"

"Untuk apa? "

"Untuk segalanya hiks*. "

"Maksud Hyung?! Hyung! Kau menangis?!"

"Hyung akan selalu berdoa untuk kebahagiaan mu hiks*, hanya saja jika kau ingin melihat Hyung hari ini maka bergegaslah. Karena hyung akan segera pergi" Jaemin menyeka kasar air mata yang mengalir pada pipinya.

"Ayolah Hyung, jangan bercanda ini tidak lucu! Kau ingin pindah hah?!"

"Hyung berterimakasih atas segalanya, H-hyung menghubungimu karena aku menyayangi mu dan merindukanmu Jisung-ah."

Like A Hostage [Omegaverse] (NoMin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang