Chapter 1 Bagian 2 "Jam Istirahat"

71 62 16
                                    

"Kriiing! Kriiing! Kriiing!"

Bel tanda waktu istirahat berbunyi, semua orang keluar dari kelas kecuali aku. Aku benci kantin, selain karena di sana banyak orang berlalu lalang dan makan di sana juga ada sesuatu yang aku tidak dapat tolerir, suara kompor dinyalakan yang selalu membuat kepala ku pening, tubuh ku menjadi lemas dan pandangan ku kabur.

Ya, suara kompor menyala seringkali mengingatkan ku pada suara ledakan demikian pula kembang api karena itu selain kantin, hal yang kubenci berikutnya adalah perayaan hari raya seperti tahun baru ataupun lebaran yang dirayakan umat Islam di sini karena suara kembang apinya. Membayangkan suara ledakannya saja membuat ku merinding.

Aku pergi keluar kelas menuju ke kelas adiknya Karim untuk mengambil bekal yang sudah ia buat untuk ku hari ini. Selama aku berjalan seperti biasa, banyak siswa di sini yang pandangannya tertuju pada ku khususnya para perempuannya. Seringkali mereka berbisik-bisik, melirik ku sejenak lalu melanjutkan kegiatan mereka atau bahkan ada yang tersenyum dan menyapa. Namun, seringkali tak ku acuhkan. Karim bilang, karena sifat ku yang seperti itu beredar rumor kalau aku ini pria dingin yang sombong dan tentunya seperti yang sudah kubilang, yang menyapa ku bukan hanya para perempuan tapi juga beberapa kelompok anak laki yang sepertinya merupakan kelompok anak berandalan di sekolah ini yang berusaha terlihat akrab dengan ku agar dapat menaikkan pamor mereka di sekolah ini. Entah kenapa aku bingung dengan orang-orang ini, seperti tak pernah melihat Orang Eropa saja padahal negeri ini katanya pernah dijajah Belanda selama 350 tahun. Ah, sudah lah, bukan urusan ku.

Aku sampai di kelas Sofia, membuka kunci layar smartphone ku dan mengirimkan pesan Line padanya sementara orang-orang yang ada di kelas diam menatap ku dan obrolan mereka terhenti seolah-olah mereka sedang melihat makhluk yang ada di buku dongeng lalu beberapa perempuan yang berada dekat dengan Sofia menyapa ku dan mempersilakan ku masuk dengan nada girang. Ugh, aku ingin segera pergi dari sini.

Aku melihat dari depan pintu ia membuka smartphone nya, ia lalu tersenyum pada teman-temannya dan menggerak-gerakkan tangannya sepertinya meminta izin sejenak untuk meninggalkan mereka. Ia menghampiri ku sambil membawa kotak tempat makanan yang entah bagaimana caranya masih hangat saat kotaknya sampai di genggaman tangan ku. Ia tersenyum pada ku saat memberikannya lalu mengatakan pada ku.

"Brate Vlado (Kak Vlado), ini makanannya, hari ini Roti Pita sama Cevapi, maaf kalau kurang enak, aku nggak sepandai a' Karim kalau masak." Ujarnya menggerak-gerakkan tangannya.

"Hhh... Tidak apa-apa Sofia, terimakasih ya." Kata ku padanya. Melihat wajah Sofia yang tersenyum membuat ku merasa tentram sampai-sampai seringkali aku reflek menampilkan senyum kecil di wajah ku. Karim beruntung punya adik seperti dia, aku harap ia dapat merawat dan menjaga Sofia dengan baik.

Aku membalikkan tubuh ku lalu berjalan kembali ke kelas Namun, ketika aku berjalan kembali seseorang yang sedang berjalan dari arah yang berlawanan menabrak bahu ku dengan cukup keras lalu ia menatap ku dengan murka tapi ia langsung memalingkan wajahnya dari wajah ku yang sepertinya sudah memerah dan mata ku yang terbuka lebar terlihat mengancam.

Orang-orang berandalan sini aneh, mereka berani menantang tapi ciut ketika berhadapan satu lawan satu dengan ku dan hanya berani membicarakan ku di belakang atau berusaha memancing amarah ku beramai-ramai. Ini bukan pertama kalinya aku diperlakukan seperti ini oleh orang-orang seperti mereka dan sepertinya takkan menjadi yang terakhir.

Karim bilang satu-satunya alasan kenapa mereka tidak berani dengan ku sejauh ini adalah karena selain ekspresi wajah ku yang jarang menampilkan sifat seseorang yang terlihat ramah dan lebih terlihat seperti pembunuh berdarah dingin adalah, karena tinggi badan ku yang jauh berbeda dari orang-orang yang ada di sini. Tinggi badan ku kurang lebih sekitar 187 cm sedangkan orang yang pribumi yang paling tinggi di sini rata-rata hanya sekitar 175 cm, yang paling tinggi setelah ku adalah Karim dan dia sekitar 184 cm. Yah, sepertinya wajar, mendiang ibunya Orang Bosnia.

Aku sampai di kelas, duduk di kursi ku, membuka kotak makan yang berisi bekal ku dan berdoa lalu makan. Saat aku makan di saat itulah Magdalena masuk ke dalam kelas, duduk di sebelah ku dengan makanan yang ia dapat dari kantin, berdoa lalu memegang sendoknya sebelum matanya melirik ke makanan yang ada di hadapan ku, membuka mulutnya seperti akan memulai sebuah percakapan, ugh.

"Vlado, kamu makan apa?" Aku diam tidak menjawab pertanyaannya sambil mulai memotong makanan ku.

"Vlado, kamu ngerti Bahasa Indonesia kan?" Dia terlalu berusaha memancing ku untuk memulai percakapan dengannya, aku benci ini.

"Vlado, aku tau kamu sebenernya ngerti Bahasa Indonesia, tadi aja aku liat kertas ulangan hasil Bahasa Indonesia mu nilainya 88, lebih bagus daripada nilai ku yang Orang Indonesia asli." Ya, itu permasalahan mu, bukan permasalahan ku bodoh.

"Kenapa kamu gak mau ngobrol sama aku?" Dia mulai bertanya padahal dia tau jawabannya.

"Apa karena aku kamu anggap mengganggu?" Ya, akhirnya! Kau sadar juga! Puji Tuhan!

"Apa aku punya salah sama kamu?" Oh sial, dia menatap ku dengan tatapan bersalah.

"Kalau aku punya, aku minta maaf ya, aku minta maaf juga kalau aku ganggu kamu, tapi aku harap suatu hari nanti kamu mau ngobrol sama aku." Ya, seperti itu akan terjadi saja.

Dia berhenti bicara dan mulai menyendok makanannya, hanya saja tiba-tiba ditengah ia makan, ia tersedak.

"Akh, ugh!" Oh sial.

"Ugh, ukh, ukh!" Dia tidak bisa bernapas, kulitnya mulai memucat tidak ada siapa-siapa di sini, aku harus melakukan ini sendirian.

Aku berdiri memeluk tubuhnya dari belakang, memukul area punggung yang dekat dengan leher lalu menekan-nekan perutnya sekuat tenaga dengan kedua lengan ku yang terlipat diperutnya, makanan yang membuat ia tersedak keluar dari kerongkongannya lalu aku membantunya duduk dan memberinya air dari botol Tumblr nya, ia meneguk air kemudian bisa bernapas lega.

Aku berdiri mengambil satu pack tisu dari tas ku, sedangkan ia menatap ku. Aku ingin keluar dari tempat duduk ku untuk membersihkan lantai dengan tisu.

"Permisi." Magda masih menatap ku dengan tatapan terkejut.

"Magdalena, permisi." Ia berdiri keluar dari tempat duduknya memberikan ku ruang untuk lewat.

Aku berlutut lalu membersihkan bekas makanannya yang keluar dari kerongkongannya yang ada di lantai lalu membuang bekas tisu tadi ke tempat sampah yang berada di luar kelas kemudian kembali ke dalam.

Aku kembali duduk di kursi ku, Magdalena masih menatap ku dengan tatapan itu, entah apa yang dia pikirkan aku tidak tahu, aku juga tidak peduli dan tidak ingin peduli.

"Vlado..." Ujarnya kepada ku dengan suaranya yang bagi ku sangat mengganggu.

"Makasih ya." Ia melanjutkan ujarannya pada ku yang sedang mengunyah makanannya dan berusaha menikmati santapannya hari ini yang waktunya telah dicuri oleh kejadian tadi, hhh... Menyebalkan.

Tuan SedihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang