Kesiangan adalah kata yang menunjukkan ketidak sengajaan. Kesiangan di hari minggu mungkin tidak jadi masalah, tetapi apa jadinya bila kesiangan di hari sekolah?
Sudah lima menit Lala berdiri ditepi jalan menunggu angkot, tapi yang ditunggu belum juga tampak. Jarak dari rumahnya kesekolah sekitar lima belas menit. Jika ditempuh dengan berjalan kaki bisa saja, tapi siap-siap saja sampai sekolah kakinya akan naik betis. Ini salah Lala, sudah tahu hari sekolah masih saja begadang hanya untuk menonton film india kesukaannya.
Lala melambaikan tangannya saat melihat sebuah angkot berjalan kearahnya. Angkot itu berhenti tepat di depan Lala. Alamat sudah, pasti dirinya telat.
Lala terus saja menatap jam tangan yang ia pakai. "Lho, kok jarumnya enggak muter?"
Biasanya, kendaraan tidak bisa berjalan karena kehabisan minyak, berarti jam Lala saat ini kehabisan baterai.
"Neng, jadi naik enggak?" tanya supir angkot itu. Lala tersentak.
"Jadi, Bang." Lala masuk kedalam angkot itu.
Jalanan menuju SMA Darmawangsa cukup sepi, jadi tidak akan macet. Meskipun tidak macet tetap saja Lala akan terlambat sampai ke sekolah. Angkot yang ia naiki sedikit lamban. Kecepatannya berbeda dengan mobil mewah lamborgini.
Sekarang ia sudah semakin dekat dengan sekolah. Kira-kira 5 menit lagi ia akan sampai. Tapi sepertinya hari ini sedang tidak berpihak padanya. Kesal, pasti. Angkot butut. Angkot elek. Segala sumpah serapah ia lontarkan. Ia terus menggerutu, tidak bisakah angkot ini memberi sedikit pengertian, ia sudah terlambat mengapa angkot ini malah mogok.
"Maaf ya semuanya. Saya cuma bisa nganter sampe sini, angkotnya lagi manja" kata supir angkot itu dengan raut wajah bersalahnya.
Hitung-hitung bakar kalori, alias tidak ada pilihan lain akhirnya Lala memilih berlari untuk sampai sekolahnya. Lari kan salah satu bentuk olahraga jadi anggap saja sekarang ia sedang berolahraga. Kekuatannya ia kerahkan, energi hasil sarapan tadi ia alirkan ke kaki agar kakinya kuat dan cepat sampai ke sekolah.
Andai saja ia punya karpet aladin, ia tidak perlu repot-repot berlari seperti ini. Lala berhenti sejenak untuk mengatur napasnya. Ia memegangi lututnya yang mulai lelah. Hanya tinggal beberapa meter lagi ia sampai. Setelah napasnya kembali normal, ia melanjutkan aksi larinya.
❄❄❄
Saat tubuh terasa lelah, gerbang sekolah pun terlihat seperti pintu neraka. Gerbang SMA Darmawangsa sudah tertutup rapat. Tamatlah."Pak, tolong bukain pintunya!" Teriak Lala memanggil Pak Cipto.
Baru sekali teriak Pak Cipto langsung mendekat kearah Lala. "Enggak bisa, kamu udah telat 10 menit."
Jurus ampuh wanita ketika memohon adalah menampilkan wajah melasnya, dan Lala cukup pandai dalam hal berakting.
"Pak, tolong bukain ya. Tadi saya nolongin nenek-nenek di jalan. Makanya saya telat." Lala menyatukan telapak tangannya untuk memohon.
Orangtua mana yang tega melihat anaknya memohon. Ya, meskipun Lala bukan anak Pak Cipto tetap saja jiwa kebapakannya tersentuh melihat wajah melas Lala.
Tidak lama kemudian Pak Cipto membuka pintu gerbang dan mempersilahkan Lala untuk masuk.
"Makasih, Pak" ucap Lala sambil berlari meninggalkan Pak Cipto.
Satu masalah telah diselesaikan. Tapi didepan sana banyak masalah sedang menanti. Pak Cipto bisa Lala atasi, dan sekarang ia pasti akan berhadapan dengan Bu Jesi guru BK sekaligus wali kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARTIKA
Teen FictionDia itu seperti antartika, dingin. Hanya orang tertentu yang bisa menyentuhnya. Guru, tapi kok cuek? Bagaimana nasib siswanya? *cerita ini hanya fiksi atau hasil imajinasi penulis. 🔴Pertama ditulis pada 23 Februari 2020