______________________________________
Ketika hati dan logika memaksa untuk sama-sama didengarkan, mana yang akan didahulukan?
~Alfila Desti
___________________________
"Makasih, Pak. Saya masuk duluan."
"Saya tidak menyumbangkan jaket itu."
"Hah?"
"Hujan membuat otak kamu sedikit membeku?"
"Maksud bapak apa? Oh, iya ini jaket Bapak. Sekali lagi terima kasih, Pak."
"Bibir kamu ... bolehkah saya...."
"Pak...."
BRUK!
"Awww!" Lala menjerit kesakitan tatkala tubuhnya jatuh dari kasur. Ia mengelus kepalanya yang membentur lantai.
Lala melihat jam yang terpampang di dinding kamarnya. Pukul 06.30, ia telat bangun. Mimpi sialan! Mimpi macam apa ia barusan? Lala menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba melupakan mimpi itu. Apa-apaan ini? Ia memimpikan orang yang sering membuatnya kesal?
Lala menggigit bibir bawahnya sembari mengelus kepala bagian belakangnya. Untung saja adegan dimimpinya tidak selesai, coba saja jika mimpi itu sampai selesai pasti benturan yang Lala rasakan akan semakin sakit. Setelah dirasa kepalanya sudah tak berdenyut lagi, Lala segera bergegas ke kamar mandi.
Melakukan pekerjaan dengan terburu-buru memang tidak baik karena hasil pekerjaan itu tidak akan maksimal. Baru beberapa menit Lala masuk ke kamar mandi ia sudah keluar lagi dengan pakaian rapi. Kemeja putih dan rok panjang berwarna merah jambu menjadi pilihannya.
Ia harus segera sampai ke sekolah. Hari ini adalah hari ulang tahun sekolahnya. Selama dua hari sebelumnya ia sudah berlatih bersama sang wali kelas untuk menampilkan yang terbaik pada acara ini.
Lala duduk di depan meja riasnya untuk memoles wajahnya dengan sedikit make up. Saat sedang memakai lipstik tiba-tiba ibunya datang dari balik pintu dan mengejutkannya.
"Lala belum berangkat? Nanti kesiangan." Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, ibu Lala langsung membuka pintu kamar Lala.
Sontak Lala langsung menoleh ke sumber suara. Tanpa sadar lipstik yang sedang ia pakai mencoret bibir bawahnya.
"Iya, Bu. Ini juga lagi buru-buru." Lala langsung meletakkan lipstiknya ke meja tanpa bercermin terlebih dahulu. Kemudian ia mengambil tasnya yang terletak di kasur.
Ia berjalan dengan terburu-buru dan langsung menyalami ibunya. Saking terburu-burunya ia sampai tak mengindahkan panggilan sang ibu.
"Lala sarapan dulu. Lala...." Lala benar-benar seperti tak mendengar panggilan itu. Ibu Lala hanya bergeleng-geleng melihat tingkah anak tunggalnya. "Anak itu kalau telat selalu saja begitu."
❄❄❄
Suasana sekolah sudah sangat ramai. Suara musik sudah terdengar dari pengeras suara yang pastinya dipakai untuk acara hari ini. Beberapa anggota OSIS lalu lalang di tempat acara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARTIKA
Fiksi RemajaDia itu seperti antartika, dingin. Hanya orang tertentu yang bisa menyentuhnya. Guru, tapi kok cuek? Bagaimana nasib siswanya? *cerita ini hanya fiksi atau hasil imajinasi penulis. 🔴Pertama ditulis pada 23 Februari 2020