▶vote dulu sebelum dibaca ya. Satu vote dari kalian sama dengan satu semangat buat aku.______________________________________
Kamu tidak se-menggemaskan mereka. Kamu itu terlalu banyak bicara.
~Alvino Anggara
______________________________________
"Lalaaaaaaa!!!" teriak Meri memekakkan telinga penghuni kelas XII ipa-2. Ia baru saja kembali dari toilet.
Lala yang duduk dikursinya dan sedang membaca novel tidak menghiraukan panggilan maut Meri. Ia tetap membaca buku yang ada ditangannya.
Meri datang menghampiri Lala dan menggebrak meja Lala.
"Lala budek ih!" kata Meri kesal.
Lala menatap Meri sinis. Lalu tanggannya bergerak dan menoyor kepala Meri.
"Dasar kaleng rombeng!" Ejek Lala.
Tak terima disebut sebagai kaleng rombeng, Meri balas mengejek Lala.
"Dasar kutil unta!"
Lala menghela napas. Jika dirinya terus meladeni Meri, debatnya tidak akan kelar. Mereka berdua itu sama saja, sama-sama tidak mau mengalah. Jika masalahnya ingin selesai maka salah satunya harus mengalah meskipun terpaksa. Dan sekarang Lala yang harus mengalah dengam terpaksa.
"Ngapain lo terik-teriak manggil gue?" tanya Lala sambil menutup novel yang tadi ia baca.
Meri berjalan menuju kursinya dan mendudukkan dirinya disana.
"Pak Alvino nyariin, lo. Katanya lo disuruh ke ruangannya."
"Ngapain?"
Sambil berbicara, Meri merapikan rambutnya dengan melihat kamera ponselnya.
"Lah, mana gue tau. Lo kan sekertaris, udah sana temuin" titah Meri.
Lala menatap Meri serius. Ia sedikit tidak percaya dengan sahabatnya itu. Ia takut kalau saat ini Meri sedang mengerjainya.
"Bohong lo kan!" tuduh Lala.
Meri balas menatap Lala, ia menjawab tuduhan Lala dengan nada manja. "Mana pernah sih aku bohong sama kamu, sayang"
Lala beranjak dari duduknya. "Sayang jidat, lo!"
Lala melangkah pergi meninggalkan Meri. Saat ini tujuannya adalah ruangan Alvino. Lala adalah sekertaris di kelasnya. Biasanya jika ada tugas selalu ketua kelas yang dipanggil oleh guru, tapi sekarang Lala yang dipanggil. Sepertinya Lala tidak ada masalah dengan Alvino, lalu mengapa Alvino memanggilnya?
"Lala, mau kemana?" tanya Bagas saat melihat Lala di koridor.
Lala menoleh melihat siapa yang memanggilnya.
"Mau keruangan Pak Al"
Bagas berjalan disamping Lala, "Ngapain? gue temenin ya"
Lala tersenyum manis dan menggeleng. "Enggak tau ngapain. Hem, enggak usah, Gas. Makasih."
"Ohh, oke." Bagas menghentikan langkahnya dan putar arah untuk kembali ke kelasnya. Lagi-lagi tawarannya ditolak oleh Lala.
Dari kejauhan kedua sahabat Bagas, Doni dan Andre melihat kejadian itu dengan tatapan kasihan. Doni dan Andre berjalan menghampiri Bagas.
"Sabar ya, bro" kata Andre sambil menepuk bahu kanan Bagas.
"Iya. Lo harus sabar, Gas. Inget janur kuning belum melengkung!" Kata Doni menyemangati Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARTIKA
Genç KurguDia itu seperti antartika, dingin. Hanya orang tertentu yang bisa menyentuhnya. Guru, tapi kok cuek? Bagaimana nasib siswanya? *cerita ini hanya fiksi atau hasil imajinasi penulis. 🔴Pertama ditulis pada 23 Februari 2020