1

1.9K 7 0
                                    

" Ketika dadaku berdetak jauh lebih kencang tak seperti biasanya maka itulah titik di mana aku pertama kali mengenal CINTA."

Di dunia yang penuh dengan skenario Tuhan, semua hal-hal memiliki pasangannya seperti sendok pasangannya garpu, baju pasangannya celana tetapi tak seperti dengan gadis manja sepertiku yang tinggal di kota ini. Umurku telah menanjak masa remaja atau disebut masa di mana mulai mengenal arti hidupnya sendiri tapi tak seperti kehidupanku yang menjadi skenario orang tuaku.

Aku bernama Sutra Afniawati yang terlahir dengan orang tua yang mampu mencukupi biaya hidupku sehingga apa saja yang kuinginkan pasti ia beri tapi satu yang tidak bisa ia beri ialah kebebasan untukku bergaul dengan sekitaran orang yang berada di lingkunganku. Kisah hidupku bagaikan kertas bersih yang belum terkena tinta pena kehidupan karena kerasnya penjagaan orang tuaku terutama ayahku.

Kadang aku pikir perlakuan orang tuaku tak sepantasnya kudapatkan karena aku belum mengerti artinya hidup dengan umurku yang telah menginjak 17 tahun dan yang bisa kulakukan adalah bermanja dengan orang tuaku tapi di sisi lain, aku mengerti mengapa ayah memperlakukanku sebegitu ketat? Karena kakak satu-satunya yang kumiliki yaitu Kak Jane meninggal karena perlakuan keras yang dilakukan pacarnya ketika Kak Jane meminta putus dari pacarnya namun pacarnya tak ingin menerima permintaan Kak Jane itu jadilah Kak Jane dipukuli oleh kakak jahat itu dengan keras sehingga nyawa kakakku tak dapat tertolong lagi.

Aktivitasku sehari-hari hanya makan, minum, tidur, sekolah, dan belajar. Bahkan sahabat yang bisa mendengarkan keluh kesahku pun tak ada. Anak yang berumur sepertiku pasti telah mengalami rasa suka kepada lawan jenisnya tapi itu belum aku rasakan di umurku yang sekarang ini. Sedih namun bahagia, itulah perasaan yang tiap hari menggorogoti sanubariku. Hingga suatu hari aku bersama keluargaku pergi berlibur di salah satu permandian yang berada di kotaku.

Saat di tempat itu, aku memisahkan diri dari orang tuaku dan meminta izin kepada mereka.

"Ayah, aku mau pergi di tepi laut dulu yah!" kataku.

"Kamu mau pergi apa, Nak?" kata ayah.

"Biasa ayah, ayahkan tahu kegemaranku saat melihat udara bebas seperti ini." kataku dengan sedikit centil.

"Oh, pasti kamu mau pergi menulis puisi yah??" kata ayah."

"Yuupz, ayah benar banget deh, ayah sehati sama anaknya" kataku.

"Sudah sana, kamu pergi. Hati-hati yah, Nak!" kata ayahku.

"Oke ayahku sayang." Kataku sambil mengedipkan mata kepada ayah dan ibuku.

Setelah meminta izin kepada pahlawanku, segera aku melangkah lewati serbukan pasir menuju batu yang berjejer indah di tepi pantai tapi seiring langkahku, tak sengaja aku menabrak seorang yang tidak ditakdirkan menjadi muhrimku. Seorang lelaki sederhana dengan sosok nyata tak begitu indah tapi saat itu, aku merasakan jantungku berdetak tak seperti biasanya dan logikaku pun tak berfungsi lagi hingga kuterdiam sejenak sambil menatap lelaki itu.

"Mengapa kamu menatapku dengan tatapan yang penuh tanda tanya?" tanya lelaki itu.

"Hei?? Hei??" ucap laki-laki itu sambil menyadarkanku.

"Eh, maaf kak. Apa yang kakak tanyakan tadi??" kataku sambil kugeserkan tanganku meraihnya.

"Oiyah, nama kakak siapa?"bertanya dengan wajah yang telah memerah.

"Aku Amri Ulil Syah, kalau kamu siapa" katanya dengan begitu santai.

"Nama aku Sutra Afniawati kak, kakak bisa panggil aku Ute." Jawabku dengan penuh terjunan keringat dari wajahku.

TakdirWhere stories live. Discover now