"Assalamualikom... mah, Nabill pulang..." Salam Nabill dengan wajah ceria nya, Shani yang melihat putrnya tak banyak berubah itu ikut tersenyum melihat wajah manis putranya ketika tersenyum.
"Waalaikumsalam, gimana? Kamu dapet ruangannya?" tanya Shani dengan masih senyuman yang sama.
"Ada mah, Cuma tempatnya cukup jauh, Adzrill gak yakin mamah setuju." Ujar Nabill dengan sedikit ragu mengatakannya.
"Mamah tanya, kamu beli bangunan satu ruangan itu buat apa, kalo buat hal yang nggk berguna sama sekali, mamah nggak akan ngizinin. Jujur!" Ujar Shani dengan membawa putranya duduk di ruang tengah rumahnya itu.
"Sebelumnya mamah jangan marah sama Adzril, tapi." Ujar Nabill dengan raut yang msaih ragu.
"Tergantung jawaban kamu, kalo kamu beli bangunan itu buat hal - hal yang nggak wajar, mamah tentu akan marah." Ujar Shani dengan nada yang tenang namun membuat Nabill semakin berhati - hati di setiap mengeluarkan kalimatnya.
"Sejak Adzril kecil, mamah sama papah kan ingin Adzrill jadi seorang dokter sepesial yang hebat..." Ujar Nabill menggantung, sedangkan Shani tetap menunggu kelanjutan ucapan yang akan Nabill katakan. "Tapi, entah kenapa, Adzrill kurang suka dengan profesi yang mamah sama papah mau, Adzril punya cita - cita ingin membangun sebuah band yang terkenal."
Sahni masih belum bergeming, mencerna setiap kalimat yang putra bungsunya itu ucapkan, hingga detik berikutnya, Shani tersenyum dan mengelus pundak Nabill. "Lakukan apa yang menurut kamu terbaik sayang, hidupmu ada di genggaman kamu, selagi itu baik, mamah nggak pernah bilang nggak buat putra kesayangan mamah ini, mamah nggak maksa kamu buat jadi dokter sayang, jika kamu suka di bidang itu, lakukan lah, dan buat mamah bangga sama karya kamu."
Kini Nabill tersenyum dan memeluk mamahnya, kini fikirannya hanya tertuju pada papahnya, apa akan semudah ini meminta persetujuan padanya, mungkin akan sedikit sulit, karena ini akan mengganggu pada pelajarannya, dan hal itu akan membuat berat papahnya untuk menyetujuinya, namun pada hatinya Nabill berjanji jika hal ini tidak akan pernah mengganggu sedikitpun pada sekolahnya.
"Mah, sebenarnya Adzril msih butuh bantuan mamah, tolong mamah bantu Adzril buat ngomong sama papah ya..." tersenyum, hanya itu ekspresi Shani dan meninggalkan Nabill dengan membalas senyuman Shani, ya Nabill tahu jika senyum itu mengisyaratkan seolah Shani berkata "Itu urusan mamah.".
Selepas berdiskusi dengan sang mamah, Nabill pun berjalan ke lantai atas menuju kamarnya, awalnya Nabill ingin mengunjungi Ayana, namun Nabill ingat jika ini jamnya Ayana masih di Sekolah, jadi dirinya memutuskan untuk menuju kamarnya dan mencari pengetahuan lebih tentang apa dan bagaimana awal Band - band yang kini jadi terkenal.
*
Beberapa saat berlalu, hingga Nabill tak menyadari berapa lama ia tak bergeming di depan layar komputernya, dari awal ia melihat video - video di youtube, mencari harga - harga alat musik yang tidak terlalu banyak memakan biaya dan mencari nama serta logo yang menarik, semuanya Nabill kerjakan sendiri.
"Kalo band, seenggaknya ada vokalis, gitaris, basis sama Drumer itu udah cukup lengkap, tanpa adanya pianis. Hmm?" Nabill kembali berfikir. "Kalo gue di Gitar, gue kan jago tuh maininnya, Boby di Drumm soalnya dia kan tinggi tuh, jadi keliatan walopun duduk di belakang drumm, nah Jeje di Bass, soalnya kan dia banyak gaya nya, boleh lah buat narik perhatian, trus Vokalisnya siapa? Masa iya gue? Maruk banget gue ngambil dua bagian. Hmm... disini gue liat yang vokalisnya cewek keren juga, apa gue pake konsep ini aja kali, yak? Ah tap..."
"DEDEKKKKKKK!!!!!!!"
Teriak seseorang yang tiba - tiba masuk ke kamar Nabill dan langsung menubruk dirinya dan memeluknya sangat erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabatku Cintaku 2: Kupilih Dia
FanfictionSequel of "Sahabatku Cintaku: Tersimpan" Genre : Musical Romance, Teen Fiction, School, Fans Fiction Kisah ini gue persembahin buat dia yang jauh disana, Dia yang selalu gue cintai, tapi tidak diatas segalanya. -Nabill- Kenapa harus hadir, jika untu...