Chapter 4

1.1K 119 9
                                    

Hiruk-pikuk kota cukup lengang mungkin karena sebagian orang sibuk bekerja dan melakukan kegiatan mereka di pagi hari, sementara aku dan sosok di sampingku sudah berada di sini. Tempat yang tak cukup asing tetapi membawa ketenangan, mencoba menyamarkan diri dengan ribuan orang penduduk kota dengan kesibukan masing-masing. Saat mentari bahkan baru memunculkan sinarnya dengan malu-malu, kami sudah menelusuri jalanan. Melangkah bersama tak pasti kemana.

Pernahkah kalian berusaha mati-matian untuk mencari perhatian seseorang? Pernahkah kalian membuat banyak alasan konyol hanya untuk menghabiskan waktu bersama satu sama lain?

Inginku sederhana, hanya melewati senja dengan seseorang di sampingku, hanya berdua. Saling berbincang ringan dan tertawa ringan tanpa beban. Menjadi diri kami sendiri, bukan sosok yang orang lain ketahui.

"Kita mau kemana? Kau mengajakku berputar-putar dari tadi."

"Apa kau tidak tahu berjalan itu sehat."

"Aku lelah Krist, ingin beristirahat."

"Kau yang kemarin mengatakan menyetujui ajakanku."

"Ya. Hanya saja...," Tiba-tiba pria itu menggantungkan ucapannya begitu saja.

Rasa penasaran menyeruak ke dalam benakku, apa yang sebenarnya pria itu pikirkan? Sungguh aku tak tahu, tidak ada yang bisa menebak isi pemikiran manusia, walaupun kau sudah sangat lama mengenal. Terkadang seseorang yang kau anggap malaikat justru sebenarnya iblis yang tengah menyamar dan seseorang yang kau anggap musuh bahkan jauh lebih baik daripada teman yang kau punya. Ini fakta jika dunia fana yang kacau ini sudah tidak bisa di harapkan. Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali mempercayai diri sendiri.

"Hanya saja apa phi Singto?"

"Tidak, kita cari tempat makan aku lapar "

"Ingin makan di mana?"

"Cari tempat yang orang lain tidak bisa mengenali kita."

"Kenapa?"

"Aku tidak suka ketika fan mulai menebak-nebak apa yang kita lakukan."

"Kau risih."

"Tidak. Aku hanya takut itu akan menggangumu."

"Kenapa aku?"

"Bukankah kau sedang mendekati seorang gadis?"

Layaknya sebuah patung aku terdiam. Padahal aku tak pernah mengatakan siapa seseorang yang aku maksud itu dan pria mengesalkan ini langsung menyimpulkan jika itu seorang gadis. Bagaimana reaksinya ketika tahu kalau hatiku berlabuh pada seorang pria?

Sosok yang membuatku nyaman selama bertahun-tahun, sosok yang membuatku merasa jika aku sudah menjatuhkan hati sejak lama padanya tanpa diriku sadari. Seseorang yang mencuri hatiku tanpa permisi, pria yang selalu bersamaku dengan kedok seorang kakak. Bagiku Phi Singto lebih dari itu.

Tanganku refleks merangkul bahu pria itu, mengajaknya untuk pergi ke suatu tempat, aku tak bisa memungkiri kalau aku tengah memanfaatkan kedekatan kami untuk bisa berada sangat dekat dengannya. Merengkuh sosok itu ke dalam pelukan, menggenggam tangan hangat yang mampu menenangkan hati di tengah ribuan kegusaran.

Selanjutnya yang terjadi kami pergi ke tempat biasanya makan. Suasana didalam sana tak begitu ramai, akan tetapi sosok di sampingku terlihat ragu, langkahnya bahkan terhenti mendadak.

"Ayo, kenapa kau hanya diam? Siapa tadi pria yang mengeluh lapar?"

"Aku, hanya saja... Banyak orang di dalam sana."

"Lalu kenapa?"

Meskipun ragu bahkan tubuhku hampir gemetar, tanganku meraih jemarinya dan menuntun pria tadi untuk mengikuti langkah kakiku yang sudah lebih dulu menjauh. Namun, itu tak berlangsung lama aku merasakan sosok itu melepaskan genggaman yang sudah cukup berani aku ciptakan. Sudah sering seperti ini.

Tentang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang