Chapter 2

2K 138 13
                                    

Dari kejauhan punggung seseorang yang sangat familiar itu tertangkap oleh indraku, hatiku bersorak ramai ketika siluet itu aku temukan. Ia masih sama, sungguh masih terlihat seperti minggu-minggu belakangan, duduk di kursi ujung kafe sembari menyesap kopi kesukaannya.

Pakaian biru itu menyatu dengan baik pada tubuhnya yang tidak terlalu kekar, perpaduan yang mendekati sempurna. Fokus pria itu tak pernah lepas dari buku yang ia pegang. Aku hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan, bagaimana tidak kebiasaan ini tidak pernah bisa ia lepaskan.

Langkah kakiku bergerak perlahan untuk mendekatinya, sebelum mengarahkan kedua telapak tanganku untuk menutupi matanya, lalu menurunkan nada bicaraku setelahnya. Berpura-pura untuk menjadi orang lain. Namun, ternyata tetap saja ia bisa mengenaliku dengan baik. Sungguh aku tak percaya itu.

"Kit, berhenti main-main."

"Aku tidak tengah bermain, hanya ingin mengejutkanmu."

"Tapi aku tidak terkejut."

"Benarkah? Sungguh?"

"Heummm."

Hanya gumaman yang keluar dari sosok itu. Ia lebih memilih untuk fokus pada novel romansa yang tengah dipegangnya. Sama sekali tak memperdulikan aku. Mungkin bahkan ketika aku diam-diam memilih untuk pergi pria itu tak pernah akan melirikku sama sekali.

"Apa sudah lama kau menungguku di sini, phi Sing?"

Pria tadi itu bernama Prachaya Ruangroj, tetapi orang-orang lebih mengenalnya dengan akrab dengan sebutan Singto. Salah satu partnerku dulu, dalam satu series yang sempat aku bintangi beberapa tahun lalu.

"Tidak, baru beberapa menit."

"Oh."

Yang bisa aku lakukan hanya ber-oh ria dan menatap diam seseorang yang masih asik dengan dunianya sendiri itu, akhirnya dengan pikiran jail yang aku punya, kurebut buku itu.

"Masih suka membaca hal seperti ini, eo?"

"Ya, kau kan tahu aku."

Aku tahu segala hal tentang dirimu, bahkan melebihi diriku sendiri, itu yang batinku jeritkan saat ini. Namun, tak ada satu katapun yang bisa keluar dari sudut bibirku.

"Kit..."

"Apa?"

"Aku merasa lelah."

"Lelah bagaimana?"

"Kau tahu sendirikan, aku sibuk akhir-akhir ini."

"Ya. Aku sangat tahu, sampai kau melupakan aku. Lihatlah adikmu ini juga butuh waktumu. Bukan hanya fan dan lawan mainmu saja."

"Hei, aku bahkan menyempatkan diri untuk menemuimu sekarang."

"Jika kita tak memiliki event kemarin dan aku tak meminta waktumu, kau takkan ingat aku."

Dengan memasang wajah kesal aku bersedekap, menarik gelas phi Singto dan menyesap minuman milik pria tadi, sembari mengernyit heran, apa yang phi Singto sukai dari minuman pahit seperti ini. Sungguh aku heran.

"Kau merindukanku, 'kan?"

"Tidak."

"Kau yakin?"

"Tentu saja aku yakin," tetapi ekspresiku berubah menjadi muram seketika, "ya, aku merindukanmu. Biasanya kita selalu bersama, kau tahu sendiri belakangan ini kau sibuk dengan duniamu dan aku sibuk dengan duniaku. Aku sedikit merasa tersingkir dan kesepian."

"Kau pikir aku ingin seperti ini? Sebenarnya aku lebih nyaman bekerja denganmu, hanya saja kau tahu posisiku dan posisimu sama, kita tidak bisa memilih siapa yang akan bekerja dengan kita. Lagipula aku senang mencoba banyak hal baru."

"Meskipun tanpaku?"

Alis phi Singto bertautan, "Kenapa kau jadi seperti ini? Tidak biasanya."

Tanganku menggaruk tengkukku yang tidak gatal, "T-tidak, aku hanya sedang ingin tahu apa kau bersenang-senang saja."

"Aku senang, Rune wanita yang menyenangkan."

"Benarkah?"

"Ya, tentu saja."

"Oh."

Hanya itu yang lagi-lagi bisa kukatakan dan menyesap perlahan minuman phi Singto lagi, sembari mengalihkan pandangannya ke arah jalanan, dimana banyak orang yang berlalu-lalang. Entah mengapa hatiku berat menerima fakta jika phi Singto nyaman dengan orang lain selain dirinya.

Bodohnya aku tak bisa menyembunyikan fakta kalau kini ku merasa cemas, tetapi bukankah pria memang harus bersanding dengan wanita? Bukannya seorang pria lagi?

Kisah pria yang bersanding dengan seorang pria lain, cerita yang seperti itu hanya bisa kutonton di serial drama dan beberapa buku novel, mungkin akan berakhir bahagia, tetapi tak jarang justru menjadi duka dan kebencian.

Aku tak bisa memungkiri fakta, jika menyimpan rasa, menyukai sosok di hadapanku, yang menemani hampir 8 tahun belakangan. Mungkin karena awalnya kami sangat dekat, hampir setiap waktu bertemu dan menghabiskan banyak waktu bersama, bahkan mempunyai fan yang mendukung kami berdua untuk bersama, sampai sekarang pun masih demikian. Namun, nyatanya meskipun sudah terlampau lama. Aku belum memiliki hati pria itu.

Walaupun kami menghabiskan banyak waktu dalam beberapa series yang sama, menghabiskan banyak waktu dalam berbagai acara yang sama, bahkan semua orang selalu mengaitkan kami berdua satu sama lainnya, akan tetapi itu tak mampu, tidak cukup mampu untuk menggetarkan hati Phi Singto untukku. Aku hanya seorang pria yang hanya akan terlihat sebagai adik dan partner kerja, tidak mungkin bisa lebih dari itu.

Aku sadar diri untuk berharap lebih itu sangat mustahil.






Tentang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang