Senyap berteman sepi, segalanya terlihat temaram. Tak ada apapun lagi, hanya ada cahaya bulan menemani diri yang dilanda kesedihan.
Samar-samar detakan jam dinding semakin mengsunyi-sepikan keadaan. Tak ada gerakan apapun dari sosok di sampingku. Pria itu tampak terlelap dalam tidurnya, aku memosisikan diri untuk menghadap ke arahnya lebih dekat. Mengamati ciptaan Tuhan yang mendekati kata sempurna itu.
Krist terlihat manis dan tampan di saat bersamaan. Tingkahnya yang riang dan sulit diatasi membuatku kadang kesulitan untuk mengatakan apa yang boleh dan tidak boleh ia katakan serta perbuat. Kami saling mengingatkan dan bergandengan tangan untuk menguatkan.
Terdengar indah, meskipun sebenarnya menyakitkan. Aku hanya pria biasa yang tidak bisa melakukan apapun tanpa dukungannya. Hanya pria itu.
Jangan menanyakan apapun tentang perasaanku. Ada yang retak tepat di sebelah sini rasanya ada jarum kecil tak terlihat tetapi tajam yang menusuk jantungku, mengoyakkannya perlahan-lahan.
Mencoba menenangkan sosok yang kita sayangi agar ia tak bersedih hanya karena patah hati. Namun, itu justru membuat hatimu sendiri yang patah. Apakah ada seseorang bodoh seperti diriku ini?
Segala kepura-puraan ini nyaris sempurna, hanya saja dinginnya malam ini merasuk ke dalam rusukku, membuat raga rentah ini mengigil, rasanya benakku kosong di gantikan oleh bayangan aneh yang cukup mengejekku, menggejek kebodohanku yang berubah layaknya pria pengecut.
Mendoakan sosok yang kita sayangi untuk mendapatkan seseorang lain yang baik, padahal hati ini tak rela untuk mengatakannya. Tidak. Aku hanya ingin Krist untuk diriku sendiri. Bolehkah aku egois?
Di belahan bumi manapun. Ini salah. Tidak di benarkan, aku tak mau menghancurkan impian indah Krist. Tidak mau orang lain memandangnya aneh dan menjijikkan. Tidak mau ada yang menghakiminya, cukup aku yang menghakimi perasaan ini. Hubungan yang ku bayangkan tak akan membawa kebahagiaan, tidak akan menuai hasil yang baik.
Jemariku tanpa permisi menyentuh permukaan pipinya, mengusapnya perlahan dengan penuh kelembutan. Hal yang hampir tak pernah diriku lakukan selama ini. Selalu patuh pada batasan diri, tetapi rasanya aku tak bisa menahan gejolak ini lebih lama. Tanpa permisi jariku mengusap permukaan bibir pria itu pelan, tanpa memikirkan apapun lagi ku dekatkan wajahku padanya.
Terpaan napas hangat kami bertemu, pandanganku terfokus pada kedua matanya yang tertutup, sebelum kutempelkan bibirku pada tepian bibirnya, hanya diam pada posisi itu. Meraih rinduku yang lama teredam oleh kata pertemanan, meraih cintaku yang bersembunyi pada kata kakak-adik. Ini dia, pria yang merebut hatiku tanpa permisi.
Rasa ini semakin mencekikku setiap harinya. Apapun yang Krist lakukan membuatku menggila, bahkan aku rela menerobos hujan hanya untuk melihat keadaannya, aku rela meninggalkan apapun untuk memastikan apakah ia baik-baik saja?
Baru setelah itu aku akan tenang. Begitu berpengaruhnya satu sosok di sampingku ini pada kehidupanku, seperti magnet yang saling terpaut satu sama lain sisinya. Tanpa Krist mungkin aku tidak bisa melakukan apapun.
Aku selalu menyesali waktu, kenapa tidak sedari dulu kami bertemu, bertegur sapa dan berteman? Waktu yang kami habiskan bukan sesuatu yang cukup singkat. Namun, itu tidak bisa membuat sosok itu berpaling padaku. Setiap detik aku berharap sosok itu mengerti apa yang aku rasakan, jika aku menginginkan lebih. Tidak ada yang lebih memiliki perasaan ini lebih banyak dari yang aku miliki untuknya.
Inginku berteriak mengatakan cukup dengan orang lain, tidak bisakah kau melihatku? Tidak bisakah kau tahu apa yang kurasakan padamu? Tidakkah segalanya sudah sangat jelas? Banyak orang bisa mengartikan ini dengan mudah, akan tetapi mengapa pria itu tidak bisa?
![](https://img.wattpad.com/cover/214585523-288-k72123.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu
Fanfiction[ COMPLETED ] ~Jarak itu sebenarnya tidak ada. Pertemuan bahkan perpisahan itu dilahirkan oleh perasaan.~