Brazil, 1623 (Part 1/4)

230 14 1
                                    

Lucas tengah mabuk kepayang oleh kecantikan seorang wanita yang bukan dari golongannya. Dia tahu wanita itu adalah bangsawan Portugis. Otaknya berkata, 'Jangan macam-macam, kau bisa dipenggal'. Sedangkan hatinya berkata, 'Dia cantik, aku harus tahu namanya. Harus!'

Setelah berhari-hari melamun dan memikirkan mana yang harus dia ikuti, pada akhirnya pemuda itu pun mantap mengikuti bisikan terdalam, yaitu hati kecilnya.

Dia pergi ke pasar, mencoba mencari tahu mungkin wanita itu datang berkunjung lagi. Benar saja apa yang Lucas duga. Jodoh, pikirnya. Lucas mengamati dari kejauhan. Wanita itu didampingi oleh seorang wanita yang agak jauh lebih tua darinya, pasti itu pelayannya.

Lucas memberanikan diri untuk menghampiri. Dia mendekati penjual yang sama dan seolah-olah melihat-lihat dagangan sama seperti gadis itu.

"Ini cantik, bukan?" tanya wanita itu pada pelayannya.

"Cantik sekali," bukannya si pelayan yang menjawab, Lucas nyerobot menjawab wanita itu. "Itu didatangkan langsung dari China," tambah Lucas. "Konon sutra dari China adalah yang terbaik."

Wanita itu hanya tersenyum simpul. Dia masih melihat kain sutra beraneka warna. Lucas masih di situ dan curi-curi pandang pada wanita berkulit langsat itu. Rambut hitam legamnya benar-benar indah. Sutra-sutra di toko itu saja kalah indah.

"Kau mau beli atau tidak? Kalau tidak, pergilah. Jangan mengganggu pelangganku," si penjual tak suka dengan keberadaan Lucas.

"Aku ke sini untuk mengagumi keindahan ...," ujar Lucas.

"Sutra-sutraku?" tanya si penjual.

"Bukan! Tapi, Nona ini. Semua sutramu ini bahkan tidak ada seujung kukunya." Mendengar jawaban Lucas, si penjual geram dan hampir memukulkan rotan ke kepala pemuda itu.

Wanita itu tertawa kecil. Tawa yang sangat indah. Lucas makin jatuh cinta. Dia ingin mendengar tawa itu lagi. Wanita itu dan pelayannya meninggalkan tempat itu. Sesuatu terjatuh dari balik jubah wanita yang masih belum diketahui namanya. Itu adalah sebuah saputangan warna biru muda. Di situ tertulis 'Cassandra'. Lucas tersenyum. Rasa percaya dirinya yang besar mengatakan kalau Cassandra sengaja menjatuhkan saputangannya agar Lucas memungutnya dan berlari mengejar si empunya.

"Nona?!" panggil Lucas. "Tunggu, Nona!" panggilnya lagi. "Nona Cassandra, tunggu," di kejauhan akhirnya Cassandra berhenti.

Lucas berlari menghampiri.

"Lydia, kau pergi dulu. Nanti aku akan menyusulmu," pinta Cassandra.

Lydia pun pergi.

"Ada apa, Tuan?" tanya Cassandra, berpura-pura tidak tahu. Apa yang Lucas pikirkan ternyata memang benar.

"Kau menjatuhkan saputanganmu," Lucas menyodorkan saputangan biru muda kepada si empunya.

"Terima kasih, ini sangat berharga bagiku," ucap Cassandra. "Hmm... siapa namamu?" tanya Cassandra malu-malu.

"Lucas," jawab pemuda itu.

"Sebagai ucapan terima kasih, mintalah apa pun, aku akan membelikannya," Cassandra berujar lembut.

"Aku tidak butuh apa-apa. Tapi, kalau boleh, bisakah kita bertemu lagi?" Lucas sudah kehilangan urat malunya.

"Tentu," jawab Cassandra tersipu. "Kapan? Di mana?"

"Dua hari lagi bulan purnama, aku mau mengajakmu melihat bulan di dekat danau tak jauh dari sini," tutur Lucas.

"Aku akan datang," wanita itu tersenyum, lalu beranjak pergi.

Rewrite The Cycle [MINWON ✨ SOONHOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang