Pada siang itu , ketika Lea dan Rhea pergi mencari Safira mereka mendengar semua percakapan Safira dengan Renan yang ternyata meminta bantuan gadis itu untuk membantunya membuat kejutan.
Terlebih Rhea, ia sudah merasa bersalah memikirkan Safira yang tidak tidak karena apa yang dilihatnya sore itu.
" Ternyata ga ada apa apa toh" Ucap Lea sambil bernafas lega mendengar kebenarannya, sekilas ia melirik Rhea yang terdiam tanpa sepatah kata apapun.
"Iya gua tau lu ngerasa bersalah sama dia, tapi gua rasa itu normal, artinya lu sayang Renan kan ? " Ucapan Lea disertai tepukan di bahunya membuatnya menoleh ke arah gadis itu dan tersenyum samar.
"Iya, gua bersyukur petemanan kita ga hancur karena ini" Ujar Rhea akhirnya
Lea mengangguk memebenarkan perkataan Rhea, ia juga tak bisa membayangkan jika hal buruk yang ia pikirkan akan terjadi nantinya, semoga saja tidak akan pernah terjadi.
"Yuk kantin, laper nih"
🌻
Safira selain mengurus kejutan untuk temannya itu ia juga lagi disibukkan dengan persiapan lomba ekskulnya yang akan dimulai dalam waktu 3 hari lagi, gadis itu benar benar bekerja keras, terkadang sampai lupa untuk mengisi perutnya demi lomba ini.
Tapi pandangannya teralihkan dari kertas kertas materi itu kepada sosok yang duduk tak jauh dari posisinya. Jantung nya tiba tiba berdegup kencang.
Itu Devan, ia sedang membaca buku entah apa judulnya, sepertinya itu buku pelajaran. Mengingat anak kelas 12 akan melaksanakan ujian, jdi mungkin saja ia sedang mempersiapkan diri untuk ujian akan datang.
Dari jarak sekitar lima langkah posisi Safira sekarang ini, wajah Devan terlihat jelas di mata Safira. Ia bisa melihat bagaimana mata itu begitu fokus melihat buku pelajaran, tak terpengaruh dengan sekitarnya.
Safira kemudian tersenyum tipis kemudian membalikkan badan menjauhi posisi Devan.
Lantas apa yang bisa dilakukan Safira ?
Safira bagi Devan hanyalah adik kelasnya.
Dan Devan, sudah memiliki sosok spesial di hidupnya.
Itu cukup membuat Safira sadar diri, kemudian menjaga jarak, dan kini , hanya bisa melihat dari kejauhan.
🌻
Sebenarnya yang Lea inginkan sederhana, bisa menjadi seperti orang pada umumnya, bepergian dengan teman, pasti menyenangkan.
Bukannya mama Lea tak mengijinkan Lea bepergian dengan teman, hanya satu poin, dan poin itu yang sangat dijaga oleh mamanya itu.
Tidak boleh ada anak laki laki.
Fine.
Mungkin sampai kapan pun Lea tak akan pernah merasakannya. Lupakan saja, semakin diingat rasanya semakin memuakkan.
Sering kali ia tak jadi bepergian dengan temannya karena poin itu, padahal bukan hanya ia dan si anak laki laki itu, tapi tetap saja jawabannya sama.
Tidak boleh.
Seperti contohnya saat ini, Lea hanya bisa melihat kepergian teman temannya dari rumahnya setelah mendengar penolakan mamanya yang tidak mengizinkan ia pergi.