" AYAH DISTI PULANGG ~ "Pekikan Disti mengundang perhatian sosok yang sedang membaca koran di ruang tengah untuk melihat dan menghampiri sumber suara. Sontak senyum langsung terkembang di bibirnya dan Ayah Disti bergerak memeluk putri satu-satunya ,saat ini .
Disti membulatkan matanya terkejut dengan ayah nya yang tiba tiba memeluknya, tak biasanya ayahnya begini, sejak tragedi itu ayahnya suka mengabaikan nya. Seakan Disti ikut pergi bersama kakak dan sang bunda.
" A-ayah ... Ini Disti, bukan kak Rani " cicit Disti pelan, ia takut disangka sebagai kakaknya — Rani.
" Iya ayah tau, kamu Adisti. Anak bungsu kesayangan ayah ". Ujar Ayah Disti lembut sambil mengusap kepala Disti.
Mata Adisti seketika memanas dan berembun, ini sudah lama sekali, dan akhirnya ayahnya kembali mengingatnya, tangis Adisti pecah bersamaan pelukan yang semakin erat pada ayahnya.
" Ayah.., Disti sayang ayah "
" Iya sayang, maafin ayah, ayah belum bisa ikhlasin bunda sama kak Rani, jadi ayah malah lupain kamu, tapi sekarang engga lagi, karena kamu satu satunya yang ayah punya " .tutur Ayah Disti disertai senyum, ia sadar sudah terlalu lama menyakiti anak bungsu nya setelah kepergian istri dan anak sulung nya.
Adisti tersenyum lebar mendengar perkataan sang ayah, usahanya tidak sia sia, ayahnya sudah kembali. Dan Adisti tidak akan sendirian lagi.
🌻
Sekarang sedang jam makan siang, kelas sedang sepi saat ini, hanya ada beberapa orang, termasuk Safira.Ingatannya masih melayang pada kejadian di kantin — tempo hari lalu saat Devan mengatakan nya sebagai makhluk sial, ah itu sangat menyebalkan. Mengingat itu kembali membuat mood Safira seketika memburuk.
Tapi jika dipikir-pikir ulang, seharusnya memang begitu.
Mungkin seharusnya Safira mundur,dan perlahan menghilang dari devan.
Untuk apa Safira bertahan jika ia tersakiti dengan kenyataan yang meruntuhkan angan" nya ?
Safira mengangguk pelan, ia harus memutuskan.
Mundur?, Atau tersakiti.
" HOY DIEM AE NAPA DAH ? " suara itu mengejutkan dan menemukan pelakunya yang sedang nyengir tak berdosa padanya.
" Paan si Rhea, iya tau yang habis mensive tapi gausa ganggu gua juga bisa kali ". Safira memutar bola matanya malas melihat tingkah Rhea yang konyol sekali, menurutnya.
" Ya maap atuhlah, lagian nape si lesu amat " ujar gadis yang sekarang mengambil bangku duduk disamping Safira.
Safira menghela nafas pelan, dia yakin sahabatnya itu tau apa yang dipikirkannya. Seketika ia hanya mengulas senyum tipis.
" Gapapa, gua kepikiran Freya " jawab gadis itu pelan, yah dia tidak berbohong, dia memang memikirkan Freya sekarang, seingatnya gadis itu memiliki masalah dengan kekasihnya, deon.
Rhea hanya mengangguk menanggapi perkataan gadis disebelahnya itu, beberapa kali tak jarang Rhea berjumpa dengan Freya dalam keadaan tak baik, muka yang kusut dan mata sembab seperti habis menangis.
Sesuatu pasti telah terjadi, pikir gadis itu.
🌻