Lea hanya duduk termenung di kursinya, satu tangannya digunakan untuk menopang dagunya. Septian sudah 3 hari tidak masuk sekolah, dan ya. Lea merindukan pria jangkung itu.
Kemana dia ? Apa Septian sakit ? Apa dia ada masalah ? Bagaimana jika Septian tertinggal pelajaran karena masalah nya itu ? Apa ia sudah mengabari wali kelasnya ? Dan giman-
Lea, kau lancang sekali ternyata.
Apa posisi mu di hidupnya, Lea ? Kenapa begitu khawatir ?
Sakit.
Sekiranya pertengkaran Lea dengan hatinya itu sepertinya dimenangkan oleh hatinya -lagi. Itu menyadarkan Lea, sebenarnya mereka memang tidak seharusnya dekat.
Pertemuan Lea dan Septian harusnya tidak terjadi.
Dan perasaan Lea untuk Septian seharusnya tidak lah ada.
Lantas Lea hanya mengusap wajah nya kasar, apa yang harus ia lakukan ?
" BENGONG AE TRUS SAMPE ALE-ALE ADA RASA PENTOL. " Tiba-Tiba saja ada suara yang berteriak di samping telinganya yang membuatnya tersentak dari lamunannya panjang nya itu." Apasih lett ah, ganggu bae lu heran gua. " Sinis Lea lalu melipat kedua tangannya diatas meja dan menenggelamkan kepalanya diantara lipatan tangannya, berusaha mengabaikan Aletta yang sudah mulai mengoceh tak jelas disamping nya, entah apa yang dibicarakan gadis itu Lea tak peduli.
" Le, lu tau ga sih, tadi di kantin gua ngerasa ada yang liatin gua, tapi pas gua liat-liat kga ada gtu, serem bgt ga sih." Ucap Aletta yang mulai parno.
" Halah paling bayangan lu doang. " Ucap Lea masih dalam posisi yang sama, menurut nya posisi begini sedikit nyaman, setidaknya ia bisa menyembunyikan raut wajahnya yang kacau ini, walaupun ia tau Aletta tak akan membiarkannya dalam keadaannya yang seperti ini dalam waktu lama.
" Iya kali ya ... " Ucap Aletta yang malah percaya dengan perkataan Lea yang asal asalan.
Lea hanya mendengus pelan dengan jawaban Aletta, setidaknya masalah Aletta bisa menjadi tameng agar Aletta tidak bertanya lagi tentangnya, kalau pun Aletta nanti bertanya Lea belum memiliki alasan yang tepat untuk kebohongan nya itu.
🌻
Setelah Adisti puas berkeliling komplek untuk mencari udara segar- sekaligus mencari ide untuk bahan lukisannya ini, hah untungnya Adisti sudah tau apa yang akan di lukisnya nanti.
Taman bermain.
Ya, entah mengapa dan bagaimana bisa Adisti terfikir untuk melukis tentang mainan di taman bermain seperti seluncuran, ayunan, tempat-tempat bermain anak lainnya, ia hanya ingin mengenang masa lalu sewaktu keluarga nya tidak seperti sekarang.
Ia sempat mengambil beberapa foto di taman bermain komplek perumahannya untuk dijadikan model lukisannya, dari berbagai sisi dan sudut agar Adisti bisa memadukan semuanya.