2- Sepatu 2

3 0 0
                                    

"Kang Narae! Disana kau rupanya. Baru saja aku mengitari seluruh kampus demi mencarimu." Teriak seorang gadis dari kejauhan yang sontak membuat Narae mencari-cari, dari mana agaknya asal suara tersebut.

Terlihat dari kejauhan,gadis tersebut berlari ke arah Narae dengan wajah masamnya. Sedikit ngos-ngosan,ia membungkuk dengan tangan menyentuh lutut, mengatur nafas, menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Setelah dirasa cukup,ia menatap Narae tajam. Memanyunkan bibir dan menyilangkan kedua tangannya dibawah dada. Mengetuk-ngetuk jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, mengisyaratkan 'kau terlambat'

Narae hanya bisa nyengir sembari berpikir keras, kira-kira alasan apa yang tepat untuk membela diri.

"Ah... Hyerim-ah! Kau.. bukankah kau sedang menonton pertandingan Joon Hyung? Hari ini, sekitar...10 menit lagi!" Ujar Narae meyakinkan. Nampak dari wajah Hyerim,ia sedang bertanya-tanya.

Tamatlah riwayatku

Entah apa yang ada dipikiran Hyerim saat ini. Bukankah aneh jika tiba-tiba ia menyeletuk hal yang keluar dari topik?

"Tidak jadi." Jawab Hyerim datar. Dari nada bicaranya, seperti ada amarah yang tertahan, tapi juga kekecewaan yang tidak bisa digambarkan.

"Kalian bertengkar lagi?" Tanya Narae spontan.

YA! Dasar mulut bodoh! Ucapanmu itu akan semakin memperburuk moodnya!

Narae tidak bisa membayangkan hantaman apa yang akan ia terima setelah ini. Ia memejamkan mata sambil terus merutuki mulutnya yang sedari tadi lepas kendali.

"Tidak. Hanya saja... Joon Hyung telah mengecewakanku. Bagaimana bisa dia kehilangan sepatu yang aku berikan untuk hadiah ulang tahun Minggu lalu. Bahkan dia belum sempat memakainya." Jelas Hyerim. Narae membulatkan matanya tak percaya. Ia pikir akan mendapatkan luapan kekesalan dari Hyerim karena ucapannya tadi.

Sambil mencoba mencerna setiap kata yang Hyerim ucapkan,Narae teringat akan sesuatu.

Sepatu? Apa...

"Sepatu yang itu?! Pantas saja tadi pagi aku mendengar dia berteriak tak karuan. Sampai-sampai dia menuduhku menyembunyikannya. Wah,wah! Benar-benar! Hanya karena sepatu dia bisa berubah menjadi monster." Seru Narae sambil mengepalkan tangannya. Memukulnya dengan tangan yang lain. Tanpa sadar sedari tadi Hyerim memperhatikannya. Tatapannya kembali dingin. Terlihat dari kedua matanya yang memicing tajam kearahnya.

Ah, apa aku salah bicara lagi? Batin Narae dengan polosnya, sambil mencari-cari dimana letak kesalahan kata yang ia ucapkan.

"Hanya sepasang sepatu?! Apa maksudmu?!" Tanya Hyerim kesal.

Ah, itu rupanya.


Yaishhhh! Dasar mulut bodoh! Sampai kapan kau akan terus lepas kendali!

"Ah...itu, maksudku, sepasang sepatu itu sangat berharga, apalagi dari seorang kekasih. Pasti Joon Hyung akan terus berusaha mencari sepatu berharga itu sampai dapat, benar kan?" Ujar Narae dengan penekanan di setiap kata, mencoba meyakinkan si lawan bicara.

"Begitukah? Ah, sepertinya begitu! Tapi,katakan pada Joon Hyung bahwa aku masih marah padanya. Setiap kali marah ada saja hal yang dia lakukan untuk meredam emosiku. Kali ini tidak akan semudah itu! Enak saja!" Gerutu Hye Rim.

Memang tidak bisa dipungkiri, aksi imut nan menggemaskan yang kerap kali Joon Hyung tampilkan dihadapannya membuatnya begitu mudah melupakan emosi yang tadinya sudah meluap-luap.
Entah dari mana datangnya senyum manis itu sampai mampu menghiasi wajah dingin Hye Rim yang coba ia pertahankan.

Di sisi lain, terlihat Narae yang masih senantiasa bergelut dengan pikirannya. Sesekali tersenyum miring mengingat hal-hal manis yang Joon Hyung lakukan untuknya sewaktu kecil dulu. Tiba-tiba saja kini dirinya sudah tergantikan.

Tak bisa dipungkiri, gadis di sebelahnya yang sedari tadi mengoceh panjang memang jauh lebih baik darinya. Untuk apa menyia-nyiakan masa muda demi menunggunya yang dulu telah menolak mentah-mentah perasaan yang menderunya.

Tersadar dari lamunannya,Narae menyahut,"Tentu saja! Kau bisa mengandalkanku!" Serunya ceria. Sambil menyunggingkan senyum termanisnya pada si empu yang balas menatapnya syahdu.

"Hari ini kelas libur, dosen tidak bisa hadir karena ada urusan mendadak." Ujar Hye Rim santai.

"Benarkah! Wah! Benar-benar! Kenapa tidak mengabariku? Kau tidak tahu sejauh mana aku berjalan hanya untuk mencapai tempat ini?!" Tanya Narae kesal.

"YA! Siapa juga yang menyuruhmu berjalan kaki sementara kendaraan umum berlalu lalang di sekitarmu?" Seru Hye Rim tak mau kalah. Tatapan matanya tajam, seolah menusuk ulu hati Narae.

Mendapati tanggapan sahabatnya yang tak sesuai ekspektasi,ia hanya mendengus kesal. Merutuki Hye Rim dengan berbagai macam umpatan,di dalam hati pastinya.

Jika umpatan ia lontarkan secara terang-terangan, mungkin Narae sudah mendapati dirinya tergantung telanjang di atas pohon besar di tengah taman kampus.

Melihat reaksi dari sahabatnya,Hye Rim ikut-ikutan mendengus. Menarik pelan pergelangan tangan Narae menuju gerbang kampus.

"Mau kemana?" Tanya Narae.

"Menebus kesalahanku." Jawab Hye Rim datar. Masih terus menarik tangan Narae,si empu hanya menurut saja sambil menatap Hye Rim dengan penuh tanda tanya.

"YA! Choi Hye Rim! Jangan main-main denganku!" Teriak Narae tak terima. Tak ada penolakan. Hanya mencerca jawaban dari sahabatnya yang terus menariknya dan memandang lurus ke depan.

"Jika kau terus berteriak, aku tidak segan membawamu ke penangkaran buaya."

Narae membulatkan kedua matanya. Kembali ia mengumpat, Apa dia sudah gila?!



Brother=BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang