Matahari sudah mulai tenggelam, namun keheningan diantara keduanya tak kunjung mereda. Hanya ada bunyi notifikasi telepon genggam yang sesekali memenuhi ruangan. Entah dari milik Hyerim atau Narae. Keduanya masih fokus terhadap benda pipih tersebut. Netranya sama sekali tak mau beranjak.
Sesekali Hyerim melirik si empu disebelahnya. Memastikan bahwa si empu tak balik menatapnya.
Ia mulai berpikir, mulai darimana kiranya ia akan memulai pembahasan tersebut. Pembahasan yang agak sensitif, dan mungkin dapat menggores hati sahabatnya itu."YA" panggilnya ragu.
"Wae?" Narae menanggapi, dengan manik yang masih fokus terhadap ponsel dihadapannya.
"Kau tahu aku sangat menyukaimu sejak awal kita bertemu."
"Ne?" Narae terheran. Ia tak tahu kemana ucapan Hyerim mengarah.
"Ah, tidak. Aku hanya tidak mau hubungan kita hancur hanya karena sebuah masalah. Jadi...mari memahami satu sama lain." Jelas Hyerim tersenyum lebar. Kedua tangannya senantiasa memegang lengan Narae.
Narae berusaha mencerna ucapan Hyerim. Memutar otak, apa gerangan yang dimaksud sahabatnya itu. Sejak menginjakkan kaki dikediamannya,Hyerim seolah menjadi orang lain. Perangainya aneh, seakan tidak ingin sesuatu terbongkar namun gelagatnya seakan ingin memberitahukan sesuatu.
~~~
"Omoni... aku pulang!" Seru Hyerim seraya mengenakan sepatunya. Sepasang sepatu selop dengan pita kecil yang menghiasi bagian depan permukaannya.
"Cepat sekali? Tidak menginap?" Tanya Gal Hee menghampiri, meninggalkan semangkuk telur yang belum sempat ia kocok.
Sedikit info,Joon Hyung suka banget sama telur gulung bikinan ibunya jadi ga hayal pagi siang malem makanan itu harus siap sedia dimeja makan.
"Ah ada urusan yang harus segera kuselesaikan. Lagipula sepertinya Narae juga sibuk. Aku akan menginap jika ada waktu luang."
"Yaish, anak itu! Biasanya dia tidak pernah sesibuk itu sampai harus mencampakkanmu."
"Ah, tidak omoni. Aku memang sedang ada urusan. "
"Ya sudah. Hati-hati,ya. Kabari jika kamu sudah sampai di rumah. Sampaikan juga salamku pada ibumu."
Belum sempat Hyerim membalas, keduanya dikejutkan dengan kedatangan sesosok lelaki dengan membawa segala keceriaannya.
"Eomaaa,aku pula-Hye..rim?" Teriak Joon Hyung tercekat.
"Hyerim?" Tanya Gal Hee bingung.
"YA! Anak nakal! Kau pikir dengan siapa kau berbicara?!" Seru Narae tergelak. Siapa yang mengajari si bungsu ini sehingga tidak tahu tata Krama?
"Ah,Hyerim Noona. Eomma selalu saja menyela sebelum aku menyelesaikan ucapanku." Ujarnya kesal. Memang benar jika Noona sudah tidak terpakai diantara keduanya, tapi jika menyangkut orang lain, mungkin mereka hanya tahu jika keduanya hanya sebatas pria dan wanita yang saling mengenal, tidak lebih.
Hyerim pergi dan menghilang dibalik pintu. Nyatanya ucapannya barusan bukan hanya alasan belaka, ada beberapa urusan yang memang harus segera ia tangani. Meski dikenal sebagai Putri kesayangan yang manja, ini itu masih dihandle orang tua,Hyerim juga mampu menangani beberapa masalahnya sendiri. Memang benar, kedudukan dan uang tidak bisa menjamin apapun, mungkin tidak semuanya. Ada beberapa hal yang harus kita raih dengan usaha dan kerja keras.
"Tumben sekali Hyerim Noona datang kemari. Ada apa?" Tanya Joon Hyung sambil mencomot sehelai kimchi yang telah dipotong kecil.
"Bukannya dia memang selalu kemari? Tunggu, kenapa tiba-tiba kau tertarik?" Tanya Gal Hee. Matanya memicing, bertanya-tanya.
"Ah..i-itu.." Ujar Joon Hyung gelagapan.
"Karena hari ini hari Senin. Bagaimana bisa mereka tidak mengikuti kelas?" Tanya Joon Hyung beralibi. Perasaannya mendadak lega setelah mengetahui sang ibu percaya-percaya saja.
"Kakakmu tidak enak badan, jadi Hyerim datang untuk menjenguknya." Jawab Gal Hee melanjutkan sesi mengocok telurnya yang sekarang beralih menuangkannya ke penggorengan.
Joon Hyung terlihat tengah berpikir, mengabaikan sorot mata Gal Hee yang sedari tadi bertanya-tanya. Entah sejak kapan putra bungsunya itu mulai tertarik dengan dunia sekitar. Biasanya hanya ber oh ria menanggapi beberapa pernyataan yang sama sekali tak mampu menarik perhatiannya.
Sepersekian detik ia mencampakkan sang ia,Joon Hyung kini buka suara,"Aku akan antarkan makan malam Noona."
"Hm?"
"Tumben sekali. Biasanya-"
"Tolong kupaskan buah-buahan juga,eomma. Ia benar-benar butuh asupan nutrisi saat ini." Sela Joon Hyung ditengah-tengah kalimat sang ibu. Berlari menaiki tangga dan kembali turun dengan pakaian yang lebih santai.
"Kau ini kenapa?" Tanya Gal Hee,menjeda kegiatan mengupas apel beralih menyentuh kening putra bungsunya.
"Normal?" Gumamnya masih dengan tatapan tak percaya.
"Eomma ini kenapa?"
"Sudah belum? Kemarikan,biar aku saja. Akan lama jika eomma mengupasnya dengan pikiran kemana-mana seperti ini." Ujar Joon Hyung kesal, mengambil alih pisau dan apel yang kulitnya baru terkupas seperempat bagian.
"Eomma siapkan makan malam dulu. Cepat antarkan ke kamar kakakmu. Mungkin saja ia sudah meronta minta dijejali seonggok kimchi."
"Tapi katakan padanya, jika dia belum juga sembuh, jangan harap eomma akan membuatkan makanan favoritnya itu. Takkan pernah sebelum dia sepenuhnya sembuh. Sudah cepat!" Timpal Gal Hee lagi. Kodratnya sebagai seorang ibu mulai tercium. Mengomel dan meracau sepanjang hari jika hal buruk terjadi pada putra putrinya.
"Eomma pikir aku goblin yang bisa mengupas buah dalam satu detik? Setidaknya jangan menunggu jika tidak ingin membantu." Kesal Joon Hyung terlihat frustasi dengan benda bulat dalam genggamannya, kenapa begitu sulit terkelupas.
"YA! Kau... berikan padaku!" Teriak Gal Hee merebut apel yang tak kunjung terkuliti, tampilannya malah terlihat menyedihkan.
"Kau hanya perlu mendorongnya seperti ini. Jangan terlalu tebal, akan sulit untukmu mengupasnya." Ujar Gal Hee memberikan pengarahan pada Joon Hyung yang hanya bisa menganga dengan kepiawaian sang ibu.
Walau bukan ibu kandung,Gal Hee benar-benar memperlakukannya seakan ia lahir dari dalam rahimnya. Mengomelinya saat bertengkar dengan teman sekelas, mengajarinya bersepeda, menyuapinya makan, membacakan dongeng sebelum tidur, dan memberikan cinta yang sama seperti yang didapatkan oleh teman-temannya-dari ibu kandungnya.
Ia tersenyum simpul mengingat peristiwa beberapa tahun lalu tersebut. Tak disangka, wanita paruh baya disampingnya ini sudah mulai menua. Terlihat dari keriput di kantong mata dan sudut bibirnya.
Seakan kembali ke masa lalu dimana ia senang mendusal pada sang ibu,ia memeluk erat sang ibu sambil berujar lembut,"Saranghae,eomma."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother=Boyfriend
Teen FictionRomansa kakak beradik yang saling mencintai. Dilema antara cinta, keluarga, dan persahabatan. Akankah mereka mengorbankan segalanya demi cinta mereka? Ataukah menggugurkan cinta mereka demi orang-orang tersayang?