Mereka sudah sampai di pelataran rumah. Entah bagaimana mereka melalui kecanggungan akut yang menggelayuti sepanjang perjalanan. Hanya ada sesi tatap menatap. Namun jika manik keduanya bertemu, kedua belah pihak dengan segera memutuskannya. Saling mengingatkan diri masing-masing dalam batin.
Joon Hyung seakan kehilangan keberaniannya yang beberapa saat lalu menampakkan diri dengan sangat gagah berani. Gadis yang terpaut beberapa tahun di atasnya diam tak berkutik. Mungkin banyak pertanyaan bercokol di kepala mungilnya saat ini. Entah apa itu, dia tak mau tahu. Yang paling penting sekarang adalah sampai di dalam kamar dan mengumpat di balik dinding kedap suara tersebut dengan sekencang-kencangnya.
Beberapa saat lagi keduanya akan sampai ditempat dimana pintu berada. Belum sempat memencet bel, aroma buldak khas menyeruak ke dalam hidung masing-masing. Narae sangat hapal dengan wangi satu ini. Aroma yang tidak pernah tidak berhasil menggelitik hidung dan perutnya walau letaknya masih berpuluh-puluh meter lagi.
Di benaknya terlintas berbagai kemungkinan-kemungkinan yang pasti terjadi jika rumah mereka di selimuti aroma sedap nan wangi ini.
Seorang asisten rumah tangga membukakan pintu. Biasanya bibi Myung Joo akan pulang saat matahari sudah hampir tenggelam. Namun, ini sudah lewat jam 9 malam, kenapa masih disini? Ada tamu?
Makin kesini aromanya makin kuat. Tak hanya buldak, sepertinya aroma sup-sup daging menyerbu masuk ke dalam hidung.
"Nona, tuan muda, tuan dan nyonya sudah menunggu di dalam." Ujar Myung Joo dengan kepala menunduk. Tatapannya tak lepas dari lantai yang lembab,mengembun karena hujan.
"Tuan? Appa?!" Narae membuka suara. Kini kedua matanya terbuka lebar. Seakan ingin meloloskan diri dari kelopak yang kini mulai sayup-sayup, mengantuk.
Narae segera berlari. Menghampiri sang ayah yang tengah duduk manis menyeruput secangkir teh jahe. Sesekali ia tertawa renyah tatkala sang ibu menuturkan sesuatu.
"Appaaaa!" Teriak Narae dari kejauhan. Membuka tangan lebar guna memeluk si empu. Bibirnya menukik ke atas hingga tercipta seulas senyum haru.
"Aaaah! Anak perempuanku!" Teriak Yeong Jin yang seketika langsung berdiri dari duduknya dan menyambut pelukan tersebut dengan suka cita.
"Appa bilang akan pulang beberapa hari lagi? Appa bohong!" Seru Narae. Menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan sedikit memanyunkan bibir tanda merajuk.
"Jika appa bilang akan pulang hari ini, tidak ada kejutan, tidak surprise!"
"YA! Appaaa!" Teriak Narae kesal. Si empu hanya terkekeh kecil melihat tingkah menggemaskan putrinya yang seperti anak kecil di usia 20an.
~~~
"Noona, aku masuk!" Teriak Joon Hyung dari balik pintu. Tak ada jawaban dari dalam.
Ia memutar kenop pelan. Terlihat sang kakak sedang duduk di kusen jendela sambil memandang langit yang hari ini sepi tanpa setitik pun bintang, apalagi bulan. Mengingat beberapa saat lalu hujan deras,wajar saja jika keduanya tak mau menampakkan diri. Mungkin takut terkena flu?
"Noona"
"Eomma menyuruhku membawakan ini untukmu. Habiskan sebelum tidur." Lanjutnya.
"Hm." Sahutnya. Lebih seperti bergumam dengan diri sendiri.
Pikirannya teralihkan pada tatapan kosong Narae. Pikirannya berkecamuk. Apa mungkin ini karena hal yang dilakukannya tadi. Memang perilakunya seperti pria brengsek yang sedang menawan seorang gadis belia. Tapi tetap saja, bagaimana mungkin dia melakukan itu pada kakaknya sendiri. Meskipun tak sedarah.
Ia menghampiri Narae. Menepuk pelan bahunya, menyadarkan si empu dari lamunannya.
Narae sontak menoleh, sedikit kaget. Ia pikir adiknya itu sudah keluar dari kamarnya sebab terdengar suara pintu menutup meski samar. Sedikit membuyarkan lamunannya, namun kembali terkumpul dan melamun.
"Ah! Ada apa?"
"Tidak. Kau hanya sedikit berbeda akhir-akhir ini. Apa itu karena-"
"Tidak tidak! Kau..kau hanya berusaha untuk membuatku menyadari kenyataan yang selama ini tak pernah ku pahami. Maaf." Jawab Narae lirih.
Bukan karena kecupan dadakan dari Joon Hyung, melainkan karena perasaan Joon Hyung yang ternyata selama ini masih tersimpan untuknya.
Narae begitu tidak pekanya sampai bisa mengoyak hati kecil adiknya. Sungguh,ia benar-benar tak tahu. Yang ia tahu hanyalah kini perasaan Joon Hyung sudah seutuhnya untuk Hyerim, sahabat karibnya."Apa itu artinya kau... menerimaku?" Tanya Joon Hyung ragu.
Narae menoleh lalu mencoba memastikan. Terima apa?
"Bagaimana bisa? Kau kan sudah memiliki Hyerim. Mana bisa kau menjadi lelaki brengsek dengan mencintai dua perempuan sekaligus. Bersahabat pula. Kau ingin menghancurkan persahabatan kita?" Tanya Narae tak percaya.
"Heh,kukira kau paham maksud sebenarnya." Gumam Joon Hyung sembari tersenyum miring.
Raut wajahnya seketika berubah. Terlihat seperti singa yang akan menerkam mangsanya tanpa ampun, namun tetap santai."Kita lihat saja. Kau akan jatuh ke pelukanku."
"Wah! Apa-apaan maksudnya itu?" Tanya Narae dengan nada mengancam.
"Sebulan. Beri aku waktu sebulan untuk memenangkan hatimu, Kang Narae." Tutur Joon Hyung sebelum melenggang pergi. Senyuman yang terselebung di dalamnya terlihat menyeramkan, mengancam. Narae hanya bisa bergidik ngeri.
"Apa-apaan. Narae? Dia pikir siapa dulu yang selalu minta perlindungan? Ck!" Gerutunya kesal.
Ia tak habis pikir. Apa yang bisa membuat adik tiri seta wayangnya itu begitu tergila-gila padanya. Jika dibandingkan dengan Hyerim, dia bukan apa-apa. Seperti kumbang kecil yang disandingkan dengan kupu-kupu. Dari fisik saja sudah kalah, apalagi kemampuan.Dia hanya bisa mendengus pelan. Melirik sekilas sepiring buah yang telah dikupas rapi dan susu hangat yang sepertinya mulai kehilangan kehangatannya. Tiba-tiba selera makannya hilang. Entah apa yang membuat kudapan tersebut tak menarik lagi baginya.
Padahal biasanya,hal ini yang paling ditunggu-tunggu sebelum ia menjemput mimpinya. Entah mimpi indah atau buruk,ia tetap harus dalam keadaan kenyang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother=Boyfriend
Teen FictionRomansa kakak beradik yang saling mencintai. Dilema antara cinta, keluarga, dan persahabatan. Akankah mereka mengorbankan segalanya demi cinta mereka? Ataukah menggugurkan cinta mereka demi orang-orang tersayang?