"Noona!" Teriak Joon Hyung dari kejauhan. Agak sulit menemukan kakaknya. Rambut coklat disini banyak, bak sebuah club bertemakan'rambut coklat'.
"Kau ini lama sekali! Kau tidak lihat aku sudah hampir membeku begini? Ditambah tadi ada beberapa anak usil seusiamu yang menggodaku. Mereka pikir aku anak SMP yang polos dan mudah tergoda? Ck!" Seru Narae sembari menggosok kedua lengannya, menciptakan kehangatan dengan caranya sendiri.
Joon Hyung menatap khawatir pada sang kakak. Memang,di zaman seperti ini banyak sekali orang brengsek yang menutupi kebusukan mereka dengan topeng kepolosan. Jika lengah sedikit saja, sangat mudah bagi mereka untuk menaklukkan mangsa yang sudah lama diincarnya. Bisa dibilang terlampau cerdik juga. Bagaimana bisa mereka membuat rencana matang hanya dalam kurun waktu beberapa hari saja, bahkan bisa berpikir panjang hanya untuk sedetik.
"Mianhae,Noona! Ada sesuatu yang harus ku urus." Ujar Joon Hyung sambil menunduk khas orang Korea.
"Jika memang penting seharusnya kau menghubungiku agar aku tidak menunggumu disini. Jika kau tak kunjung datang, bisa mati kedinginan."
"Tidak penting juga. Hanya jika tidak ditangani, akan merepotkan nantinya."
"Terserah saja. Anak seusiamu memang memiliki cara berpikir yang aneh." Ujar Narae berjalan masuk ke arah bus yang baru saja dikerumuni para manusia yang sama mengantrinya dengannya.
Joon Hyung menatap Narae kesal, menarik tangannya menjauhi keramaian, membuat si empu meronta kesakitan.
"Kau ini apa-apaan! Lepaskan!" Teriak Narae meronta-ronta.
"Siapa bilang kita akan naik bus? Jalan kaki!" Ujar Joon Hyung kembali menarik tangan Narae.
"YA! Kau!"
"Aku apa?" Teriak Joon Hyung tak terima.
"Aku anak kecil? Aku aneh? Aku dalam fase pendewasaan? Berpikirlah sesukamu,Noona! Kau memang selalu menganggapku begitu!" Kesal Joon Hyung. Masih dalam posisi yang sama, memegang erat pergelangan tangan Narae. Tapi bedanya kini ia terengah-engah. Di cuaca dingin begini bisa-bisanya keringat mengucur di dahinya, walaupun samar,tak terlalu kentara.
Narae menatap Joon Hyung tak percaya. Ada sedikit rasa bersalah dalam lubuk hatinya. Namun, akhir-akhir ini sikap Joon Hyung membuatnya tak bisa habis pikir,kesal,marah, rasa bersalah pun perlahan luntur. Tapi sungguh, hari ini ia benar-benar merasa bersalah. Mungkin karena dilain hari ia tak menyadari kesalahan apa yang ia lakukan sampai membuat keadaan Joon Hyung jadi seperti ini. Memang tidak sepenuhnya salahnya, tapi.. tetap saja hati kecilnya menjerit, memaksanya untuk memeluk erat si empu sambil membelai surai kelamnya tersebut.
Di luar ekspektasi,ia hanya bisa meminta maaf dengan nada datar,tak terlihat merasa bersalah sama sekali. Entahlah,ia hanya tak mau terlalu memberi harapan pada si empu yang ia tahu mudah luluh meski hanya di iming-imingi secercah harapan.
"Kau tahu aku orang yang tidak mudah menyerah,Noona?" Tanya Joon Hyung putus asa.
"Jadi sekarang kau alih profesi menjadi tukang pamer,hah?" Tanya Narae masih dengan nada datar dan aura dingin andalannya.
"Tidak. Hanya saja..aku baru menyadari bahwa di luar sana banyak sekali orang yang menginginkanmu,den latar belakang berbeda-beda. Tapi yang pasti, mereka lebih baik dariku."
"Seharusnya aku menyerah saja saat kau tidak menerimaku saat itu. Hanya saja..kau terlalu berharga untuk ku lepaskan."
"Banyak sekali hal yang ingin ku lakukan untukmu. Tapi.. banyak juga hal yang tidak bisa kulakukan untukmu."
"Dan hari ini hal itu terjadi. Dimana aku tidak bisa melindungimu dari orang-orang brengsek yang mengincarmu."
~~~
Pagi ini benar-benar dingin. Mantel dan jaket tebal saja tak cukup untuk membalut tubuh saat keluar rumah. Terpaan angin membuat tubuh bergidik, hidung memerah, dan kaki gemetar. Seakan dingin tersebut mampu menusuk ulu hati jika tidak segera mendapatkan kehangatan.
"YA! Kang Narae! Lama sekali! Kau mau membuatku mati kedinginan hanya untuk menunggumu membukakan pintu untukku?" Teriak Hyerim kepayahan. Tubuhnya sedikit oleng diterpa angin yang sesekali menyembur.
"Salah sendiri tidak menghubungiku terlebih dahulu! Kau benar-benar mengacaukan tidur pagiku."
"Tidur pagi katamu? Hei pemalas! Kau tidak lihat ini sudah hampir tengah hari?"
"Kau mau terus berdebat denganku dan benar-benar mati kedinginan di luar sana?"
"YA! Ini semua salahmu! Suka sekali memancing orang!"
"Lebih baik memancing ikan daripada memancingmu. Tidak sedap!"
"YA! Kau..."
"Sudah-sudah.. kalian ini! Eomma bingung. Kadang sangat akur kadang juga seperti musuh bebuyutan." Ujar Gal Hee menengahi perdebatan di antara keduanya. Menarik pelan bahu Hyerim, mempersilahkan masuk dan memberi kehangatan.
"Ah,omoni! Annyeong haseyo!" Ujarnya sebelum benar-benar masuk ke dalam rumah Narae.
"Lihat! Sifat sok imutnya tiba-tiba menampakkan diri. Apa-apaan itu?!" Celetuk Narae menunjuk-nunjuk tak terima.
"YA! Omoni...." Rengek Hyerim tak terima. Meski ia benar, tetap saja ia kalah jika harus berhadapan dengan sahabatnya satu ini.
"Narae..." Ujar Gal Hee menegur.
"Arraseo arraseo.." Ujar Narae menyerah. Jika sudah dapat teguran dengan tatapan sinis begini, bagaimana bisa ia melanjutkan sesi menggoda sahabatnya itu. Bisa-bisa tidak dapat jatah uang jajan selama sebulan.
Narae menaiki tangga yang diikuti Hyerim dibelakangnya. Sesekali ia menggaruk rambutnya. Benar saja sudah tengah hari, tapi kantuk yang bersarang tidak kunjung menghilang. Perkataan Joon Hyung semalam sukses membuat Narae tak bisa tidur dan hanya berguling kesana kemari. Mencoba menutupi wajahnya dengan bantalpun tetap tak membuat rasa kantuk itu datang,malah semakin terngiang akan ucapan Joon Hyung.
"Bagaimana pertandingan Joon Hyung?" Celetuk Hyerim memecah keheningan diantara keduanya.
"Seperti biasanya." Jawab Narae yang tadinya akan memutar kenop namun terhenti.
Seperti tak puas dengan jawaban si empu,Hyerim kembali bertanya,"Apa kau menonton pertandingannya setelah makan denganku waktu itu?"
Deg..
"A-apa maksudmu?" Tanya Narae gelagapan, seperti seseorang yang tengah tertangkap basah tengah mencuri pandang. Pertanyaan Hyerim seakan tertuju pada hal lain.
"Lupakan! Mari habiskan hari ini bersama." Ujar Hyerim diikuti senyum sumringah khas, menampilkan gummy smile nya.
Narae tersenyum lega. Dihatinya masih terbesit rasa gundah, seperti senyuman Hyerim tersebut bukan disunggingkan dengan tulus, melainkan memiliki maksud tertentu.
Apa Hyerim sudah tahu apa-apa yang terjadi antara Joon Hyung dengannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother=Boyfriend
Teen FictionRomansa kakak beradik yang saling mencintai. Dilema antara cinta, keluarga, dan persahabatan. Akankah mereka mengorbankan segalanya demi cinta mereka? Ataukah menggugurkan cinta mereka demi orang-orang tersayang?