7- The Truth Untold

2 0 0
                                    

Narae merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran king size berlapis seprai berwarna ungu pastel yang membalut setiap sisinya. Tubuhnya seakan remuk. Akhir pekan biasanya ia gunakan untuk berdiam diri dikamar nyamannya, tak melakukan apapun. Ini malah harus berkeliling pasar malam sambil memasang ekspresi sok bahagia.

Narae mendengus pelan, memejamkan matanya. Namun beberapa detik kemudian ia buka kembali. Menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Yang ada dipikirannya saat ini adalah hal-hal nekat yang akan Joon Hyung lakukan jika perasaannya tidak terbalaskan. Di usianya yang belum bisa dikatakan dewasa,ia bisa saja bertindak di luar nalar.

Benar-benar kacau!

Belum lama ia diambang mimpi,ia sudah dikagetkan dengan suara pintu terbuka. Matanya kembali terbuka, mendengus kesal, dan menoleh ke arah sumber suara.

Dilihatnya Joon Hyung sudah berdiri membelakangi pintu. Tersenyum lembut ke arahnya. Dengan langkah pelan namun pasti,ia mendekat. Duduk di sofa yang berhadapan dengan ranjang Narae.

Narae terlonjak. Ia seketika merubah posisi menjadi duduk tegak. Takut-takut kenekatan Joon Hyung bertambah jika mereka hanya berdua saja.

Memasang wajah dingin,ia berujar ketus,"Ada perlu apa kau kemari?" Tanyanya dengan posisi satu kaku menumpu kaki lainnya.

Joon Hyung terkekeh pelan, nyaris tak terdengar. Ia berjalan, mendekatkan wajahnya dengan wajah Narae. Menatap dalam yang dibalas memalingkan wajah.

"Begini saja kau sudah gugup,Noona." Ujar Joon Hyung. Pandangannya tak lepas dari Narae yang kini wajahnya semu merah.

"Aku suka saat jantungmu berdetak untukku." Tambahnya sembari terkekeh melihat Narae yang salah tingkah.

Joon Hyung mundur beberapa langkah, namun tetap tak mau memutuskan pandangannya pada Narae. Si empu juga tak mau mengalah,ia tetap memalingkan wajah. Tak ingin mempertontonkan wajah padamnya. Salahkan juga detak jantungnya yang sedari tadi tak mau berhenti, malah makin menggebu.

Narae memberanikan diri untuk mendongak, menatap manik Joon Hyung tajam. Berdehem sekilas lalu berdiri, menempatkan posisi di depan Joon Hyung, mulai membuka suara,"YA, Joon Hyung-ah. Kau pasti tahu apa yang kita lakukan ini salah. Benar aku sangat menyukaimu, aku sangat menyayangimu, hanya saja sebagai Noona pada adiknya, tidak lebih." Ujar Narae dengan nada selembut mungkin. Mencoba agar si lawan bicara mau dibujuk dengan perkataannya.

Joon Hyung lagi-lagi terkekeh. Memasukkan kedua tangannya ke dalam cardigan over size-nya. Mencoba agar terlihat senyaman mungkin di hadapan sang kakak, sekaligus wanita yang sangat dicintai.

"Tidak ada yang salah dengan hubungan kita, Noona. Anggap saja aku seperti teman masa kecilmu. Lupakan bahwa usiaku terpaut jauh denganmu." Ujar Joon Hyung santai. Ia benar-benar tidak terlihat terbebani saat pikiran bercampur aduk di kepala Narae. Setiap kata yang telah ia siapkan untuk mengungkung Joon Hyung seakan pudar begitu saja. Hilang tak bersisa.

Perasaannya campur aduk. Ia bingung harus merasa senang, bimbang, terharu, atau kesal.
Semuanya seolah memberontak ingin segera diungkapkan.

"YA! Kang Joon Hyung! Dimana hati nuranimu,hah! Kau pikir dengan kita bersama dan kau meninggalkan Hyerim, dia akan baik-baik saja? Tidak! Dia akan merasa terkhianati, semakin tersakiti! Jangan egois dan hanya memikirkan perasaanmu sendiri!" Seru Narae agak berteriak. Nafasnya tersengal setelah mengucapkan sederet kalimat terakhir. Ia benar-benar tak bisa mengontrol emosinya. Ingin ia menangis, memeluk Joon Hyung erat, dan menepuk pelan punggungnya. Namun hati kecilnya terus mendesaknya. Mengatakan bahwa semua ini salah. Jika bukan kau yang menegakkannya lantas siapa lagi?

Joon Hyung geram. Tangannya mengepal, giginya menggertak. Langkahnya semakin maju, memojokkan Narae. Benar-benar tidak ada ruang. Narae terpojok dan terantuk pada permukaan lemari baju. Narae mencoba meloloskan diri, namun nihil. Kedua sisi telah terkunci. Kedua tangan Joon Hyung menutup semua akses yang bisa membuat si empu melarikan diri.

Wajahnya dicondongkan ke depan. Hanya menyisakan jarak beberapa mili. Nafas masing-masing terasa menderu hangat pada permukaan wajah.

"Noona."

"Aku berjanji pada diriku sendiri,tidak akan pernah membiarkan siapapun masuk ke dalam hatiku sampai Noona benar-benar mau menerimaku dengan tangan terbuka. Tapi aku salah. Aku yang terlalu bodoh. Sejak dulu kau sudah menyatakan penolakan, tapi tetap saja aku menerobos masuk meski pintu hatimu terbuat dari beton." Lanjutnya.

"Tapi tunggu saja. Aku bukan orang yang mudah menyerah. Jika aku menginginkannya, aku pasti akan mendapatkannya." Tegasnya. Ia mundur perlahan, tersenyum miring dan melenggang pergi dengan langkah gusar. Gebrakan pintu menjadi penanda lenyapnya si empu dari ruangan hangat berukuran 4×6 tersebut. Meski demikian,aroma maskulin masih melekat kuat tak mau hilang.

Narae jatuh terduduk. Menyembunyikan wajahnya di antara kedua siku yang bertumpu pada kedua lutut. Ia menangis.

~~~

Hyerim terkulai lemas di atas sofa panjang yang tertata apik di kamarnya. Kamar bernuansa pink pastel yang biasanya menderukan kehangatan kini menjadi dingin dan kelam. Lampu-lampu utama tidak dinyalakan. Dibiarkan gelap di beberapa bagian, menambah hawa dingin yang sudah menyelimuti sejak tadi.

Ia tersenyum kecil. Mengingat bagaimana tawa yang ia ciptakan saat mendengar lelucon sahabatnya. Orang yang mau menerimanya dengan apa adanya, selalu mendukungnya dikala semesta menentang, dan juga.. mengkhianatinya, dengan pria tercintanya. Semua kenyataan ini saling bertolak belakang sehingga ia tidak bisa menerima sepenuhnya.

Senyum tersebut kini mulai pudar. Digantikan isakan yang diikuti meluncurnya beberapa bulir bening dari maniknya.

Rumor bahwa Narae adalah cinta pertama Joon Hyung ternyata bukanlah omong kosong belaka. Sudah terbukti dengan beberapa hal yang tak sengaja tertangkap memorinya. Momen dimana Joon Hyung selalu menanyakan kabar sang kakak, memperhatikannya dengan tatapan penuh kasih, dan... memegang erat tangannya di saat tangan yang lain menyandingnya.

Banyak yang mengatakan bahwa cinta pertama tidak mungkin berhasil. Namun kebanyakan dari mereka tidak tahu,ah-tidak mau mengakui bahwa cinta pertama itu sulit untuk dilupakan. Meskipun seberapa sempurna pasanganmu saat ini,tak menutup kemungkinan jika mereka hanyalah alasan untuk melampiaskan emosi yang selama ini terpendam. Bersanding dengan orang lain, dan cintanya untuk orang lain pula.

Brother=BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang