Dear Jodoh: Menjadi Dewasa

3.5K 577 286
                                    

Dia masih lelaki yang sama meski kini lebih dewasa.

Farras Addara Adhiyaksa

😍😍😍

"Itu yang foto-foto itu, Abi masih nemu di hard disk Ras. Percuma Abi hapus capek-capek tapi Ras masih nyimpen."

Iye, tumben-tumbenan ini rumah kagak adem ayem kayak biasanya. Semenjak lepas dari rumah orang tua masing-masing, keduanya jadi sering bertengkar. Apalagi sejak terakhir bertemu Andra di pernikahan Dina, bah! Cemburunya Ando gak kelar-kelar. Sampai berbulan-bulan malah. Farras sampai bosan mendengarnya. Mau dibantah kayak apa juga tetap saja yang namanya masa lalu gak bisa dihapus. Apa daya? Kan sudah terjadi.

Lalu pagi tadi saat berberes, Ando menemukan hard disk yang mirip dengan miliknya. Ia kira memang miliknya yang sempat hilang beberapa bulan lalu saat mereka baru pindah ke rumah ini. Eeeh ternyata itu hard disk Korea-nya si Farras yang di dalamnya masih banyak atribut Andra. Alhasil, pecah lah itu perang saat sahur begini. Meski mencoba saling menahan emosi tapi satu-dua kata tetap saja usil keluar.

"Ya ampun, Bi. Ras mana inget kalau nyimpen juga di situ. Lagian kan udah lama banget," begitu lah sangkalan Farras yang dibalas deheman dingin milik Ando yang kini sebetulnya sudah tidak selera melihat makanan di depannya. "Tuh kan, giliran Ras ngomong didiemin!" lanjutnya yang malah balik mengambek.

Ando menghela nafas lalu tatapan tajamnya terarah pada Farras yang mencibir dalam hati sambil mengaduk-aduk nasi di piringnya. "Selain di situ, di mana lagi disimpannya?"

Farras mengendikan bahu dengan wajah kesal.

"Ras!"

Nada panggilan itu mulai naik. Farras melepas sendoknya. Ia beranjak dari kursi lalu masuk ke kamar dan mengunci pintu. Air mata yang sedari tadi ditahannya turun juga. Hatinya sakit karena mendengar nada suara yang tak biasanya setinggi itu. Selain itu,  ia memang cengeng sih. Persis bundanya. Sementara Ando menghela nafas. Ia memilih menghabiskan makanannya dengan cepat. Kemudian menaruh piring kotornya di tempat cucian piring. Selanjutnya mencuci tangan dan membasuh mukanya. Ia melirik jam dinding yang menunjukan pukul empat kurang. Tak lama lagi waktu imsak akan tiba. Kemudian ia melirik piring istrinya yang masih penuh. Bahkan satu sendok pun belum masuk ke dalam perut Farras.

Ia membawa piring itu kemudian berjalan menuju kamar. Ia mengetuk-ngetuk pintu kamar sembari memanggil perempuan yang menjadi istrinya itu.

"Gak mau buka!"

"Sahur, Ras. Makan dulu. Marahnya dilanjut nanti," tuturnya kali ini dengan nada yang sangat hati-hati. "Kalau dipanggil suami itu...."

Belum selesai ia bicara, pintu kamar terbuka. Dalam hati ia ingin tertawa melihat tampang bete, kesal dan marah milik Farras yang menurutnya lucu.

"Suapin!" pintanya sembari duduk di atas tempat tidur.

Ando menghela nafas. Ia paling tidak bisa diminta seperti ini tapi apa boleh buat lah. Walau usia lebih tua istrinya nyatanya kelakuannya lebih kekanakan dari usianya.

"Abi tuh percaya dikit kek sama istrinya," protesnya disela-sela menghabiskan suapan yang masuk ke dalam mulutnya.

"Kalo lagi makan jangan dibiasain sambil ngomong," tegur Ando dengan wajah serius bercampur sedikit marah. Walau yah, tangannya dengan lihai menyuapi Farras dengan cepat. Berlomba dengan waktu imsak.

Farras membalasnya dengan memonyongkan bibir. Ia sengaja melakukannya karena Ando seringkali menegurnya seperti itu. Melihat itu, Ando tertawa kecil. Yeah, ia memang tidak bisa marah lama-lama pada perempuan ini.

Dear JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang