Spesial Part 5: Bukber di Rumah Opa

3.1K 580 356
                                    

Bedug magrib berbunyi, Adel langsung memandu doa berbuka puasa. Gadis kecil itu sudah melakukan tugas ini selama bertahun-tahun dan tak mau digantikan oleh yang lain. Hal-hal yang membuat lucu. Tapi kata-katanya berikutnya itu sangat menyentuh hati orang-orang dewasa. Ketika ia ditanya kenapa tak ingin diganti untuk memandu doa?

"Kan Ummi pernah bilang kalau hal-hal baik itu harus dipertahankan. Baca doa kan baiiik Ooooom, Tanteeeee, Opaaa, Omaaaa," jawabnya yang tentu mengundang kekehan.

Tak lama, solat magrib digelar. Opa menepuk bahu Feri untuk menjadi imam solat. Sudah beberapa tahun ini, tiap acara buka puasa digelar di rumah Opa, Feri yang hampir tak pernah absen menjadi imam. Walau sesekali diganti Fadlan. Tapi ia merasa bertanggung jawab sebagai anak tertua di keluarga ini.

Surat-surat Quran yang dilantunkan begitu mendamaikan. Tiara bahkan meneteskan air mata. Rindu diimami daddy-nya karena kini ia sudah punya imam hidup sendiri. Yaa, begini lah kalau sudah menikah. Disatu sisi mungkin mengurangi beban tanggung jawab sang ayah. Disisi lain, akan ada momen yang dirindukan.

Usai solat magrib berjamaah, disambung acara makan. Shabrina sudah ikut mengantri bersama para sepupu Farrel. Ia sibuk mengobrol dengan Dina yang menurutnya lebih asyik diajak bicara ketimbang yang lain. Jadi lah, setelah lepas dari bunda, ia menempeli bumil itu.

"Din!" suaminya memanggil. "Ambil itu dong sayang," pintanya seraya menunjuk kerupuk. Dina mengambil dan menaruhnya dipiring Adit lalu lelaki itu kembali berkumpul dengan Husein, Farrel, Agha, Aidan, dan Ando. Ardan? Sedang dikintili Vania yang masih meledeknya soal status.

Echa? Gadis itu agak canggung mengambil makan. Tapi diajak Rain, jadi lah ia beranjak. Tak lama Ferril muncul di belakangnya.

"Nempeeeel teruuus! Nempeeeel!" seru Rain yang dibalas ketukan di kepala oleh Ferril. Gadis itu malah terkekeh. "Kok mau sih sama dia, kak?" tanya Rain. Ia sudah tahu kalau perempuan ini setahun lebih tua di atasnya.

"Berisik lo! Mau tau aja urusan orang!" tutur Ferril yang dibalas dengan juluran lidah. Echa terkekeh melihatnya.

Ferril benar sih kalau keluarganya memang asyik. Sedari tadi, ia tak berhenti mengobrol dengan mereka karena terus diajak bicara. Apalagi tadi, saudara kembarnya Ferril yang perempuan, terus menanyakannya soal perkenalan dengan Ferril. Ia baru tahu kalau Ferril itu tiga bersaudara dan kembar semua. Tapi saat Echa memerhatikan Farras tadi, Farras terlihat lebih mirip bundanya. Farrel dan Ferril? Tadi ia melihat versi tuanya tapi karena ada dua, ia tak tahu yang mana Papa Ferril.

"Bang Ardan itu handsomeeee tauuk! But why?"

Agha yang kebetulan lewat, terkekeh-kekeh mendengar ucapan itu. Ardan bukan cuma diledek Vania, ada Fadli dan Fahri juga yang kompak meledeknya. Papanya? Cuma tersenyum kecil melihat nasib anaknya sekian tahun.

"Jodoh itu bukan urusan tampang aja, Vani. Ada banyak hal lainnya," tutur Fahri disela-sela makan. Ia tadi baru tiba menjelang berbuka. Biasa, ia datang bersama Fifa, sahabatnya Aisha yang juga istrinya. Anak-anaknya sih tak ada yang ikut.

"Misalnya kayak apa, Om?"

"Waktu!" seru Fahri tapi kening Vania dan Ardan kompak mengerut. "Ya kan Allah yang atur. Kalau kata Allah, ini bukan waktu yang tepat, mau gimana lagi?"

Vania terkekeh. "The point is abang harus sabar! Hahahahahaa!" katanya yang juga membuat Fadli, Wira dan Fahri tertawa. Ardan cuma bisa pasrah sedari tadi duduk dirangkul Vania.

🤣🤣🤣

"Reel," perempuan itu memanggil. Farrel yang masih asyik menyimak ucapan Agha pun menoleh. Shabrina datang menghampirinya. "Nanti anterin pulang ya?" pintanya dengan manja.

Dear JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang