Spesial Part 1: Bukber di Rumah Opa

3.7K 513 343
                                    

"Rejeki, jodoh, anak kan Allah yang atur, yang," tutur Fadlan sambil merangkul erat istrinya yang matanya memerah memikirkan perasaan anak perempuannya. Walau Farras tak menunjukan kesedihan tapi Icha tahu rasanya. Ia teringat kala terakhir meminta untuk hamil lagi pada suaminya tapi suaminya ini tak mau. Makanya hingga sekarang, anaknya yaa hanya tiga orang ini. "Doain aja anak kita biar bisa hamil. Atau si abang suruh nyusul aja kalo kebelet kepengen cucu," tambahnya yang membuat istrinya tersenyum kecil.

Sejujurnya Icha tahu kalau semua itu sudah diatur. Hanya saja, orang tua mana yang tidak risau? Dan benar kata suaminya, doakan saja. Toh Allah tahu yang terbaik. Mungkin saat ini, anak perempuannya masih dididik untuk dapat menjadi ibu yang baik bagi cucu mereka. Sekarang masih diminta sama Allah untuk belajar dan agar lebih dekat dengan-Nya.

"Buuun!"

Suara anak sulungnya terdengar. Icha mendongak ke atas. "Kenapa, bang?"

"Liat kemeja abang gak, bun?"

"Yang mana?" tanya Icha sambil beranjak.

"Yang putih, bun."

Icha berjalan menaiki tangga. Ia menghampiri anak sulungnya di kamarnya. "Ada di lemari, bang," tuturnya. Ia ingat karena terakhir, ia yang menaruhnya di dalam lemari. Farrel mengikuti gerakan tangan bundanya yang gesit mencari kemejanya di dalam lemari. "Mau sampai kapan bunda terus yang nyariin kemejanya, bang?" nyinyir perempuan itu sambil mengambil kemeja putih dan menyerahkannya pada Farrel yang kini garuk-garuk tengkuk. Bundanya ini, dikit-dikit nyindir jodoooooh mulu. Kalau sudah ketemu, ia juga tak akan menunda kok. Pasti diajak ta'aruf. Hihihi!

"Jangan lama-lama loh, bang. Jangan kayak papamu itu," tutur bundanya sambil keluar dari kamar.

Farrel tersenyum kecil. Ia biarkan bundanya keluar sementara ia mengancingkan kemejanya di depan cermin. Ia sih tidak mematok usia untuk menikah. Ia tak menargetkan itu. Tapi ia selalu mempersiapkan diri kalau-kalau suatu saat Allah mempertemukannya dengan jodohnya. Ia kan tak tahu kapan waktu yang indah itu datang. Yang penting, ia siap kan segalanya. Mulai dari finasial dan ilmunya. Jadi ketika ia menemukan perempuan yang membuatnya tertarik, ia akan langsung mengajaknya ta'aruf. Jika lancar, ia tak akan menunda untuk menikahi perempuan itu. Uhuy!

Sementara Ferril? Kini sedang memeriksa ponselnya disela-sela mengerjakan pekerjaan kantornya. Lelaki itu masih menunggu-nunggu Echa membalas pesannya. Ia sedang menawarkan keseriusan tapi kemarin sudah resmi ditolak Echa. Alasannya? Gadis itu ingin fokus mengejar beasiswa dan.....menikah? Belum ada dalam target hidupnya. Maka pagi ini, ia sudah membombardir Echa dengan beragam pesan yang bilang kalau ia tak masalah jika Echa masih ingin lanjut kuliah. Tapi ia ingin Echa pasti dengannya. Begituuuuu....

Sementara Echa? Ia juga sedang sibuk di depan laptop. Mengurusi berbagai dokumen lingkungan yang menumpuk ditambah pusing oleh beragam pesan Ferril. Baginya, Ferril itu belum serius-serius amat. Meski lelaki itu sudah mengenalkannya secara tak langsung pada bundanya saat tak sengaja bertemu. Tapi.... itu saja tak cukup. Dan lagi pula, Echa belum ingin menikah. Ia merasa, belum siap untuk itu.

😋😋😋

"Pelan-pelan lu, Rain," ingatnya pada Rain agar membawa mobilnya tidak mengebut berhubung ada istrinya yang sedang hamil. Tapi gadis sableng itu malah menjulurkan lidahnya.

"Helah, cuma ke rumah kak Aya terus ke opa!" tuturnya tapi Adit berat melepasnya. Hari ini kan hari pertama Adit ikut bergabung buka puasa di rumah opa Adhi.

Istrinya yang baru akan masuk ke mobil itu saja terkekeh melihat muka nelangsa Adit. Pasalnya, Rain dan Dina akan berangkat ke rumah Aya untuk menjemput perempuan itu dan anaknya. Kemudian mereka akan berbelanja di mall dan bertemu dengan Farras di sana. Katanya Farras berangkat bersama Anne yang sudah pandai menyetir.

Dear JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang