Dari balik kaca jendela, Adam menatap Salma dari kejauhan. Di sebuah ayunan, Salma yang terlihat tenang memejamkan matanya sembari menikmati lantunan murottal surah Ar Rohman di taman belakang rumah mereka yang tertutup.
MasyaAllah..., bathin Adam memuji kecantikan sang istri dari kejauhan. Dengan rambut hitam panjang yang tergerai indah, Salma sesekali terlihat mengelus lembut perutnya yang kini terlihat semakin membesar di usia kandungan 5 bulan.
Dengan langkah tenang Adam menghampiri pengisi hatinya itu.
"Mas, sini duduk!." Sambut Salma meraih tangan Adam untuk duduk di sampingnya.
"Hmmm...Assalamu'alaikum anak-anak abi." Sapa Adam sembari mencium perut Salma, sebuah tempat yang menjadi calon keturunannya berkembang dan hidup.
"Ya! Wa'alaykumussalam warohmatulloh ya Abi." Balas Salma tersenyum bahagia.
"Hmmm...insyaAlloh Umar dan Ustman gimana? " Tanya Adam sembari duduk di samping kekasihnya, seperti biasa Salma merebahkan kepalanya di pundak suaminya sembari bermanja sayang. Adam fikir sudah saatnya memilih nama untuk kedua calon putra mereka.
"MasyaAllah. Ana setuju. Umar wa Ustman bin Adam. Semoga kelak mereka bisa menjadi lentera untuk kejayaan Islam sebagaimana kedua sahabat Rasulullah Umar bin al khotob dan Ustman bin Affan radhi'allahu 'anhum ajma'in. Itu juga jika memang prediksi dokter Putri Milani benar insyaAllah."
"InsyaAllah. "
( Catatan; "radhiyallahu 'anhu" adalah bentuk doa, yang artinya "semoga Allah meridhainya".
-untuk satu orang sahabat (laki-laki): radhiyallahu 'anhu. Artinya: semoga Allah meridhainya.
-untuk satu orang sahabiyah (perempuan): radhiyallahu 'anha. Artinya: semoga Allah meridhainya.
-untuk dua orang sahabat (baik laki-laki maupun perempuan): radhiyallahu 'anhuma. Artinya: semoga Allah meridhai mereka berdua.
-untuk banyak sahabat atau sahabiyah: radhiyallahu 'anhum. Artinya: semoga Allah meridhai mereka semua.
Contoh penggunaan "radhiyallahu 'anhu" dan "radhiyallahu 'anhuma"
1. Aisyah radhiyallahu 'anha. Bila disebutkan nama Aisyah saja, cukup diucapkan "radhiyallahu 'anha".
2. Aisyah binti Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma. Bila disebutkan nama "Aisyah binti Abu Bakar", maka selayaknya mengucapkan "radhiyallahu 'anhuma", karena Aisyah dan Abu Bakar merupakan sahabat Nabi.
3. Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu (ayah Abdullah bin Mas'ud meninggal pada masa jahiliyah, belum memeluk agama Islam; sehingga bila menyebut nama Abdullah bin Mas'ud, kita hanya mengucapkan "radhiyallahu 'anhu" bukan "radhiyallahu 'anhuma").
4. Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma (Abdullah adalah salah satu anak Umar bin Al-Khattab; beliau termasuk sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits; beliau juga dikenal dengan nama "Ibnu Umar", yang artinya "anaknya Umar"; Abdullah dan Umar sama-sama sahabat Nabi, sehingga bila nama "Abdullah bin Umar" disebutkan maka hendaknya kita sertakan ucapan "radhiyallahu 'anhuma")
Hening sesaat...kala raut senyum Windy terlintas sesaat menghiasi fikiran Salma, hingga meninggalkan sesal yang begitu mendalam, namun semua telah diupayakan dan masih tetap harus berakhir karena Windy telah memantapkan hatinya untuk keluar dari kehidupan mereka, begitu juga dengan Adam. Semua telah berlalu dan berakhir sebagaimana mestinya, sebuah pilihan yang tidak pernah diharapkan Salma namun semua juga di luar kuasanya, hanya sebuah harapan, perpisahan ini akan menjadi awal kebahagiaan bagi wanita beranak satu itu.
" Semoga rumah yang mas berikan untuk Mbak Windy dan anaknya bisa bermanfaat. Jazaakalloh khoir suamiku." Ucap Salma sembari mencium pipi kanan suaminya.
" amiin. Wa jazaakillah khoir. " Adam tersenyum menatap Salma sebelum mendaratkan sebuah kecupan di kening istrinya itu.
Disini...
Sebongkah sesal menjulang tinggi meremukkan nestapaku, laksana mengkebiri ketulusanku...
Menangis percuma, merindu apa daya, skenario berakhir tanpa dimulai cerita...
Kekasihku menyerah, kekasihnya putus asa laluku binasa dikubangan gelisah...
Rasa dibutuhkan mencipta tenang, akad mengusang, semua tlah berakhir dalam perpisahan...
Kuharap bahagia merengkuh kedua insan, disini...disana...
"Semoga kelak Mbak Windy menemukan suami yang mencintainya karena Allah, menjadi imam rumah tangga untuknya dan sikecil." Ujar Salma berharap.
"Amiin." Jawab Adam tenang sembari menggenggam erat jemari istrinya.
* * *
Adam menatap dalam Aqmar yang duduk di hadapannya sembari tersenyum. Sepupu yang telah menghilang lima tahun karena memilih menuntut ilmu di Madinah.
"Apa ana ada salah sama antum wahai Abu?"Tanya Aqmar dalam candanya.
"Hmm..bisa dibilang gitu? Gak pernah nongol selama 5 tahun, trus gak pernah kasih khobar dan pulang-pulang kesini gak bawak oleh-oleh hmmmm..." Adam mengkerutkan dahinya.
"Iya sih, parahnya berlapis ya heee...afwan Mas, ana kangen berat jadi gak ingat oleh-olehnya." Jelas Aqmar cengengesan.
"Jadi gimana Planing antum? Berdakwahkan? Uda jadi ustadz kan? Lc lho.." Sindir Adam senang. Terlihat Aqmar mengkerutkan dahinya.
"Enak gak nikah Mas? Trus enak nya bisa dirinci gak?" Tanya Aqmar masih dengan gaya blak-blakannya.
"Nikah? Antum jauh-jauh belajar dari Madinah selama 5 tahun, pulang cuma mau nikah?" Adam mengkerutkan dahinya heran, sedikit kecewa karena telah memberikan contoh yang sama.
"Bukannya Mas juga.."
"Iya karena emang Istri Mas jadi salah satu alasan Mas belajar ke sana, memperbaiki diri di sana dan mendalami ilmu Allah. Jadi gitu pulang kesini ya langsung dilamar, kan gigit jari juga klo sempet di samber yang lain." Jelas Adam dengan candanya.
Sedang....
Di dalam kamar Salma tersenyum mendengar ocehan kedua saudara sepupu itu. Sekejap, melintas kenangan saat-saat proses nadzhor Adam dengannya dulu.
Salma tersenyum sembari meraih secarik kertas, berniat meluahkan kembali isi hatinya melalui syair-syair.
“ Kala cintamu memenuhi satu halaman rinduku..
Lukisan yang terbuka hanya mampu menggambarkan sketsa indah wajahmu..
Meraih benang dari bayanganmu, kekhawatiran pun mengusik hatiku..
Ada sebuah cinta yang tak terucapkan untukmu, disini ditempatku..
Dirimu, laksana dunia hangat yang mengikatku trus menerus..
Aku yang seperti angin mengejar bulan, sebuah mimpi yang menjadi kata-kata namun kalimat tak berarti yang teracuhkan...
Lalu perasaanku ini tetap manis dilubuk hati terjaga..
Lautan bunga berayun lembut saat kesepian tak terbatas terlihat dimatamu..
Kutawarkan segenap rasa tuk menghiburmu, memahami bagaimana gerimis meniup manis air matamu..
Bersatu kembali seolah bertemu pertama kali..
Aku yang melepas segalanya mampu, namun tidak sanggup saat harus melepasmu...” Adam melantunkan bait syairnya.
Salma tersenyum saat tiba-tiba terdengar lantunan syair dari balik pintu kamar mereka. Ya, Adam di sana dengan senyum manisnya mencoba menggoda wanita berlesung pipi itu.
"MasyaAllah, ngapal ya?!" Goda Salma tersenyum sembari mulai menggores tintanya di secarik kertas.
"Spontanitaslah, dengan hanya melihat atau membayangkan wajah istriku ini, syair-syair bisa terangkai dengan sendirinya." Jelas Adam dengan tatapan penuh cintanya.
"Yakin??" Balas santai Salma. "Pantes kuliah dulu ana denger-denger Mas kelas kakap."
"Iyalah, Mas dulu..." Adam menghentikan ucapannya, menatap malu karena dengan spontannya mengakui.
"Oh gitu ya, berarti fakta bukan cuma kabar burung toh!." Ujar Salma sembari mengkerutkan dahinya. "Banyak dong yang masuk perangkapnya?" Salma terlihat acuh sembari terus menggores jemarinya.
"Masa lalu itu hee, yang penting sekarangkan uda mencukupkan diri satu." Tambah Adam sembari menciumi rambut kekasihnya.
"Kemarin dikasih dua gak sanggup, gak apa kok kalau mau nambah lagi." Jelas ringan Salma dengan senyum kesalnya.
"Untuk sekarang belum mampu, insyaAllah jika sudah siap bisa di luluskan proposalnya ya?!" Balas Adam kembali mencium kepala istrinya dengan mesra.
* * *
Dikamar...
Salma menatap lama wajah lelap di sampingnya, perlahan membelai tiap sudut raut Adam.
Adalah bagian terbahagia dihidupku kala melihat lelap wajahmu di dekatku lalu semua yang tlah terlewati di antara kita terasa begitu manis bagiku. Jika bisa, aku ingin menemanimu selalu dan menua bersamamu suamiku, bathin Salma mengecup pelan kening suaminya.
"Hmmm MasyaAllah kecupannya, ini signal mau cari pahala atau gimana?" Goda Adam terjaga sembari memeluk Salma dalam rebahannya yang hanya dibalas kepasrahan. Salma mencubit lembut pinggang Adam hingga membuat suaminya menggeliat geli namun masih tidak melepas pelukannya.
“Iya dong, uda dapat enak, dapat pahala lagi. MasyaAllah lah kalau uda halal.” Goda Adam lagi.
"Kenapa gak jodohi Aqmar dengan Hawa?" Tanya Salma di pelukan Adam.
"Mas bukan biro jodoh." Jawab Adam singkat sembari memejamkan matanya kembali. "Lagi pula sepertinya Aqmar sudah menemukan seseorang yang akan dinikahinya." Tambah Adam perlahan membuka matanya sembari menatap manis istri di pelukannya. "Hmm..ngapain sih bahas ikhwah lain di depan suami? Mas cemburu ni!. Bahas kita aja." Ujar Adam manja.
"Kita? Apanya yang mau dibahas?"
"Banyak dong, hmmm..kayak kapan kita nambah anak, mau nambah berapa anak." Adam mempererat pelukannya sembari memejamkan matanya kembali.
"Ini aja belum lahir."
"Ya, lahirin dulu baru langsung buat lagi." Ujar Adam ringan sembari menahan tawanya.
"Ha???? Emangnya pabrik roti apa?!"
Jika waktu terhenti saat ini, tiada sesal yang tersisa lagi untukku. Aku yang ingin selalu disisimu, mencintaimu sampai akhir hidupku. Didekapmu, syairku bersenandung lirih laksana nafas yang terhembus tuk bertahan hidup lalu Kisahku yang sempurna, tergenapi oleh hadirmu yang menyempurnakanku...bathin Adam menatap hangat Salma yang kini terlelap di pelukannya. Sebuah kecupan di dahi istrinya sebagai isyarat kecintaan yang teramat dalam itu tidak pernah memudar.
Perlahan Adam merebahkan tubuh kekasihnya, menutupinya dengan selimut hijau mereka. Kemudian Adam beranjak membasuh wajahnya dengan air (wudhu) lalu rangkaian Sujud-sujud itu tercatat malaikat di kesunyian malam, disertai lirihnya doa dari lisan Adam.
"....alhamdulillah atas segala nikmatMu ya Rabb. Hamba memohon segala kebaikan untuk istri dan calon anak-anak hamba, beri mereka kesehatan dan kebaikan yang berlimpah wahai Rabb yang Maha Kaya. Dan sungguh, hamba ridho Salma bintu Yazid sebagai istri hamba didunia, maka jadikan dia sebagai pendamping hamba kelak di syurgaMu. Amiin...."
(Catatan; Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda"Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga." (HR. Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Yang dimaksudkan dengan hadits di atas adalah jika seorang wanita beriman itu meninggal dunia lantas ia benar-benar memperhatikan kewajiban terhadap suaminya sampai suami tersebut ridha dengannya, maka ia dijamin masuk surga.)
KAMU SEDANG MEMBACA
زوجتي( Zaujatii)
SpiritualeZaujatii.. Senja memerah diufuk bumi tidak lebih indah dari cantiknya rona di wajahmu.. Seperti sejuknya desiran angin, belaian tanganmu membawaku di keterlelapanku.. Hangat sinar mentari tak pernah mengalahkan hangatnya pelukanmu kala membujuk keri...