9. ENLIGHTENING (PENCERAHAN)

525 14 1
                                    

Aku masih ingat waktu itu sudah memasuki waktu shalat Jum'at, aku langsung mempercepat langkah roda motorku menuju ke masjid itu untuk menunaikan ibadah sesuai keyakinanku. Sesampainya dimasjid itu ada hal yang ganjil menurutku, karena pengikut ibadah itu hanya kurang dari sepuluh orang itupun sudah termasuk aku dan Imron.

Menurut mazhab keyakinanku shalat Jum'at itu kalau kurang dari 40 Jamaah dikatakan shalat tidak sepurna alias tidak sah. Padahal jumlah rumah disekitar masjid cukup banyak, sejak memasuki jalan kekampung ini. Dikanan dan kiri rumah penduduk lumayan padat rumahnya meski desa terpencil. Tapi apa dayaku jarak antara masjid satu dengan yang lain sangat jauh dan membutuhkan beberapa jam untuk sampai ke masjid lain, jadi kuputuskan untuk shalat dimasjid itu. Masalah diterima, sah atau tidak diterimanya ibadah ini hanya sang penciptalah yang tau. Anggap saja ini darurat dalam pikir singkatku, Akhirnya kuselesaikan acara ibadah Jum'at itu dengan Imron beserta jamaah yang lain.

Selepas shalat Jum'at itu aku yang ditemani Imron duduk diteras masjid untuk istirahat santai dan mengamati pentunjuk apa yang kudapat disini, meski ditemani suasana aura aneh di masjid ini. Perasaan bahagia rasa hati ini sudah menemukan apa yang aku cari, lama aku duduk di teras aku mengamati seorang kakek tua yang sedang tiduran sendirian di ujung teras masjid. Ya kakek ini tadi yang menjadi imam waktu shalat Jum'at. Berpakain baju koko putih, bersarung hitam dan kopyah [songkok] khas hitamnya dikepala. Wajah keriput menghiasi wajah kakek ini, kulit khas coklat keriput yang menempel dibadannya, berkumis tipis dan tinggi kira-kira 162 cm.

Aku dan Imron saling berpandangan untuk memulai pencarian informasi tentang daerah ini, perlahan kami mendekati kakek itu mencoba berbasa basi dengan sopan. Kami mencoba memulai obrolan ringan sebelum tujuan utamaku untuk mencari informasi kusampaikan kepada sang kakek ini.

"Assalmu'alaikum..mbah ...mbah ...ini desa apa ya?" Tanyaku pelan dan sopan.

"Ini desa Petunjuk mas." Jawabnya pelan serta langsung duduk membenarkan posisinya dan menghadapku.

"Sampean ini dari mana mas?" Tanya kakek yang belum kukenal ini.

"Dari bekas kerajaan berbendera gula kelapa mbah! Jawabku pelan, "ada apa mas kok bisa sampai kesasar kemari?" Tanyanya serius.

Akhirnya aku menceritakan dengan seksama apa yang kualami selama mencari petunjuk dan masalah yang kuhadapi saat ini, sampai akhirnya bisa terdampar di desa selatan pulau yang terpencil ini.

"Saya biasa disini dipanggil mbah Salman, saya juga sebagai ta'mir masjid ini mas!" Jelas mbah Salman dengan mengulurkan tangannya mencoba berkenalan denganku dan Imron.

"Saya Umar mbah, dan sebelah saya ini teman saya namanya Imron!" Jelasku menyambut jabat tangan mbah Salman.

"Kalau begitu ayok mas ikut kerumah saya, sekalian ngobrolnya dirumah saya. kasian jauh-jauh." Ajaknya mbah Salman dengan senyum tipis [seakan sudah tau apa yang kumaksud untuk mencari petunjuk dan jawaban apa yang kualami].


Aku sendiri heran, kenal saja belum satu jam udah ngajak kerumahnya, apa dia sudah percaya juga yang aku ceritakan barusan. Ah masa bodo juga saat itu, aku dan Imron ngikut saja dan menganggap mungkin beliaulah petunjuk kami. Saat itu aku dan mbah Salman berjalan menuju kerumahnya, sedang Imron menuntun motor bututku untuk mengikuti kami dibelakang.

Terlihat rumah mbah Salman terbuat dari kayu dan masih beralaskan tanah, rumah sederhana berdinding papan kayu dengan beberapa jendela di depan dan samping kirinya. Menandakan rumah desa yang sangat sederhana, diterasnya tersedia satu kursi kayu panjang terbuat dari bambu. Rumah yang nampak alaminya tanpa adanya pewarna yang menghiasinya.

Saat masuk kedalam rumahnya, diruang tamu hanya ada beberapa kursi dan meja tua yang melengkapinya, serta dua almari dari kayu berpintu kaca dipenuhi kitab-kitab kuning. Meja-meja pun penuh dengan tumpukan kitab tua dan beberapa al-qur'an, banyak juga kitab itu sampai yang selipkan ke beberapa lubang kecil dibagian dinding kayu, meja depan kami dan sandaran kursi.

HANTU 1 TRILIUN [BASED ON TRUE STORY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang