persetujuan Bunga

9 1 0
                                    

      Mata kuliah pagi berakhir pukul 09.30, ku lihat layar telepon. Satu panggilan tak terjawab, Bunga.

“Bro, kamu dipanggil kak doni, katanya mau ketemu sama kamu siang ini” kata Angga.
“Memang ada urusan apa?” tanyaku.
“Ya mana aku tau, sudah sana hubungi kak doni. Kayaknya penting” kata Angga.
“Oke, siap pak bos” jawabku.
“Satu lagi yang ketiggalan” kata Angga.
“Apalagi?” tanyaku
“Kalau kamu mau pulang, jangan lupa bawain nasi bungkus. Udah koar-koar perutku, hehe” katanya tertawa mengoda.
“Yaelah, iya udah sana tunggu di kontrakan.” Kataku.

     Di kantin belakang gedung kampus, janjiku dengan kak Doni untuk bertemu hari ini.

“Assalamualikum” salamku.
“Waalaikumsalam, Akbar. Sini duduk dulu, ada hal penting yang mau saya sampaikan” jawab kak Doni.
“Baik kak” jawabku singkat.
“Begini Akbar, saya perwakilan dari temen-temen pengurus jurusun ingin meminta kesediaan kamu untuk menjadi perwakilan lomba debat bahasa arab di Universitas Sunan Kalijaga, Jogja. Insyaallah bulan depan” Katanya.
“Tapi kak, saya gak punya pengalaman dalam ikut lomba. Dan bukannya Firman yang selalu di ikutkan lomba?” kataku.
“Firman gak bisa ikut, katanya dia kurang enak badan” jawabnya.
“Tapi kak.” Kataku mengela.
“Udah, kamu gak usah khawatir soal menang atau kalah. Yang penting kamu persiapkan diri dan jangan lupa besok kita latihan sama yang lainnya” kata kak Doni.
“Insyaallah, kak.” Jawabku menerima.

     Aku sampaikan perihal keputusanku dalam mengikuti lomba ini pada Bunga. Aku  ingin dia bahagia mendengar berita ini. Meskipun kita tak akan bertemu beberapa hari tapi setidaknya dia akan mendampingiku meski walau lewat telepon. Tak sabar untuk mengabarinya, aku langsung mengajaknya bertemu di kantin belakang kampus.

“Bunga, mungkin besok dan sampai beberapa hari selanjutnya kita gak bisa ketemu” kataku mencoba memancingnya sedih.
“Kok gitu sih, memang kamu mau kemana?” tanya Bunga dengan wajah sedihnya.
“Aku besok diikutkan lomba debat bahasa arab di UIN Sunan Kalijaga, Jogja” jawabku sambil tersenyum
“Oalah, kenapa gak langsung ngomong aja, kan aku jadi sedih” jawabnya manja.
“Iya maaf, kamu senang gak?” kataku.
“Iya senang lah, tapi awas disana kau genit-genit. Aku ceraikan kau!” katanya mengancam.
“Insya allah nggak, yang penting kamu dukung aku selama perlombaan” kataku.
“Oke, siap sayang” jawabnya manja.

Mengingat LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang