Matahari mulai berjalan menuju pinggiran langit. Langkah kaki sudah menginjak tanah Jember. Kepulangan kita dihadiahi banyak senyuman oleh para mahasiswa. Dan senyuman kepala jurusan juga menyertai ucapan selamat atas prestasi yang sudah kita raih. Aku sangat bersyukur hari ini atas nikmat tuhan yang aku rasakan.
Kumandang adzan maghrib memanggil, aku kembali pulang ke rumah kontrakaanku. Kedatanganku disambut celotehan teman-teman kontrakan.
"Assalamualaikum" kataku memasuki pintu rumah.
"Waalaikumsalam, Akbar!" jawab teman-temanku yang sudah menunggu kedatanganku.
"Wih, ada yang baru ngangkat piala nih. Tasyakkuran dong" kata Dimas.
"Setuju sekali dengan kata Dimas" jawab serentak semuanya.Sudah kuduga akan disambut seperti ini oleh mereka. Tasyakkuran yang sudah menjadi adat bagi siapa saja yang sudah meraih kebahagiannya. Dan beginilah cara kita untuk berbagi kebahagiaan itu. Tanpa rasa sungkan kita akan meminta tasyakkuran, bahasa kasarnya sih pajak bahagia. Dan malam ini kewajibanku menunaikan kemauan mereka.
Kita memilih tempat yang lebih menyatu dengan alam dan mereka menyetujui saranku untuk pergi ke kedai favoritku. Kedai kopi yang menjadi tempat tongkronganku dengan Firman. Dan kita yang berjumlah delapan orang sudah sampai di tempat. Aku memilihkan tempat duduk yang berada diluar kedai, karena lebih sejuk daripada didalam. Meja unik dari perahu kayu membuat mereka baru sadar dan terkejut karena baru pertama kali mereka mencoba tempat ini. Mungkin salah satu dari mereka juga berpikir seperti awalku ke tempat ini, bagaimana caranya membawa dua perahu kayu kesini. Perahu yang amat panjang pasti sangatlah sulit membawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengingat Luka
General FictionCerpen pertama yang saya tulis dan terpublikasi. semoga tulisan ini menjadi awal saya buat terus menulis. cerpen ini adalah fiksi, jika terdapat tulisan yang menyinggung, itu adalah ketidaksengajaan dan mohon maaf. jangan lupa untuk vote, karena vot...