Kita di Universitas Sunan Kalijaga, Jogja. Sudah beberapa pertandingan terlewati dan alhamdulillah kita masuk ke babak final. Satu pertandingan lagi akan dihadapi.
Keringat basah mengalir, tanganku yang tadinya kering kini basah dingin. Satu pertandingan ini akan menentukan siapa yang akan mengangkat piala kemenangan dalam lomba debat bahasa arab. Kulihat kak Doni dan kak Bella yang menjadi pendampingku di lomba ini, keduanya sangat antusias untuk menghadapi tim lawan. Mereka selalu memotivasiku untuk tak pernah mundur ataupun takut dengan kegagalan. Karena sejatinya proses adalah nilai utama dalam sebuah perlombaan dan juara adalah nilai tambah. Panggilan terdengar untuk kedua tim agar menempati kursi terpanas di ajang lomba ini. Dan ketukan palu menjadi aba-aba untuk mulai beradu argumentasi.
Kuhubungi Bunga setelah pertandingan selesai, ingin aku menceritakan setiap kisah pertandinganku hingga babak final. Namun panggilanku juga belum diangkatnya, tiga kali aku coba menghubunginya tapi belum juga ada respon dari Bunga. Mungkin dia masih sibuk dengan tugas kuliahnya, pikirku. Sehari setelah aku menginjakkan kaki di Jogja ini, Bunga tak pernah bisa dihubungi. Sesibuk itukah Bunga dengan tugas kuliahnya sampai tak sempat menghubungiku walau hanya sekedar menanyakan kabar. Aku coba hubungi teman dekatnya Azizah, dia pasti tau tentang Bunga.
“Assalamualaikum, Azizah” kuucap salam.
“Waalaikumsalam, Akbar. Kok tumben nelpon, ada apa ya?” kata Azizah.
“Aku mau tanya soal Bunga. akhir-akhir ini dia sulit dihubungi, kamu tau gak dia kemana?” tanyaku.
“Kayaknya Bunga tadi pergi sama mas Firman. Katanya sih mau ngerjain tugas, tapi gak tau dimana” kata Azizah.
“Oalah, iya sudah cukup Azizah. Makasih infonya” jawabku pelan.Aku bergeming sejenak. Sejak kapan Bunga dekat dengan Firman? Bukannya Firman sakit kata kak Doni?. Pikiranku digantungi dengan banyak pertanyaan, astaghfirullah. Kupasrahkan padamu tuhan akan cinta yang aku jalani. Jika cinta ini kau ridhoi, akan aku pertahankan. Namun jika sebaliknya, kumohon tunjukkan rahasia hati yang tak ku ketahui. Kubiarkan ucapan Azizah terbang bersama angin.
Kulangkahkan kaki menyusul kak Doni dan kak Bella. Keduanya sudah menungguku di warung untuk mengisi ulang tenaga. Alhamdulillah, aku bersyukur bisa dipertemukan dengan mereka.
“Jangan lupa malam ini, malam penutupan dan pengumuman hasil setiap lomba” kata kak Doni.
“Bagaimana kalau sebelum berangkat kita isi perut dulu? kayaknya nanti acaranya pasti lama” sanggah kak Bella.Kak Bella memang tidak pernah lupa kalau soal makan. Bahkan sebelum lomba dia tetap bingung cari makanan. Mungkin makanan menjadi nutrisi penting bagi kak Bella.
“Setuju aku kak, tapi cari makannya yang deket sama tempat acara aja biar gak telat kak” kataku setuju.
“Oke, kita langsung berangkat setelah sholat isya’” jawab kak Doni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengingat Luka
General FictionCerpen pertama yang saya tulis dan terpublikasi. semoga tulisan ini menjadi awal saya buat terus menulis. cerpen ini adalah fiksi, jika terdapat tulisan yang menyinggung, itu adalah ketidaksengajaan dan mohon maaf. jangan lupa untuk vote, karena vot...