......
setelah berhenti cukup lama di stasiun cimekar, keretapun kembali berjalan.. sang muda yang sedari tadi memaku matanya kepada buku catatan seorang demonstran, memalingkan matanya mengahadap jendela.. ia melihat suatu bangunan yang ia pernah tanyakan bangunan apa itu? kepada sang kasih, yang kemudian ia tau kalau bangunan itu adalah mesjid apung, Gedebade. lantas ia teringat momen dimana minggu lalu dirinya dan sang kasih berada di satu gerbong kereta, duduk bersebelahan, sedikit berbincang mengenai sang kasih yang harus berurusan dengan polisi karena tidak memakai helm, ia merasakan kembali betapa hangatnya momen itu.. ia ingat, muka tegang sang kasih ketika berurusan dengan polisi, suara tawa renyah dari sang kasih, ketika ia menceritakan kembali kejadian itu.. kejadian minggu lalu adalah momen yang tidak akan dilupakan oleh sang muda..
Stasiun Bandung
keretapun terasa melambat, pertanda sudah diujung perjalanan.. sang muda keluar dari gerbong terakhir, penuh sekali hari ini.. ia berjalan berdesakan untuk keluar dari stasiun.. tidak terasa ada tangan yang menyusup kedalam kantong belakang sang muda, ia kecopetan...
ia baru sadar ketika hendak membayar kopi dan rokok yang ia beli diwarung seberang stasiun.. terpaksa iapun harus merelakan jam tangannya yang sudah menemaninya sejak dua tahun lalu itu.. sebagai cara lain untuk membayar kopi dan rokok yang ia beli.
dalam kebingungan, kopi yang ia pesanpun tidak terasa nikmat ketika ia teguk karena sudah dingin.. iapun kehilangan rasa inginnya untuk merokok, ia tertunduk lesu.. bagaimana caranya untuk pulang? adalah pertanyaan terbesar yang ada didalam benak sang muda..
..........
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA PENA
Poetrysedikit kutipan mengenai perasaan yang tak kunjung terbalaskan