#5

1.1K 167 7
                                    





Hujan.

Sudah tiga puluh menit berlalu tapi hujan tidak juga reda, Chaeyoung memandangi sekolah yang kini sudah mulai sepi karna sebagian besar siswa memaksa pulang menerobos hujan.

"Kau belum pulang?"

Suara seseorang dari arah belakang membuat Chaeyoung berbalik.

"Aku membawa payung,pakailah. Aku akan di jemput jadi tidak perlu payung." Gadis dengan poni menghiasi wajahnya itu menyodorkan payung berwarna kuning pada Chaeyoung.

"Tidak perlu, sebentar lagi hujan akan reda." Chaeyoung berbicara tidak yakin karna memang seperti nya hujan tidak akan berhenti dalam waktu dekat.

Lalisa mendengus "aku tidak akan memaksamu menjadi temanku,ambil saja ini,supirku sudah datang." Lalisa menyerahkan payung itu pada salah satu tangan Chaeyoung,gadis itu kemudian menuruni tangga dan menghampiri supirnya yang sudah berdiri dengan payung hitam yang di bawanya.

"Terimakasih." Chaeyoung berbicara pelan tapi entah bagaimana Lalisa berbalik dan tersenyum kemudian mengangkat satu jempolnya seolah mengatakan 'ok.'

Senyum Chaeyoung terbit setelah melihat itu,ia jadi berfikir bahwa kata-kata nya kemarin mungkin terlalu kejam pada Lalisa,gadis itu kan hanya ingin menjadi temannya saja.

Chaeyoung berjalan menuruni tangga menuju gerbang sekolah,ia bergegas menuju halte bis,dan syukurlah ia tidak perlu menunggu waktu lama karna bis nya kini sudah datang.

Setelah menemukan tempat yang kosong Chaeyoung mengeluarkan ponsel tapi perhatian nya teralihkan saat menyadari kalau yang duduk di sebelahnya adalah bibi Yangim adik dari ibunya.

"Bibi?"

"Oh, Chaeyoung kau baru pulang?"

Chaeyoung mengangguk "bibi dari mana?"

"Aku.... Aku dari supermarket." Yangim menjawab gugup.

Chaeyoung hanya mengangguk mengerti dan tidak bertanya lagi.

"Apa... Kau membaca surat dari ibumu?"

Chaeyoung menoleh,ia kaget karna bibi Yangim mengetahui kalau ibunya sering mengiriminya surat.

"Ah, lupakan saja." Yangim tersenyum canggung kemudian mengalihkan pandangannya.

Chaeyoung penasaran tapi tidak bertanya,ia kembali mengecek ponselnya dan mulai menyalakan playlist saat kedua telinganya sudah memakai headset.

Chaeyoung kembali memikirkan bahwa Ia memang selalu mendapat surat dan juga uang dari ibunya setiap bulan,tapi tidak pernah satu pun surat itu ia baca,begitupun dengan uang yang selalu di kirim ibunya tidak pernah sepeserpun Chaeyoung gunakan,ia tidak sudi menggunakan uang yang Chaeyoung yakini pasti milik suami baru ibunya.

Chaeyoung menghela nafas lelah,ia tidak mengerti kenapa keluarga nya jadi seperti ini.


***


Chaeyoung memandangi seseorang yang berdiri di depan pagar rumahnya,ia tersenyum kemudian berjalan mendekat dan langsung memeluk orang yang tampak terkejut dengan pelukan tiba-tiba itu "astaga."

Chaeyoung terkekeh melihat wajah terkejut gadis di depannya yang merupakan sahabat dari kakaknya  "eonnie,kenapa berdiri disini?"

"Oh,itu... Aku sudah mengirim pesan pada Sooyoung kalau aku datang untuk menjenguk nya karna kemarin ia tidak masuk kerja,tapi sejak tadi ia tidak membalas pesanku."

"Ah benarkah?kalau begitu ayo masuk Jennie eonnie." Chaeyoung membukakan gerbang dan mengajak gadis bernama Jennie itu masuk.

Mereka masuk ke dalam rumah dan menyadari kalau keadaan di dalam sangat sepi seolah tidak ada siapapun di rumah itu.

"Eonnie duduklah dahulu,aku akan coba ke kamar Sooyoung eonnie,mungkin ia ada disana."

Jennie mengangguk dan mendudukan tubuhnya di sofa,tapi matanya tidak sengaja menatap pecahan gelas di lantai tidak jauh dari bufet di depannya "chaeng-ah."

Chaeyoung berlari mendekati Jennie setelah mendengar namanya di panggil "ada apa?"

"Itu...  " Jennie menunjuk pecahan gelas yang tadi di lihat olehnya.

Chaeyoung mendekati arah yang di tunjuk Jennie dan menyernyitkan dahinya "kenapa... Um.... " Chaeyoung tidak melanjutkan kata-katanya karna ia malah berdiri dan mengambil ponsel untuk segera menghubungi Sooyoung.

Chaeyoung cemas,ia terus memegangi ponsel berharap panggilannya segera di jawab oleh Sooyoung,tapi sudah tiga kali ia mencoba kakaknya tidak juga menjawab,sampai pada panggilan ke empat,terdengar suara isakan Sooyoung di ujung telepon "chaeng-ah...."

"Eonnie,apa yang terjadi?kau ada dimana?kenapa menangis?" Chaeyoung bertanya panik.

"Chaeng-ah.... Tadi saat aku pulang dari kampus,ayah pingsan jadi.... Kami di rumah sakit sekarang." Sooyoung berbicara perlahan mencoba tenang agar adiknya juga bisa tenang.

Chaeyoung menutup mulutnya terkejut "aku akan kesana,tunggu aku."

"Jangan khawatir,semua akan baik-baik saja."

Chaeyoung mengangguk berusaha yakin kalau semua akan baik-baik saja,gadis itu mematikan panggilan nya dan berbalik mengambil tas "mereka di rumah sakit." Chaeyoung berbicara pada Jennie yang sejak tadi memperhatikan nya, Jennie mendekat dan memeluk Chaeyoung "biar aku ikut denganmu."

Mereka pergi bersama menaiki bis, terlihat jelas kalau Chaeyoung menahan air matanya, terlihat jelas kalau gadis itu sedang dalam keadaan kalut, Jennie terus mengusap tangan Chaeyoung lembut, ia ingin menenangkan Chaeyoung tapi ia tidak tau harus berbuat apa,gadis itu hanya beberapa kali memeluk lengan Chaeyoung untuk memberikan sedikit rasa tenang.

Menginjakan kaki di lobby rumah sakit,mereka berjalan sedikit terburu-buru,segera menaiki lift dan berlari saat melihat Sooyoung berdiri di depan salah satu ruangan.

Chaeyoung mendaratkan pelukannya pada tubuh Sooyoung "eonnie ,apa yang terjadi?"

"Chaeng,ayah.... Dokter bilang ia... " Sooyoung tidak berbicara lagi dan malah menangis membuat Chaeyoung mau tak mau meneteskan air matanya juga "apa.... Dokter bilang apa?"

"Kanker otak."

Chaeyoung membatu mendengar itu,air matanya tak lagi jatuh,tapi hatinya hancur berserakan untuk kesekian kalinya,lagi ia merasakan perasaan itu lagi, Chaeyoung berjalan menjauhi Sooyoung,ia kemudian duduk di salah satu kursi yang ada disana.

Jennie mendekati Chaeyoung "chaeng-ah...."

Chaeyoung mengangkat wajahnya memandangi Jennie "kenapa harus aku?"

Jennie membungkuk menyamakan tingginya dengan Chaeyoung,ia memeluk Chaeyoung erat mengusap punggung adik dari sahabatnya itu,menjadi orang yang sangat lama mengenal keluarga Chaeyoung ia tau kalau gadis itu pasti merasakan sakit yang dalam kali ini, bagaimana pun yang ia punya hanya Sooyoung dan ayahnya mendengar ayahnya sakit seperti itu pasti membuat beban Chaeyoung bertambah.

Sooyoung mendekati mereka dan duduk di samping Chaeyoung memeluk adiknya erat "jangan khawatir semua akan baik-baik saja."

"Aku mau ayah sembuh." Chaeyoung berbicara lirih.

"Gwenchana chaeng-ah."




***



Jangan lupa vote!

HOPE NOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang