Happy reading!
✨✨✨
Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Nadira masih menunggu yang berkumpul membahas tentang ekskul fotografinya sejak 1 jam yang lalu.
Nadira duduk di bangku dekat taman depan perpustakaan. Cewek itu baru saja keluar dari perpustakaan setelah meminjam novel. Dia juga sudah memberitahu Kean jika dia menunggu disana.
Tadinya Citra juga menunggu dengan Nadira. Namun cewek itu terlebih dulu dijemput sehingga kini Nadira sendirian.
Nadira membaca novel sambil mendengarkan lagu yang dia putar dengan earphone terpasang di telinganya. Nadira merasakan bangku taman yang didudukinya sedikit bergerak. Rupanya memang ada yang duduk di sampingnya. Dilihatnya sepatu orang itu jelas tertebak bahwa itu adalah seorang perempuan. Nadira melepas earphone dan melihat siapa yang duduk di sampingnya. Zara. Ya, pacar Kean.
"Hai, Nad."
"Hai." Nadira sebenarnya enggan membalas sapaan Zara. Namun sekedar 'hai' mengapa tidak. Toh Nadira menjawab sesingkat itu.
"Gue boleh duduk sini kan?"
"Boleh kok." Tidak ada alasan untuk melarang Zara duduk disana. Bangku taman ini bukan milik Nadira. Itu merupakan fasilitas sekolah yang artinya semua warga sekolah berhak duduk disana. Jika Zara tidak meminta izin pun, dia bisa saja duduk disana.
Zara langsung duduk di samping kemudian membuka tasnya. Mengambil kotak bekal berwarna biru. Pas sekali Kean sedang berjalan ke arahnya. Zara melanjutkan aksinya. Membuka bekalnya lalu memakannya.
Kean melihat Zara gatal-gatal dan terbatuk langsung mengambil alih kotak bekal itu. Ada udang disana, memang tidak besar karena sudah dicincang-cincang tetapi masih terlihat jika itu udang. Zara alergi terhadapnya.
"Udah tau alergi kenapa dimakan si, Ra," ucap Kean.
"Dikasi Nadira. Katanya dari lo jadi gue terima. Kotak bekalnya kek punya lo," balas Zara.
Zara berbohong. Sedari tadi Nadira hanya duduk sambil membaca novel di samping Zara dan sesekali melirik Zara yang tengah mengeluarkan bekal dari tasnya.
"Engga--"
"Dia maksa-maksa jadi gue makan tadi--"
"Bohong. Gue ngga--"
"Diem. Kita putus. Pergi, Nad!" bentak Kean. Nadira menunduk. Air matanya sudah siap untuk menetes. Sepersekian detik setelahnya dia menatap Kean dan tersenyum. Nadira mengantongi ponsel dan earphone-nya kemudian berlari menjauh.
Zara bersorak dalam hati mendengar Kean memutuskan Nadira. Ini memang rencananya. Akan tetapi tentang bentakan Kean tadi, Zara juga sama sekali tidak menduganya.
Baru sampai di persimpangan dekat parkiran, Nadira tidak sengaja melihat Raka. Cowok itu juga melihat Nadira. Raka tahu, Nadira butuh seseorang saat ini. Terlihat sangat jelas air matanya menetes deras saat berlari tadi. Raka menduga, ini karena Kean. Pasti Kean menyakiti Nadira.
"Kak Raka." Nadira memeluknya. Erat sekali. Yang dipeluk hanya membalas dan tersenyum. Raka mengusap pelan kepala Nadira, mencoba menenangkan.
"Keluarin semuanya sampe lo ngerasa tenang, Ra." Ucapan Raka membuat Nadira semakin terisak.
Di sisi lain, Kean berjalan menggandeng Zara ke arah yang sama, parkiran. Tangisan Nadira terlihat jelas oleh mata Kean. Dan pelukan cowok itu, sepertinya Kean tidak rela. Kean masih menyukai Nadira. Lalu, mengapa dengan mudah Kean memutuskan Nadira tanpa mendengar apa yang ingin dikatakan cewek itu? Tunggu saja penyesalan Kean.
Nadira sudah tidak lagi menangis dan melepaskan pelukannya pada Raka. Melihat apa yang telah dia lakukan. Jaket Raka basah karena air mata Nadira. Nadira jadi tidak enak hati pada Raka. Sudah memberikan pelukan dan sekarang jaketnya juga jadi basah
"Maaf ya kak, jaket kakak jadi basah."
"Ah gapapa kok. Santuy. Udah nangisnya? Pulang yuk. Gue anterin," ajak Raka. Mereka berjalan ke parkiran untuk mengambil motor Raka. Dekat memang karena tempat mereka berdiri tadi hanya berjalan tidak lebih dari enam meter dari parkiran siswa.
Nadira diantarkan Raka sampai pulang. "Maaf ngerepotin terus kak,"
"Gapapa, Ra. Jangan sedih lagi tapi."
"Iyaa."
"Senyum dong." Nadira tersenyum.
"Nah gitu. Gue balik duluan ya." Nadira mengangguk. Melambaikan tangannya saat Raka mulai melaju ke luar kompleknya.
Kean sudah selesai mengantarkan Zara pulang. Dokter pribadi Zara datang tepat saat mereka sampai di rumah Zara. Zara segera diperiksa dan tak lama setelahnya Kean pamit pulang.
Malamnya, Kean, Rio, dan Reyhan berkumpul di cafe favorit Reyhan. Riolah yang yang meminta untuk berkumpul. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak berkumpul di cafe seperti ini. Apalagi Reyhan yang memang sudah mempunyai pacar, sangat sulit membagi waktunya.
"Dah dateng lo," ucap Rio saat Kean sudah duduk di depan mereka.
"Kalo belum ya mana mungkin lo liat wajah tampan gue sekarang." Masih saja begini. Kelewat percaya diri. Namun Kean hanya memperlihatkan sisi ini pada sahabatnya. Pada orang lain? Seperti tidak.
"Najis," timpal Reyhan.
"Siapa tau hantu kan," balas Rio santai.
Meja mereka masih kosong. Rio dan Reyhan juga baru datang dan baru saja pelayang pergi meninggalkan mereka saat Kean bilang dia baru di jalan.
"Pesen ga lo?" tanya Reyhan.
"Iyalah. Kek biasanya," jawab Kean.
Reyhan memanggilkan pelayan dan menyebutkan pesanan Kean yang biasanya. "Mbak, vanilla latte satu."
Pesanan mereka datang. Reyhan langsung meminumnya.
"Gimana sama Nadira? Udah baikan belum?" Setelah menanyakan ini, Rio meminum cappucino pesanannya."Putus." Singkat. Itu sudah menjelaskan semuanya.
"Lah kok?" Tentunya Rio terkejut. Tadi pagi di sekolah saat Rio dan Adel meninggalkan mereka sepertinya Kean sudah berbicara pada Nadira seperti biasanya. Jawaban Kean membuat Rio bingung.
Rio lanjut bertanya, "Lo yang mutusin apa dia?"
"Gue," jawab Kean datar.
"Emang dia kenapa?" Reyhan menjadi penasaran sekarang, bukan hanya Rio.
"Dia kasih Zara makanan yang ada udangnya dan bilang itu dari gue," jelas Kean.
"Lo yakin? Nadira ngakuin itu?" Tentang ini, Kean tidak yakin.
✨✨✨
To be continue
Terima kasih sudah membaca
See you
--temanrlmu--
KAMU SEDANG MEMBACA
Keanadira [ Selesai ]
Teen FictionSeandainya Kean tak tergesa-gesa. Seandainya Kean memilih satu orang saja. Seandainya Kean menyadari lebih cepat perasaannya. Tapi nyatanya, semua tak berjalan seperti seandainya. Seharusnya Nadira bersikap biasa saja. Seharusnya Nadira memilih oran...