Hinata meletakkan segelas air dan sepiring steak di meja makan, tepat dihadapan Naruto. Tangannya sibuk menyiapkan makan siang, tanpa mengatakan apapun.
Naruto juga tidak mengatakan apapun, mata tajamnya terus memperhatikan Hinata yang sibuk menyiapkan makan siang didapur dan meja makan. Sejak pertengkaran semalam, mereka belum bicara apa-apa lagi dan Hinata terlihat sedikit marah sekarang.
Setelah meletakkan sepiring steak miliknya, Hinata duduk dikursi tepat dihadapan Naruto. Matanya fokus pada potongan daging dipiringnya, dan mulai makan dengan tenang tanpa mengatakan apapun.
Naruto terus menatap Hinata yang bersikap seolah dirinya tidak ada disini. Hanya suara dentingan pisau dan garpu yang terdengar dimeja makan yang diselimuti suasana canggung itu.
"Hinata." Naruto memanggil kekasihnya itu.
Hinata mengusap sudut bibirnya dengan serbet dan menatap Naruto tanpa mengatakan apapun.
"Sampai kapan kita akan begini?" Naruto tidak ingin enam puluh hari perjalanan mereka hanya saling diam seperti ini, mungkin dia harus menurunkan ego nya dan membujuk Hinata, meski ia akan tetap pada keputusannya.
"Aku tidak ingin membicarakannya dimeja makan." Hinata mengangkat gelas nya dan meminum seteguk air.
Hinata benar, sangat tidak bermoral jika membicarakan urusan ranjang dimeja makan. Ia tidak segila itu, dan Hinata pasti menolaknya.
"Kita bicara setelah ini." Ujar Naruto final, ia tidak ingin masalah ini berlarut-larut.
Mereka kembali melanjutkan makannya dan suasana hening itu terus berlanjut hingga acara makan selesai.
Sejak pagi mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, Naruto sibuk dengan ponsel nya dan Hinata hampir seharian berada didalam kamar.
Sesaat setelah makan siang, Naruto melangkah masuk ke kamar, ia mendapati Hinata sedang tertidur diatas ranjang. Mungkin Hinata lelah karena semalam mereka memang tidur jam empat pagi akibat pertengkaran itu.
Ia duduk disisi ranjang dan mengusap surai Hinata, sungguh ia paling tidak tahan bertengkar dengan wanitanya itu, rasanya sangat melelahkan, ia ingin meluruskan hal ini secepatnya.
.
.
Naruto menunggu Hinata bangun, sambil mengurus pekerjaannya. Beberapa berkas baru saja dikirimkan padanya untuk sebuah persetujuan. Ia menghela napas lelah, padahal ia berencana tidak meengurus pekerjaan sama sekali selama perjalanan ini dan fokus pada Hinata.Namun, semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Bahkan semalam Naruto tidur disofa karena Hinata terlihat tidak nyaman berada dekat dengannya setelah pertengkaran semalam.
Ia bangkit dari sofa dan melangkah kembali kekamar, mengecek apakah Hinata sudah bangun atau belum.
Mata tajamnya tidak mendapati Hinata diatas ranjang, dan ia melihat pintu kaca sedikit terbuka, mungkin Hinata disana.
Hinata menghela napas, berbagai pemikiran masih berkecamuk didalam kepalanya. Ia menatap sunset yang menyiramkan sinar orens ke tempatnya berdiri, angin laut yang menerpa dirinya memberikan sedikit ketenangan untuk hatinya yang sedang resah.
"Sudah bangun?" Naruto melingkarkan lengannya dipinggang Hinata yang sedang berdiri disana.
Hinata tercekat saat mendapati Naruto sudah berada dibelakangnya dan memeluknya erat, meletakan rahang tegasnya dipundak Hinata.
"Hm." Sebenarnya Hinata juga tidak ingin perjalanan panjang ini hanya dilalui dengan kecanggungan. Biarkan ia meluruskan masalah ini dengan Naruto.
"Kau masih marah padaku?" Naruto mengecup samping kepala Hinata, menempelkan tubuh Hinata ke tubuh tegapnya sambil memeluknya erat dari belakang.
Hinata memejamkan matanya, pelukan ini terasa hangat. Ia ingin selamanya bisa merasakan pelukan hangat ini, pelukan yang membuatnya merasa aman dan dicintai. Seumur hidupnya ia tidak pernah merasa sangat dicintai seperti ketika bersama dengan Naruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceSEKUEL REGRET Kesalahannya dimasa lalu harus dibayar dengan penantian panjang. Meski begitu, Naruto menerimanya. Tiap malam Hinata datang kemimpinya, membuat Naruto makin tersiksa, namun disaat yang bersamaan, itu dapat sedikit mengobati rindunya wa...