Hinata membuka lemari besar tempatnya menyimpan pakaian dan beberapa barangnya yang lain, ia membuka sebuah laci didalam lemari itu. Sudah beberapa pekan ia tak memegang ponselnya sama sekali. Ia bahkan tidak sadarkan diri dan tidak membawa apapun saat datang kemari.
Naruto menyuruh anak buahnya untuk membawa beberapa barangnya kemari, sehari setelah ia siuman waktu itu dan ia belum sempat membuka ponsel karena sibuk dengan pengobatan kakinya.
Ia menekan tombol on pada ponselnya dan mendapati banyak pesan dan panggilan masuk mulai dari pekerja galerinya, Sakura, dan juga dari Toneri, sepertinya Toneri terus menghubunginya setiap hari, lima puluh lebih panggilan yang tak terjawab dari pria itu, dan juga beberapa pesan yang menohok hatinya.
Toneri
Hinata, apa kau sudah melupakan semua janjimu pada Tou-san?
Kuharap kau tidak melupakan semua jasanya dalam hidupmu Hinata, ingatlah tanpa dirinya kau bukan apa-apa.
Bahkan Uzumaki itu tidak akan pernah melirikmu jika kau hanya seorang gelandangan.
Berhenti membuang-buang waktumu dengan selingkuh dengan pria yang tidak tahu apa-apa tentang dirimu. Kau akan menyesal Hinata.
Hinata mengusap air mata dipipinya. Pesan dari Toneri seolah menamparnya, Toneri ada benarnya, sekali lihat saja ia sudah bisa menebak bahwa Naruto adalah pria kaya raya, mungkin Naruto tidak akan sudi menjadi kekasihnya jika ia bukan Hinata yang seperti saat ini. Bahkan mungkin mereka tidak akan pernah bertemu sama sekali.
Lebih penting dari itu, ia tidak akan pernah melupakan janjinya dengan ayah Toneri bahwa ia akan bersanding dengan Toneri suatu hari nanti. Salahnya mengatakan 'ya' hari itu. Janji itu selalu menghantuinya hingga sekarang, bahkan saat ia sudah bersama Naruto saat ini.
Sungguh ia sangat mencintai Naruto, cara pria itu memperlakukannya, menyayanginya, dan berusaha membahagiakannya. Ia dibuat kualahan dengan semua kasih sayang itu. Apa salah jika ia ingin dicintai seperti itu selamanya?
Ah mungkin dirinya terlalu serakah karena menginginkan semua itu.
.
.
"Sedang sibuk?" Hinata masuk ke ruang kerja Naruto dilantai dua."Ehm, tidak sayang ada apa?" Naruto buru-buru menutupi pistolnya dengan kertas-kertas diatas meja kecil disudut ruangan. Ia sedang merakit pistolnya saat Hinata tiba-tiba masuk, ia tidak ingin Hinata melihatnya.
"Kau butuh sesuatu?" Naruto menarik tangan Hinata ke meja kerjanya, ia harap Hinata belum melihat pistol tadi.
"Tidak, hanya sedikit bosan dikamar" Hinata melihat meja kerja Naruto yang berantakan dengan banyak berkas.
"Ingin pergi keluar?" Tawar Naruto, benar juga yang Hinata katakan. Sudah cukup lama mereka tidak keluar rumah, Hinata mungkin bosan, berbanding terbalik dengan dirinya yang justru semakin betah dirumah karena ada Hinata disini.
"Hm tidak juga." Hinata tidak ingin pergi, diluar sedang hujan lebat. Sebaiknya mereka dirumah saja.
Lagipula Naruto teelihat sibuk belakangan ini, yang Hinata tahu Naruto bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, meski Naruto tidak pernah menceritakan detailnya, Hinata mulai paham jika Naruto pasti memiliki jabatan tinggi. Buktinya, Naruto tidak pergi bekerja ke kantor, ia hanya bekerja diruang kerjanya yang disulap bak kantor ini.
"Jika menginginkan sesuatu, katakanlah." Naruto membelai pipi Hinata yang sedang bersandar dimeja kerjanya.
"Hm, Naruto-kun lanjutkanlah pekerjaanmu, aku tidak akan mengganggu." Hinata mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceSEKUEL REGRET Kesalahannya dimasa lalu harus dibayar dengan penantian panjang. Meski begitu, Naruto menerimanya. Tiap malam Hinata datang kemimpinya, membuat Naruto makin tersiksa, namun disaat yang bersamaan, itu dapat sedikit mengobati rindunya wa...