TIGA

159 24 1
                                    

Happy Reading!


Khanza Airinina. Ia tinggal disebuah kost lantai dua tak jauh dari tempat kuliahnya. Dia tinggal sendirian di kota ini. Kedua orangnya merelakan berpisah dengan anak semata wayang mereka yang mendambakan kuliah di kampus favoritnya.

Ia bukan berasal dari keluarga kaya seperti teman kampusnya kebanyakan. Ayahnya mempunyai sebuah toko bagunan di kampung halamannya, di desa. Sedangkan ibunya membuka konveksi kecil-kecilan. Alhamdulillah  masih berkecukupan dalam membiayai kuliahnya.

Airin juga tak mau hanya sekedar berdiam diri dengan hanya mengandalkan kiriman uang dari orang tuanya. Ia beberapa kali membantu teman kostnya jualan olshop, ya sedikit-sedikit ada pundi uang yang dihasilkan.

Seperti hari ini, Airin membantu temannya untuk melakukan cod. Ia bersepeda motor dengan santai dengan motor matic kesayangannya. Itu hadiah dari orang tuanya ketika ia akan masuk Universitas.

Airin mengecek ponselnya ketika sampai ditempat yang sudah dijanjikan. Ia Nampak kesusahan ketika harus menurunkan barang yang lumayan berat dari atas motornya. Nafasnya terengah ketika ia berhasil menurunkannya.
Tanganya terangkat untuk mengusap keringat dipelipisnya.

Cuaca hari ini benar-benar terik  meski jam masih menunjukkan pukul 09.00. Gerakkannya terhenti ketika sesosok pria yang selalu mengacaukan pikirannya melintas diseberang taman tak jauh dari tempatnya menunggu pelanggan.

Deg deg

Deg deg

Jantungnya mulai berdetak dengan kerasnya. Keringat yang mulai hilang perlahan mengucur dengan derasnya dikeningnya ketika sosok tersebut mulai mendekat ke arahnya.

Mulut yang semula tertutup rapat tiba-tiba membuka jarak diantara bibirnya. Entah itu rasa terkesima melihat pesona pangeran impiannya atau ia mencoba meraup oksigen untuk menetralkan nafasnya.

“Permisi mbak..” sebuah tepukan menyadarkan Airin dari keterbengongannya.

Ia gelapan sendiri seolah tertangkap basah telah melakukan sesuatu. Ia kebingungan dan bahkan menanyakan siapa gerangan sosok yang mengangetkankan, bahkan ia hampir mengumpat padahal itu pelanggannya. Kacau.

Airin meringis kaku dan menganggukkan kepalanya meminta maaf kepada  pelanggan yang Nampak tak nyaman dengan sikapnya tadi. Ia meniupkan nafas ke arah poni rambutnya. Merasa kesal sendiri dengan kelakuannya barusan.

Ia Nampak mengomel dengan dirinya sendiri.

Airin menyalakan motornya hendak mengantarkan pesanan lainnya. Sebelum ia pergi dari tempat tersebut ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok yang sempat membuatnya kalang kabut.

Setelah memastikan tidak ada, ia melajukan motornya kembali.
Ia meninggalkan area taman tempat melakukan cod barusan.

Suasana taman yang Nampak senggang di dalam  kini Nampak ramai dengan orang berkerumun  disudut pintu masuk. Airin yang penasaran menghentikan laju motornya perlahan.

Suara sayup-sayup kepanikan Nampak terdengar dari arah kerumunan. Terlihat beberapa orang yang panik berlarian. Ia penasaran dibuatnya.

Airin menepikan motornya kemudian mendekat.seseorang yang tampak selesai menelpon tak sengaja menyenggol pundaknya.

“Maaf”

Cinta Luar Biasa  (SUDAH TERBIT) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang