Regan menghembuskan nafas berat beberapa kali, merasa menjadi tersangka atas semua masalah yang terjadi saat ini. Sangat wajar sekali bagi seorang Beby merasa marah dan mengamuk atas perilaku yang Regan berikan selama ini, Regan tak menyalahkan istrinya, malah jika Beby tak menunjukkan emosinya dan memilih untuk bertahan serta memendam semuanya, mungkin Regan tak akan pernah sadar dan terus mengulang-ulang kesalahan yang sama."Udah baikan? Apa perlu Mama telfonin dokter Obgyn?" Tanya Diana dengan wajah cemasnya pada Regan yang tengah membaringkan Beby di ranjang.
"Nggak perlu Ma! Biar Regan yang atasi."
"Tapi kamu kan dokter bedah gan." Sela Diana.
"Tapi aku juga nggak bodoh-bodoh amat Ma... Nanti kalau Beby masih sakit, biar aku periksain sendiri ke dr.Savira." ujar Regan dengan tatapan kesal, Mamanya terlalu meremehkannya sebagai seorang dokter, dan itu membuatnya sedikit tersinggung.
"Ya udah kalau gitu, Mama tinggal dulu supaya kalian bisa quality time, tapi awas kalau sampai kamu apa-apain Beby!" Diana menatap Regan dengan tatapan penuh ancaman.
"Enggak Ma enggak! Kalau bisa Regan bakalan bicara pelan-pelan, atau nggak bicara sama sekali. Tolong percaya sama aku Ma!" Pinta Regan dengan sungguh-sungguh membuat Diana akhirnya mengangguk setuju.
"Mama tinggal dulu ya sayang! Jangan nangis terus, Regan nggak bakalan nyakitin kamu lagi, kalau kamu diapa-apain lagi sama dia, kamu bilang aja sama Mama." ujar Diana pada Beby lalu mencium kening menantunya dengan lembut sebelum berlalu meninggalkan Regan dan Beby.
"Please... Stop crying! Saya tau saya salah, nggak seharusnya saya bersikap ketus terus-terusan sama kamu, saya hanya bingung bagaimana caranya mengendalikan perasaan saya." Jelas Regan sambil meremas dan mencium tangan Beby, namun Regan langsung tersentak saat Beby menarik tangannya dengan sangat kasar.
"Aku nggak mau tau dan aku nggak mau denger. Mulai sekarang aku nggak bakalan takut lagi sama kamu, meskipun kamu suami atau majikan ku, aku nggak peduli lagi, kamu mau suruh aku nunggu lagi? Sayangnya aku nggak bisa, hati aku udah aku tutup buat pria bermuka dua macam kamu, selama ini aku udah cukup bersabar menahan segalanya. Tapi sekarang aku udah nggak mau jadi orang sabar lagi, aku akan lakuin hal sesuka hati aku, dengan atau tanpa persetujuan kamu sekalipun." Jelas Beby dengan tenang meskipun masih sedikit terisak membuat Regan kembali menghela nafas berat. Kesalahannya memang sudah tergolong fatal sampai wanita sesabar Beby yang tak pernah marah bisa mengeluarkan tanduknya seperti ini. Regan harus ekstra sabar, ia tak boleh ikut terpancing emosi, biarlah saat ini sang istri lebih mendominasi dirinya, asalkan Beby senang dan bisa puas untuk melampiaskan seluruh dendamnya pada Regan.
"Dengan segala kerendahan hati saya, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya sama kamu atas segala macam tindakan kasar dan pemerkosaan yang saya lakukan sama kamu waktu itu. Nyatanya sekarang saya baru bisa berani untuk meminta maaf sama kamu atas segala perbuatan kotor yang saya lakukan terhadap kamu. Kamu adalah wanita tersabar yang pernah saya temui, kamu tetap mencintai saya meskipun saya sudah membuat kamu hancur dan terpaksa mengandung anak saya. Tapi... Saya malah menyia-nyiakan dan bersikap kasar sama kamu selama kita menikah. Saya sungguh minta maaf." Ungkap Regan dengan penuh ketulusan dan itu bisa Beby lihat dari sorot mata Regan yang tampak berkaca-kaca. Beby sebenarnya tersentuh dengan permintaan maaf suaminya, karena baru kali ini Beby melihat Regan sampai rela memohon-mohon kepadanya. Seorang pria dingin yang angkuh seperti Regan mau merendahkan dirinya untuk wanita seperti Beby. Akan tetapi Beby tak mau luluh begitu saja mendengar permintaan maaf Regan, bisa saja suatu saat nanti Regan akan menyakitinya kembali, siapa yang tau.
"Aku nggak peduli." Gumam Beby dengan suara lirih membuat Regan kembali jatuh ketitik dasar yang curam dibuatnya.
Harusnya ia bisa dengan mudah untuk mengambil hati sang istri jika saja ia lebih bisa bersabar dan bersikap lembut terhadapnya. Sekarang ia sudah terlambat, Beby sudah mengibarkan bendera putih yang artinya ia sudah menyerah dengan cintanya dan itu semua karena kesalahan Regan.
"Kalau begitu diam saja ditempat, sekarang giliran saya yang mendekat dan berusaha untuk kamu." Kata Regan dengan penuh kepastian membuat Beby langsung menatap lurus kearah wajah rupawan itu.
"Kalau aku nggak mau dan memilih untuk mencari cinta yang lain?"
"Silahkan, lakukan apapun semau kamu, tapi saya akan tetap berusaha untuk membuat kamu hanya menatap saya tanpa berpaling sedikitpun." Jawab Regan membuat Beby kembali tertegun, benarkah apa yang dikatakan oleh Regan barusan? Setelah apa yang pria itu torehkan selama ini, masih bisakah Beby percaya dengan semua kata-kata manis Regan?
"Terserah." Ujar Beby acuh, lalu memalingkan wajahnya, membiarkan ayah anaknya itu melakukan hal sesukanya, dan Beby tak akan mau peduli lagi.
Regan membuka tasnya, mencari pouch hitam berisi beberapa obat-obatan yang selalu setia ia bawa kemana-mana, Regan mengambil botol minyak kayu putih lalu kembali menutup pouch tersebut.
"Apa masih nyeri?" Tanya Regan dibalas gelengan oleh Beby.
"Kenceng." Jawab wanita cantik itu pelan.
"Makanya jangan jalan terlalu cepat, kalau lelah rasanya pasti bakalan kenceng."
"Bukan cuma lelah tapi juga stres." Ujar Beby dengan nada ketus membuat Regan kembali tersindir.
"Maaf. Maaf juga karena saya sering mengingkari janji saya." Ungkap Regan tanpa gengsi, entah kerasukan setan dari mana sejak tadi ia begitu mudah untuk mengatakan maaf pada Beby, tak seperti biasanya.
Mulai saat ini Regan memang harus menurunkan ego dan gengsinya jika masih ingin mempertahankan Beby.Tanpa keraguan sedikitpun Regan mulai menyingkap dress yang Beby kenakan sampai perut buncit wanita itu terekspos, Beby yang tampak terkejut pun hanya bisa diam karena ia ingin melihat apa yang akan suaminya itu lakukan terhadap perutnya.
"Just relax!" Pinta Regan sebelum ia mengoleskan beberapa tetes minyak kayu putih ke perut Beby. "Tenang sayang ini ayah, kamu kangen sama ayah? Ayah juga kangen sama baby." Ungkap Regan dengan penuh rasa penyesalan, harusnya sudah sejak lama ia melakukan hal ini, menyapa buah hatinya, berinteraksi dengannya, dan lebih banyak meluangkan waktunya untuk anak dan istrinya. Regan teringat akan kata-kata pedasnya yang menyebut anaknya dengan sebutan 'anak itu', Regan benar-benar salah bicara, ia tak bermaksud untuk menyebut anaknya dengan sebutan menyakitkan seperti itu, tapi penyesalan selalu datang belakangan, nasi sudah menjadi bubur, dan kini Regan harus menebus segala kesalahan serta dosa-dosanya.
'Kenapa baru sekarang mas? Kenapa nggak dari dulu sebelum aku memutuskan untuk menyerah sama semua ini?' gumam Beby dalam hati dengan perasaan gundah dan kesal sembari menatap Regan yang masih setia memijat perutnya dengan nyaman dan penuh kelembutan.
💮💮💮
TBC
Leave some comment! I'll be waiting until 250 comment for update 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
BEBY (Tersedia Versi Pdf/Karyakarsa)
RomanceBeby begitu mencintai Regan, dan karena dokter bedah itu pula kini ia harus mengandung dan dinikahi secara paksa. Akankah Beby bisa bahagia dengan pernikahannya bersama dengan Regan? Atau malah menderita karena Regan begitu sangat membencinya.