Part 42

11.8K 1.3K 233
                                    


Regan terbangun, perlahan kedua matanya terbuka dan memandangi ruangan serba putih yang ia tempati. Dokter bedah itu sudah pingsan selama lima jam karena dehidrasi dan kelelahan, sebelum melakukan operasi pada ibu Angel kondisi Regan memang sudah tidak baik-baik saja, namun dia tetap memaksakan diri, dan akhirnya sekarang tubuhnya drop hingga untuk bangun saja rasanya susah sekali.

"Lo!" Seru Regan lirih ketika mendapati Bayu tengah duduk disampingnya seorang diri, rupanya sedari tadi yang menungguinya adalah Bayu.

"Gue kira Lo nggak dateng ke acara gue karena Lo emang udah lupa sama sahabat Lo sendiri, tapi ternyata dugaan gue salah, Lo lagi banyak masalah dan gue nggak ada disamping Lo. Maafin gue ya bro! Gue sempet berpikiran negatif sama Lo." Tutur Bayu dengan penuh rasa sesal.

"Sejak kapan gue pingsan?" Tanya Regan seraya berusaha untuk bangun, namun rasanya sangat sulit sekali karena kepalanya masih terasa begitu pusing, apalagi tangan kirinya tengah diinfus.

"Udah lima jam, tadi darah Lo sempat di ambil buat di lab, soalnya Lo demam tinggi, Lo kena gejala Typus karena kelelahan dan kurang asupan. Kenapa Lo maksain diri sih? Lo kan bisa serahin tugas Lo sama gue, gue nggak masalah kok, dari pada Lo maksain diri dan berujung sakit kayak gini."

"Ma-mama gue dimana? Be-"

"Nyokap Lo tadi nitipin Lo sama gue untuk sementara karena dia harus ngurus-"

"Enggak! Nggak boleh, gue nggak bisa kehilangan dia. Disaat gue udah cinta mati sama dia, dia nggak boleh ninggalin gue gitu aja." Sahut Regan dengan nada panik, airmatanya bahkan sudah turun membasahi kedua pipinya. Terserah, Regan sudah tidak peduli meskipun saat ini ia terlihat begitu menyedihkan, bahkan di depan Bayu sekalipun, Regan yang biasa terlihat cool dan berwibawa, kini terlihat begitu sangat berantakan.

"Maksud Lo apa sih? Beby sa-"

"Gue harus lihat istri gue, gue harus mastiin sendiri kalau semua ini cuma mimpi." Dengan tergesa-gesa Regan langsung melucuti jarum infusnya sendiri, rasa sakit ditangannya bahkan tak terasa sama sekali bila dibandingkan dengan rasa sakit yang ada di hatinya. Rasanya sungguh sesak bukan kepalang, Regan bahkan begitu kesulitan untuk bernapas.

"Lo jangan gila gan! Lo itu masih sakit, Lo nggak bisa ngelakuin hal nekad kayak gini sama diri Lo sendiri. Gue nggak bakal biarin Lo pergi gitu aja sebelum tenaga Lo benar-benar udah pulih." Dengan sekuat tenaga, Bayu mencoba berusaha untuk menghadang sahabatnya yang sudah kesetanan itu, tenaga Bayu masih kalah kuat dengan tenaga yang dimiliki oleh Regan, karena ketidak berdayaannya masih kalah telak dengan rasa panik dan takut akan kehilangan Beby.

"LEPASIN GUE BAY!" Sentak Regan sembari menyingkirkan tubuh Bayu dengan sekuat tenaga, Bayu langsung terhuyung kebelakang karena dorongan Regan. "Lo nggak pernah tau rasanya jadi gue karena Lo nggak pernah ngerasain ada di posisi gue, Lo pernah tau rasanya kehilangan Bokap Lo? Dan sekarang kehilangan istri serta anak Lo? Pernah Lo rasain itu? Jawabannya adalah enggak! Jadi lebih baik Lo menyingkir dari hadapan gue dan tolong jangan halangi gue lagi." Setelah mengatakan hal itu dengan derai airmata yang tak bisa Regan tahan-tahan lagi, dokter muda itupun segera bergegas meninggalkan ruang perawatannya dengan langkah yang masih tertatih-tatih. Bayu sendiri akhirnya memilih untuk mengalah, karena sebelumnya ia tak pernah melihat sahabatnya sekacau itu, Regan terlihat sangat hancur dan tak berdaya.

Regan terus berlari sekuat yang ia bisa menuju emergency room, meskipun beberapa orang yang lewat memandanginya dengan tatapan aneh, Regan tetap tak peduli, meski semua orang menganggapnya gilapun ia sudah tak peduli dengan hal itu. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah Beby dan calon anak mereka, Regan begitu sangat takut kehilangan keduanya, terlebih kehilangan Beby, Regan sungguh tak sanggup hanya dengan membayangkannya saja.

Sekelebat kenangan-kenangan antara mereka berdua langsung berputar di ingatan Regan, tawa Beby, tangis Beby, senyuman Beby, manjanya, bahkan sikap kekanak-kanakannya yang selalu membuat Regan jengah, Regan bahkan sempat merasa lelah menghadapi sikap sang istri yang kelewat egois dan maunya selalu dimengerti tanpa mau mengerti, Regan menyesal, jika saja bisa, rasanya ingin sekali memutar waktu dan memperbaiki semuanya sebelum terlambat. Jika tau akan seperti ini, maka sudah sejak lama Regan akan mengungkapkan rasa cintanya kepada sang istri, bahkan sebanyak apapun yang Beby mau maka Regan akan melakukannya dengan suka rela. Penyesalan memang datangnya selalu belakangan, apa yang sudah pergi tak akan pernah bisa kembali lagi.

"By!" Langkah Regan terhenti begitu saja saat tak sengaja ia melihat Inem dan Santi yang tengah berpelukan sambil menangis tersedu-sedu, sedangkan didepan mereka ada sesosok jenazah yang sudah ditutupi oleh kain putih, jenazah yang tergeletak di atas brankar tersebut baru saja keluar dari emergency room dan didorong oleh beberapa perawat. Karena terhalang oleh Regan yang masih terdiam terpaku, akhirnya perawat tersebut terpaksa berhenti, sedangkan Regan langsung berhambur kearah sosok yang tertutup kain tersebut dengan tangisan yang sangat hebat, sama persis seperti tangisan ketika ia kehilangan sang ayah.

"Beby bangun sayang bangun! Kamu nggak bisa pergi gitu aja, aku nggak mau sendiri, aku cinta sama kamu By, aku nggak mau kehilangan kamu! Kamu mau apa sayang? Kamu mau cinta? Aku udah cinta sama kamu, kamu mau aku perhatian, kamu mau aku nggak marah-marah? Kamu mau aku apa? Aku akan lakuin apapun demi kamu asalkan kamu jangan tinggalin aku, kamu nggak boleh pergi By, nggak boleh!"

Regan menangis tergugu sembari memeluk Jenazah tersebut, rasanya seperti mimpi, jika benar ini mimpi, maka Regan ingin secepatnya bangun dari mimpi buruk ini. Semuanya sudah selesai, Regan merutuki segala kebodohan dan ketololannya selama ini, ia memang suami yang brengsek, laki-laki tak berguna, tak bertanggung jawab, dan segala macam keburukan melekat pada dirinya. Sekarang Beby sudah pergi untuk selamanya, bahkan istrinya itu pergi membawa calon bayi mereka.

Lantas bagaimana Regan akan melalui ini semua tanpa istri yang sudah sangat ia cintai itu? Bagaimana ia bisa menghadapi hari-hari tanpa Beby? Tanpa canda tawanya, tanpa celotehannya, tanpa tangisnya, tanpa kebawelannya, tanpa...

Entah!

Apakah semuanya memang lebih baik berakhir seperti ini.


💮💮💮

TBC

Yuhuuu... Ada yang mewek? Yang nulis aja sampe termehek-mehek 😥 siapa yang pengen Beby mati? Ini dia udah mati seperti yg kelen pengen. 😁 Ditunggu vomment, gk masang target ah! 😘

BEBY (Tersedia Versi Pdf/Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang