CHAPTER 10

7.3K 262 49
                                    

"Hallo?"

Albi mengernyitkan dahinya karena suara pria yang menjawab panggilannya.

"Lo siapa? Shely dimana?"

"Gue Brian, Shely sama gue. Gue pengen ketemu sama lo"

Albi yang mendengar nama familiar itu, seketika mengeraskan rahangnya. Dia tau siapa Brian, dia mantan kekasih Shely. Apa-apaan ini?

"Kafe Chersy MegaMall 1 jam lagi. Gue tunggu lo disana" Lalu tanpa mendengarkan jawaban, Albi mematikan panggilannya sepihak. Albi tau, Setelah pertemuan itu akan ada yang berubah. Hubungannya dengan Shely akan benar-benar berubah.

Apakah dirinya lagi yang akan ditinggalkan??

***

Setelah ditinggal tuannya, Ara meringkuk di atas ranjang yang menjadi saksi bisu atas direnggutnya harta satu-satunya yang paling ia jaga untuk suaminya kelak. Baru beberapa hari ia meninggalkan panti asuhan, sudah harus merasakan kehancuran seperti ini. Diperkosa majikannya sendiri.

Jika awalnya ia optimis bisa bertahan untuk bekerja dan berkuliah disini. Saat ini, Ara bahkan sudah kehilangan harapannya. Sebuah harapan yang ingin ia perjuangkan untuk memperbaiki nasib adik-adik panti yang saat ini sangat membutuhkan dana untuk kelangsungan hidup mereka.

***

Sudah 2 jam setelah tuannya meninggalkannya dikamar itu, isak tangis masih terdengar. Lalu tidak lama kemudian terdengar knop pintu diputar, suara langkah mendekatinya. Ara semakin meringkukkan badannya, mulai menggigil ketakutan.

Posisinya saat ini meringkuk membelakangi pintu kamar. Dirasakannya ranjang itu melesak, tanda bahwa seseorang tengah berada tepat di belakang tubuhnya yang masih meringkuk ketakutan, tangan Ara meremas selimut, lalu dirasakannya orang itu memeluknya dari belakang. Nafas hangat terasa di tengkuknya. Tidak lupa sebuah kecupan diberikannya pada tengkuk dan leher jenjang Ara.

"Hei.. Bangun.. Aku membelikanmu pakaian. Kita sarapan dan segera pindah ke apartemen." Bisiknya disela mengecupi leher dan telinga Ara.

"Tuan.. Bu-bukankah sebaiknya kita tidak begini? Bagaimana jika ada yang melihat kita? Saya hanya pembantu tuan.. Tidak pantas seorang pembantu berhubungan dengan tuannya." Setelah memberanikan diri mengingatkan tuannya, Ara malah dilanda ketakutan, menyadari kelancangannya. Dirasakannya tubuhnya semakin erat di dekap Albi. Tangan kekar Albi yang melingkar di perutnya mulai merambat menuju payudaranya. Sedangkan bibir dan lidahnya sibuk menciumi telinga dan leher Ara.

"Tu- tuan geli sekali.. Emh.."

"Ya.. mendesahlah.. nikmati sentuhanku. Aku menginginkanmu lagi."

Dan terulang kembali Ara berada dalam kuasa Albi. Kamar itu sudah dipenuhi dengan suara desah nafas yang begitu menggebu. Bahkan seakan tanpa jeda, Albi terus menggempur Ara hingga mendapatkan pelepasan berulang kali. 2 jam sudah mereka bergumul melakukan hubungan intim itu, berbagai gaya mereka lakukan, Ara tidak kuasa menolak Albi. Hingga akhirnya tubuh mereka ambruk dengan area intim yang masih saling menyatu.

"Ara, kamu milikku.. Jangan pergi seperti mereka.. Teruslah bersamaku.."

Tanpa disadarinya, tangan Ara mengelus rambut basah Albi. Tubuh mereka sudah basah dipenuhi keringat. Bahkan ia rasakan area intimnya sangat basah dan lengket.

Albi yang mendapatkan usapan itu, seketika hatinya menghangat. Setelah hatinya dipatahkan sekali lagi oleh orang yang begitu ia cintai, Beruntungnya ia dikirimkan seorang yang bisa menenangkannya. Entah apa yang akan terjadi pada dirinya jika tadi tidak teringat dengan Ara yang ia tinggalkan dikamar dan belum sama sekali ia beri sarapan. Mungkin saat ini ia sedang berada dirumah sakit karena percobaan bunuh dirinya.

***

Setelah dirasa lelah mereka menghilang, Albi memutuskan untuk mandi sekali lagi bersama Ara. Jika awalnya Albi merasa bersalah karena meniduri wanita lain, kini Albi bersyukur karena entah apa yang akan Ia lakukan jika peristiwa ini tidak terjadi.

Ingatkan dia untuk memberikan hadiah untuk teman-temannya yang telah menjebaknya dengan obat perangsang. Ia yakin saat ini ponselnya telah menerima banyak panggilan dan pesan dari teman-temannya.

Setelah selesai mandi, Albi menyerahkan pakaian yang Ia beli tadi kepada Ara.

"Ini, sebagai ganti pakaianmu yang sudah kurusak tadi."

"Terima kasih tuan tapi saya tidak ingin merepotkan tuan, Saya bisa menjahit pakaian saya tadi, jadi tuan tidak perlu memberikan saya pakaian."

"Ara, apa kamu lupa dengan apa yang aku perintahkan tadi? Apa kamu mau saya ingatkan lagi? SAYA BENCI PENOLAKAN!."

"B-baik tuan, Akan saya kenakan pakaian ini, T-terima kasih." ucap Ara dengan perasaan takut. Ia takut disetubuhi lagi. Area intimnya masih sangat panas. Dalam waktu hampir sehari semalam Ia digempur habis-habisan. Jam sudah menunjukkan jam 11 siang. Astaga.. Ia belum makan sejak tadi malam, perutnya sudah keroncongan. Ia tidak mau lagi menunda.

Ara bergegas memakai pakaiannya memunggungi Albi. Albi yang dipunggungi memperhatikan setiap gerakan saat Ara membuka bathrobenya, lalu membuka  paperbag kecil berisi celana dalam dan bra Ia langsung memakainya, lalu Ia membuka paperbag yang besar dan terkagum-kagum dengan sebuah dress polos berwarna hitam yang Albi pilihkan untuknya.

Ara menoleh kepada Albi. Binar mata takjub itu tengah menatap pada Albi, seolah bertanya kesungguhan bahwa dress itu memang untuknya pakai.

"Tuan, ini indah sekali. Saya merasa tidak pantas mengenakan dress mahal ini."

Albi menghembuskan nafas dengan kasar, Ia berjalan menuju Ara berdiri. Kemudian Ia ambil dress itu dan memakaikannya pada tubuh Ara. Pas dan sempurna.

"Aku tidak suka dibantah dan tidak suka mengulang perintah, Jika aku bilang pakai ya pakai, kalau aku bilang jangan menolak, berarti jangan pernah menolak apapun perintah dan inginku, Mengerti?."

"Me-Mengerti tuan." jawab Ara dengan suara bergetar karena aura tuannya kembali menakutkan.

Albi mengambil sisir lalu menyisiri rambut panjang Ara, Ara ingin menolak namun takut akan membuat tuannya berubah menjadi menakutkan lagi. Selesai menyisiri dan memastikan Ara sudah rapi, Albi yang masih mengenakan bathrobe kemudian masuk kedalam walk in closetnya, setelah beberapa menit berlalu Albi keluar dengan tampilan yang sudah rapi. Ia akan membahas dengan Kakeknya mengenai apa yang terjadi dengan hubungannya dengan Shely dan sekaligus mengenai Ara. Tadi saat kakeknya mencemaskannya, Albi hanya bilang ke kakeknya bahwa Ia ingin membahasnya nanti saja setelah Ia menemui Ara yang masih terlelap di kamarnya. Kini Ia sudah siap, langkahnya perlahan menghampiri Ara yang sepertinya begitu panik dan gugup.

"Sudah siap?" tegur Albi sampai mengagetkan Ara.

Ara menundukkan kepalanya semakin dalam kedua tangannya saling meremas. Ara sedang ketakutan.

"Kenapa Ara?" kembali Albi bertanya.

"Tuan, Saya takut ketahuan Tuan besar dan para pelayan." Gumam Ara dengan nada bergetar. Lalu perlahan memberanikan diri menatap Albi.

Kedua mata Ara sudah berkaca-kaca, yang Albi yakini jika sekali Ara berkedip air mata akan mengalir dipipi mulusnya.

Albi mendekat lalu mendekap tubuh Ara untuk menenangkannya. Tangan kanannya mengelus kepala Ara.

"Ssttt.. Tidak perlu khawatir, Aku yakin mereka sudah lebih tau daripada kita."

Ara mengernyit tidak mengerti maksud perkataan Albi.

Dengan mendongakkan kepalanya, Ara kembali bertanya "Maksud tuan? Saya kurang mengerti."

"Nanti kamu akan mengetahuinya sendiri. Sekarang kita sarapan, Aku yakin kamu sudah sangat kelaparan saat ini." Albi melepas dekapannya, kemudian menggandeng tangan Ara untuk keluar dari kamar.

TBC

ArabellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang