•
Happy reading guys :)
•Hari ini Rena tidak ke kantin lagi. Gadis itu benar-benar memutuskan untuk ke kantin hanya pada hari di mana jam olah raga akan dilaksanakan. Karena ia yang memang akan melakukan pelajaran itu di luar kelas, jadi dirinya juga bisa sekalian mengistirahatkan dirinya di kantin.
"Waah, yang ditunggu-tunggu akhirnya dateng juga," kata Acha dengan perasaan senang, sedangkan Sisca dan Echa tampak geleng-geleng kepala melihat temannya itu.
"Sorry, ya Ren. Namanya juga Acha, kalau lo udah kenal, ya gini, nih," sambung Echa, yang disetujui oleh teman di sebelahnya.
"Tenang aja, Ren. Gue juga bawa sumbangan bekal, kok—cuma roti, tapi gapapa, 'kan?" kata Sisca.
"Kita mah dikasih apa aja juga bersyukur, Sis," sambung Ranti.
"Barisan murid kelaparan, mager ke kantin," kata Acha sambil memasang senyum bangganya, sedangkan keempat temannya hanya menggelengkan kepalanya.
Saat mereka tengah duduk sambil menyantap bekal milik Rena dan Sisca, tiba-tiba Echa kembali membuka obrolan. "Oh ya, cerita-cerita, dong. Gimana tuh masalah junior baru yang join di ekskul kalian??" tanyanya.
"Ya nggak gimana-gimana, sih gue," kata Ranti.
"Iya deh, yang ngusulin ekskul langsung dipilih jadi ketua," ceplos Acha.
Ranti malah tersenyum masam, kemudian membalas. "Cape euy, kalau ada apa-apa gue duluan yang dipanggil kesiswaan," balasnya.
"Bebannya berat, ya Ti," kata Rena, sedangkan gadis itu hanya mengangguk, lalu kembali memakan roti cokelat di tangannya.
"Kalau lo gimana, Ren, Sis? Ekskul basket kenapa jadi perkumpulan cowok ganteng gitu, ya? Padahal dulu malah futsal yang banyak cowok kerennya," ceplos Echa, yang berhasil membuat teman-temannya itu tertawa.
"Ya ampun, Cha. Gue kira lo anaknya kalem-kalem gitu, lho," kata Ranti.
"Yee, lo nggak tau aja, Ti," sambar Acha.
Rena tertawa kecil, sebelum akhirnya membalas pertanyaan Echa tadi. "Gue nggak tau banyak, sih. Selain gue nggak pernah ke kantin buat ngumpul sama anak basket, gue juga belom bisa nyimpulin—nanti 'kan baru latihan perdananya," katanya.
"Oooh, gitu," Echa mengangguk paham.
xxx
Tapi satu kebiasaan lain yang belum hilang dari gadis itu. Ia masih suka berdiri di balkon depan kelas, sambil mengarahkan pandangannya ke lapangan. Keliatannya jadi jauh banget—jadi kecil, katanya dalam hati.
Rena melihat banyak murid yang tengah bermain bola di bawah terik matahari itu. Namun tidak ada lagi senyum yang selalu bisa terukir jika ia melihatnya, seperti ada yang hilang dari kebahagian gadis itu yang sederhana.
"Ternyata masih nggak berubah," celetuk Yogi, menyadarkan Rena akan kehadiran cowok itu. "Tapi kok kayak nggak bersemangat gitu, Ren? Nanti 'kan kita ada latihan."
"A-ah, gapapa, kok. Ya walaupun gue emang nggak se-excited itu, sih..." balas Rena.
"Kenapa?" tanya Yogi.
"Nggak tau juga, gue Yog," balasnya, menoleh sebentar sambil memperlihatkan senyumnya. "Tapi lo nggak usah khawatir. Pas latihan nanti juga kebawa suasana."
Yogi hanya menganggukkan kepalanya. Tapi tiba-tiba Rena mendengar cowok itu yang baru saja memanggil seseorang, membuat orang itu berjalan menghampiri mereka. "Eh, elo Yog. Bagus juga deh, gue ketemu sama lo," katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer Series
Teen Fiction[DIMOHON UNTUK FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] . Kalian pernah menyukai seseorang dalam diam? Atau bahkan sampai melabeli diri kalian sebagai Secret Admirer-nya? Mungkin kalau kalian pernah melakukannya, akan memahami bagaimana sulitnya untuk memendam...