Ive berulang kali meremas ujung kemejanya, pula melakukan gerakan kecil untuk menghilangkan rasa cemasnya. Kembali pandangannya berpindah pada jam tangan. Sadar bahwa ini sudah satu jam lebih Nosa berada di dalam ruang IGD dan belum mendapatkan kabar apapun, kecemasan Ive kembali merangkak naik. Mondar-mandir di depan pintu IGD menjadi pilihan terakhir yang bisa dilakukan Ive, sampai kemudian pintu tersebut kembali terbuka.
"Bagaimana dokter?" Ive langsung menodong pertanyaan pada salah satu dokter yang keluar.
"Sebenarnya, ada yang mau kutanyakan," ucap dokter tersebut, memancing kening Ive yang bertautan.
"Ada apa?"
"Sebelum ini, apa yang terjadi dengan Nosa?"
Ive sempat menarik napas mempersiapkan jawabannya. "Yang jelas, sebelum dia jatuh tidak sadarkan diri, dia terus saja memegangi kepalanya, beberapa orang di sana mengatakan selama aku berada di toilet, Nosa mengeluh kepalanya sakit. Itu yang aku tahu, dokter."
Sang dokter terdiam di tempatnya, pandangannya beralih ke arah yang lain sedang memikirkan sesuatu sembari bergumam, "Tidak mungkin rasanya kalau sakit kepalanya baru muncul sekarang."
"Apa ada yang salah, dokter?"
Dokter kembali memindahkan arah matanya pada Ive. "Kau tahu kan? Nosa pernah mengalami kecelakaan?" Ive mengangguk begitu dokter bertanya.
"Kecelakaan waktu itu membuat trauma hebat di bagian kepalanya. Bahkan dia sempat mengalami geger otak. Tapi semuanya sudah pulih kembali, bahkan geger otaknya pun sudah menghilang. Aku agak skeptis jika sakit kepala ini karena hal itu..., tapi itu mungkin saja."
"Benarkah? Bagaimana keadaan Nosa sekarang?"
Dokter menghela napas panjang. "Dia sudah sadar saat ini, semuanya membaik dia bisa pulang sekarang. Tapi kau harus tahu, sakit kepalanya itu mungkin akan terjadi lagi, bahkan dampak terparahnya mungkin sakit kepala persisten."
Ive terdiam sembari menunduk. Entahlah, ia merasa iba pada sahabatnya sendiri.
"Kalau kau mau menemuinya silahkan, dia sudah membaik. Aku pergi dulu." Sang dokter sudah mengambil langkah, namun Ive kembali membuka suara. "Tunggu, dokter."
"Ada apa?" Begitu dokter menoleh, Ive menatapnya dengan pandangan serius. "Ada satu yang kulupa."
Dokter tadi kembali beranjak mendekat. Penasaran tentang apa yang hendak diucapkan Ive kembali.
"Sebelum dia benar-benar tumbang, dia mendongak padaku, lalu bertanya..." Ive menggantungkan ucapannya untuk mengingat kembali. "Apa aku mengenalmu? Seperti orang yang tiba-tiba amnesia."
Dokter sedikit membulatkan matanya. "Benarkah? Apa ada yang lain?"
"Satu hal yang membuatku makin bingung, nada bicaranya terdengar berbeda. Entah hanya perasaanku saja tapi itu seperti bukan Nosa yang selama ini aku kenal."
Dokter di hadapan Ive kembali terdiam. Kini lebih menampilkan air wajah serius sedang berpikir. Hal itu cukup lama terjadi sehingga membuat Ive membuka mulutnya. "Apa kira-kira ada sesuatu yang terjadi?"
Begitu Ive bertanya, dokter tersebut langsung membuyarkan pikirannya. "Eumh, sebentar ada hal yang harus kuperiksa lagi. Tunggu di sini sampai aku menyuruhmu masuk."
Ive menautkan keningnya tidak mengerti begitu dokter kembali bergerak masuk ke dalam ruangan Nosa. Katakanlah dia bukan orang medis, tapi ia benar-benar yakin jika sesuatu yang buruk mungkin saja terjadi dengan Nosa.
∞∞∞
Nosa hanya terdiam di ranjangnya, duduk lemah tak berdaya sembari menatap langit-langit ruangan. Sesekali ia memijit pelipisnya karena masih merasa migran. Ia benar-benar tak mengingat banyak tentang kejadian tadi siang. Terakhir hal yang dia ingat cuman sakit kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of NOSA [END]
Science FictionNosa menaruh curiga pada tubuhnya. Hal itu berangkat dari sepenggal ingatan yang terpatri permanen di dalam otaknya. Ingatan-ingatan itu terkadang muncul mengambil alih seisi kepala, menjadikannya bukan lagi sosok Nosa yang dikenal. Meskipun baru be...