Dengan langkah perlahan, Alana bergerak sembari membawa rangkaian bunga di tangan kanannya. Saat gadis itu sampai di depan makam yang dicarinya, ia berusaha menahan air matanya agar tak terjatuh.
Alana berjongkok seraya menaruh rangkaiaan bunga yang sudah dibelinya tadi pada batu nisan yang terukir nama Euan di sana. Gadis itu kembali menunduk, untuk menutupi tangisannya yang tak kuat dibendung.
"M-maafkan aku... ini s-sudah dua puluh tahun b-berlalu t-tapi aku baru me-mengunjungimu..." Alana mengelap air matanya. Gadis itu mengelus makam Euan dengan gerakkan yang lembut.
"I-ini semua salahku... s-seharusnya yang mati aku... b-bukan kau."
"Euan... maafkan aku..."
Samar-samar seorang anak kecil dari kejahuan datang lalu memanggil Alana. "Ibu!"
Alana buru-buru mengelap air matanya. "Kenapa kau kemari? Ibu sudah menyuruhmu menunggu di mobil bersama Ayah."
Anak laki-laki itu malah mengerucutkan bibirnya. "Aku mau ikut!"
Alana menghela napas. "Lebih baik kita segera kembali."
"Euh? Ibu habis menangis?"
Alana menggeleng. "Tidak."
"Ibu jangan menangis. Nanti aku ikut sedih." Alana tertawa saat anak laki-lakinya berucap begitu.
"Baiklah, Euan. Ayo sekarang kita pulang."
Anak laki-laki yang ternyata diberi nama Euan itu tetap di posisinya saat Alana sudah berjalan lebih dulu. Anak kecil itu menatap ke makam yang tadi dilihat ibunya. Entah kenapa ia jadi ikut merasa sedih.
"Euan! Ayo, ayah sudah menunggu di mobil," panggil Alana ketika menyadari anaknya belum saja bergerak.
"Iya! Euan ke sana."
.
.
.
.
[TAMAT]
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of NOSA [END]
Ciencia FicciónNosa menaruh curiga pada tubuhnya. Hal itu berangkat dari sepenggal ingatan yang terpatri permanen di dalam otaknya. Ingatan-ingatan itu terkadang muncul mengambil alih seisi kepala, menjadikannya bukan lagi sosok Nosa yang dikenal. Meskipun baru be...